PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lembaga peradilan yang ada di Indonesia. semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, mempunyai wewenang baru sebagai bagian dari yurisdiksi absolutnya, yaitu kewenangan untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan sengketa dibidang ekonomi syari’ah.
Wewenang baru tersebut bisa dikatakan sebagai tantangan dan sekaligus peluang bagi lembaga peradilan agama. Dikatakan sebagai tantangan karena selama ini bagi Pengadilan Agama belum ada pengalaman apa pun dalam menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syari’ah, sehingga kalau pun sekiranya datang suatu perkara tentang sengketa ekonomi syari’ah , maka bagi lembaga peradilan agama ini mesti mencari dan mempersiapkan diri dengan seperangkat peraturan perundangan maupun norma hukum yang terkait dengan persoalan ekonomi syari’ah.
Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang hidup di Indonesia menghalami perkembangan yang cukup berarti dalam masa kemerdekaan ini. Perkembangan tersebut antara lain dapat dilihat dari kewenangan yang dimiliki oleh Peradilan Agama (PA) sebagai peradilan Islam di Indonesia. Dulunya, putusan PA murni berdasarkan fiqh para fuqaha', eksekusinya harus dikuatkan oleh Peradilan Umum, Para hakimnya hanya berpendidikan Syari'ah tradisional dan tidak berpendidikan hukum, organisasinya tidak berpuncak ke Mahkamah Agung, dan lain-lain. Sekarang keadaan sudah berubah. Salah satu perubahan mendasar akhir-akhir ini adalah penambahan kewenangan PA dalam Undang-Undang Peradilan Agama yang baru, antara lain bidang ekonomi syari'ah.
Persoalannya sampai saat ini belum ada aturan hukum positive yang secara terperinci mengatur tentang acara penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, namun demikian bukan berarti tidak ada aturan hukumnya atau dengan kata lain telah terjadi “kekosongan hukum” dalam persoalan ini. Karena pada asasnya pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili Oleh karena itu walau pun aturan formal yang berkenaan dengan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah belum ada, pengadilan agama sebagai lembaga yang diberi wewenang oleh negara untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah sudah seharusnya mengerahkan segenap potensinya untuk menjawab tantangan tersebut.
Untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah ini kiranya pengadilan agama harus berani dan mampu menggali nilai-nilai maupun norma-norma hukum Islam, baik yang terdapat dalam kitab Al-Qur’an, al-Sunnah maupun kitab-kitab fiqh /ushul fiqh serta fatwa-fatwa Majelis Ulama’ yang dalam hal ini melalui Dewan Syari’ah Nasional yang berkaitan dengan persoalan-persoalan diseputar ekonomi syari’ah.