BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keinginan mendapatkan anak merupakan fitrah yang diilhamkan Allah. Kefitrian ini, terungkap dalam munajat Zakariya dalam al-Quran :
وإني خفت الموالي من ورائي وكانت امرأتي عاقرا فهب لي من لدنك وليا[1]
Kehadiran anak, sebagai unsur kebahagiaan keluarga diungkapkan dalam penjelasan Bab I Pasal I UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:
“…membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungannya dengan keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.” [2]
Dalam realita sosial, pemaknaan kehadiran anak, tidak hanya sekedar pelengkap kebahagiaan keluarga, kehadiran anak berkaitan juga dengan sosial-budaya. Pada sisi ini, pemaknaan kelahiran anak secara langsung dipengaruhi oleh pandangan sosial.
Pada sistem sosial tertentu, kehadiran anak, disamping mengemban harapan dan tanggungjawab pribadinya juga dibebani untuk memenuhi harapan dan kewajiban keluarga dan lingkungan sosialnya. Pada masyarakat patrileneal, misalnya, anak laki-laki begitu banyak diharapkan, karena dianggap sebagai penerus keturunan keluarga. Pada kasus yang lain, walaupun terkesan eksloitatif, kehadiran anak laki dianggap lebih mampu melanjutkan suatu dinasti (trah) atau kelanjutan suatu usaha atau setidaknya dapat membantu menanggung beban ekonomi keluarga.
Dalam sejarah di Negeri Cina, banyak bayi-bayi perempuan yang lahir dibunuh dengan cara yang keji. Bahkan ibu yang melahirkannya dipandang sebagai pendosa yang wajib untuk dihukum oleh anggota keluarganya sendiri.
Dalam rangka melegitimasi kebencian terhadap salah satu jenis kelamin ini, dalam beberapa kasus didukung oleh lembaga agama. Dalam Kitab Talmud, misalnya, terdapat ayat yang menunjukkan kebencian terhadap jenis kelamin perempuan, yang menganggap kelahiran bayi perempuan sebagai bencana paling dahsyat. Bagitupun dalam Agama kristen klasik. Pemujaan mereka terhadap Maryam. Tidaklah menyebabkan mereka lebih menghormati kaum perempuan. Kenyataan ini terungkap dari laporan Mary Daly yang menyebutkan bahwa:
“ Penyiksaaan dan pembakaran terhadap para wanita yang dituduh sebagai penyihir menjadi biasa dan dijadikan kebiasaaan di Eropa pada masa Renaissance. Para anggota pria dari Mystical Body, yang ingin menghidupkan kembali mitos tentang kepala simbolis mereka, berjuang demi”kelahiran kembali melelaui pembunuhan dewi, yaitu dengan dilenyapkannnya secara kejam kehadiran wanita. Teologi dan hukum mereka menuntut pembunuhan besar-besaran ini… ”. [3]
Pada masyarakat Hindu-India, nasib kaum wanita ini lebih tragis. Sebelum perempuan ini menikah, mereka adalah bayi yang terbuang, yang ditaqdirkan untuk menghadapi kehancuran akibat jenis kelamin mereka. Kaum perempuan memiliki sedikit waktu bahkan untuk dirinya sendiri. Bahkan ketika suaminya sudah meninggalpun mereka masih harus melakukan sutte (pembakaran janda). Kenyataan yang sama juga terjadi pada masyarakat Arab Jahiliyah, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran.:
و اذا بشر احدهم بالأ نثا ظل وجهه مسودا وهو كظيم[4]
Di Indonesia, pandangan diskriminatif ini terlihat pada sebagian masyarakat. Banyak keluarga merasa kurang berbahagia jika belum memiliki anak yang lengkap (laki-laki atau perempuan). Tanpa kontrol yang jelas, gejala ini akan menyebabkan terjadinya ledakan pertumbuhan penduduk. Bagi sebagian keluarga ketidaklengkapan jenis kelamin ini, bahkan dijadikan alasan untuk berpoligami.[5] Contoh lain, pada masyarakat Sumatera Barat, terutama pada masyarakat Minangkabau yang memiliki struktur masyarakat matrilineal, kedudukan anak perempuan menjadi sangat penting. Anak perempuan pada masyarakat minangkabau menjadi penentu terhadap garis keturunan adat. Jargon,“anak-laki-laki atau perempuan sama saja” yang gencar disuarakan pada masa sosialisasi “KB” setidaknya memberikan gambaran tentang kenyataan ini, bahwa belum lengkap kebahagiaan suatu keluarga manakala belum memiliki anak laki dan perempuan.
Keadaaan di atas memberikan gambaran bahwa di masyarakat muncul suatu keinginan untuk memilih jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Kenyataan inilah yang kemudian mendasari penelitian-penelitian tentang upaya merencanakan jenis kelamin anak.
Dalam proses penelitian pemilihan jenis kelamin anak, para ahli biologi menemukan bahwa jenis kelamin anak ditentukan oleh 4 faktor, yakni:
a. Posisi pada waktu berhubungan intim;
b. Waktu coitus;
c. Jenis makanan
d. Keasaman dan kebasaan vagina. [6]
Dalam penelitian berikutnya ditemukan pula, sebagaimana diungkapkan oleh Dr.Prita Kusumaningsih SpOG,
“…proses perekayasaan jenis kelamin ini sangat dimungkinkan jika dilakukan sebelum terjadinya konsepsi (pertemuan sel telur dan sperma) Karena setelah konsepsi berarti telah terjadi penyatuan dan sudah tidak dapat lagi dilakukan rekayasa apapun untuk merubah jenis kelamin”.[7]
Dimungkinkannya perekayasaan ini dimulai dengan ditemukannya struktur kromosom yaitu suatu struktur yang terdapat dalam inti sel yang ditempati gen sebagai pembawa sifat keturunan. Pada umumnya, laki-laki dan perempuan mempunyai dua buah kromosom yang bisa menentukan jenis kelamin. Kromosom ini terdapat pada tiap sel orang bersama 44 kromosom lainnya (autosom).[8] Pada wanita, kedua belah kromosom seksnya adalah kromosom X, sementara pada laki-laki kromosom seksnya terdiri atas belahan X dan belahan Y. Dengan demikian, susunan normal kromosom seks pada wanita adalah XX dan pada pria XY. Kromosom X merupakan pembawa sifat perempuan sekaligus penentu jenis kelamin perempuan, dan kromosom Y merupakan kromosom pembawa sifat laki-laki dan sekaligus penentu jenis kelamin laki-laki. Apabila sperma yang membuahi sel telur mengandung kromosom X, maka hasilnya ialah embrio perempuan (XX). Tetapi apabila sperma tersebut mengandung kromosom Y maka hasilnya adalah embrio laki-laki (XY). Oleh karena itu, jika pembuahan dilaksanakan secara normal maka peluang antara anak laki-laki atau perempuan adalah 50:50.[9]
Dalam penelitian berikutnya ditemukan juga bahwa ada perbedaan pada kedua jenis sel sperma tersebut. Kromosom X, karena membawa lebih banyak DNA (2,8 %), memiliki ukuran yang lebih besar dari pada kromosom Y dengan usia yang lebih panjang. Sementara kromosom Y lebih ramping, lebih lincah dengan usia yang pendek[10]
Perbedaan inilah yang dimanfaatkan dalam perekayasaan jenis kelamin anak, yaitu dengan mengupayakan jenis kromosom tertentu ( X atau Y ) yang akan membuahi ovum (Fertilisasi). Sehingga kombinasi sel telur dan sperma terjadi sesuai dengan harapan. Prinsipnya, hanya satu kromosom terpilih yang membuahi ovum.
Perkembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran ini merupakan revolusi yang berpengaruh pada tatanan kehidupan manusia. Gejala ini perlu disikapi oleh Agama Islam, sejauhmana hukum Islam memberikan ruang bagi pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi ini.
B. Pokok Masalah
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk intervensi teknologi dalam pemilihan jenis kelamin anak?
2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap penggunaan teknologi dalam pemilihan jenis kelamin ini ?
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan penelitian
a. Mengetahui teknologi pemilihan jenis kelamin anak;.
b. Menemukan dasar hukum bagi pengembangan teknologi rekayasa jenis kelamin.
2. Kegunaannya:
a. Sebagai kontribusi pemikiran dalam khazanah pengetahuan Islam.
b. Sebagai bahan yang berguna bagi penelitian lebih lanjut.
D. Telaah Pustaka
Penelusuran pustaka, sejauh yang dapat dilakukan penyusun, belum ada suatu tulisan yang secara komprehensif membahas masalah ini. Buku yang berkaitan seperti buku Munawar Ahmad Anees, Islam dan Masa Depan Biologis Umat Manusia, yang diterbitkan Mizan, lebih banyak merupakan respon Islam (dalam pandangan penyusunnya) terhadap perkembangan IPTEK yang berpengaruh secara dramatis terhadap kehidupan manusia. Seperti pada manipulasi proses-proses reproduksi manusia, rekayasa genetika dan kemajuan-kemajuan lain dalam bioteknologi. Kemajuan-kemajuan ini telah menantang gagasan-gagasan tradisional mengenai hakikat kehidupan. Pendekatan yang dilakukan oleh pengarang lebih menyudut pada pendekatan historis dan sosial komparatif.[11] Bahan pustaka lain yang didapatkan penulis adalah buku Biologi John Kimball jilid 2 yang didalamnya menjelaskan bagian-bagian alat kelamin laki-laki dan fungsi-fungsi yang ada padanya, seperti bagaimana proses spermatisasi yang dilakukan oleh testis (buah zakar), dan bagaimana aktifitas kelenjar hifofisis dalam membantu merangsang produksi sperma. Dalam buku itu juga dijelaskan fungsi-fungsi alat-alat kelamin perempuan seperti produksi sel telur dalam ovarium, apa yang terjadi ketika sel telur tidak dibuahi dan kemungkinan terjadinya kehamilan dengan adanya kromosom-kromosom yang dikandung dalam alat–alat kelamin tersebut.[12] Selain itu dalam buku Fisiologi Kedokteran karya William F.Ganong yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, bukunya F.J Beernink yang diberi judul Male sex Pre Selection Through Sperm Isolation, banyak mengintrodusir tentang aspek struktur fisiologis manusia dan bagaimana proses reproduksi pada manusia itu berjalan serta menggambarkan bagaimana proses pemilihan jenis kelamin anak ini menjadi begitu memungkinkan.. Dari perspektif keislaman, buku Islam dan Adab Seksual, karya M. Bukhori yang mana pada buku tersebut diberikan penjelasan alat-alat kelamin laki-laki dan perempuan serta fungsi-fungsinya. Serta bagaimana penggunaannya menurut syari’at Islam. Buku, Islam dan Masalah-masalah kemasyarakatan, yang diterbitkan oleh Panjimas yang mana pada penjelasannya mengenai jenis kelamin, majelis Muzakarah menafsirkan bahwa keinginan memiliki anak dengn jenis kelamin tertentu adalah fitrah dan wajar. Kedudukan anak di masyarakat dan bagaimana hasil survei yang diadakan di beberapa daerah mengenai keinginan anak laki-laki atau perempuan sedikit di kaji dalam bukunya Melly G. Tan dan Soeraji, Penduduk dan Perubahan. Beliau menjelaskan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang menginginkan anak dengan jenis kelamin tertentu. Keinginan tersebut bukan tidak beralasan tetapi memiliki landasan yang terkadang bukan atas kehendak mereka namun lebih kepada kepentingan sosial, seperti jika seseorang memiliki anak pertama dengan jenis kelamin laki-laki, maka diharapkan ia mampu menjadi tulang punggung keluarga kelak. Itu adalah harapan orang tua pada umumnya, berbeda dengan masyarakat Minangkabau yang sangat menghormati anak perempuan karena dianggap sebagai penerus garis keturunan.Buku yang lebih memberikan keterangan yang cukup jelas tentang pemilihan jenis kelamin ini adalah buku asil karya Hazel, dalam bukunya yang berjudul Ingin Anak Laki-laki atau Perempuan dijelaskan bahwa ada beberapa teknik yang harus dijalani oleh pasangan suami istri dalam merencanakan jenis kelamin anaknya, namun Hazel lebih menekankan pada waktu berhubungan antara suami dan istri, yaitu jika ingin anak perempuan maka dianjurkan untuk berhubungan satu minggu sebelum masa haid, dan jika ingin anak laki-laki maka dianjurkan berhubungan pada masa ovulasi (masa subur). Percobaan ini telah ia buktikan selama beberapa tahun. Buku tambahan lainnya yang cukup memberikan sedikit gambaran tentang teknologi pemilihan jenis kelamin yaitu buku yang diterbitkan oleh Nexx Media, Let’s Make Babies, yang mana teknologi perencanaan jenis kelamin anak ini merupakan satu tips bagi pasangan yang ingin memiliki anak dengan cara cepat dan hasil yang sesuai dengan keinginan.
Dalam melakukan pengkajian hukum, penyusun mengacu kepada konsep-konsep ushul fiqh seperti yang terdapat dalam buku Us}u>l Fiqh al Islamiyah karya Muhammad Kamal ad-Di>n Imam. Buku Us}u>l Fiqh al-Islami> II karya Amin Abdul Aziz. Buku al-Mas}lahah fi at-Tasyri’I al-Islami> wa Najm ad-Di>n at-Tu>fi karya Mustafa Zaid. Buku Usul Fiqh karya Nasrun Harun. Buku Abu Ishak Ibrahim bin Muhammad as-Syatibi, al-Muwa>faqat fi Us}u>l asy-Syari’ah. Buku Dawa>bit al-Mas}lahah Fi asy-Syari>’ah karya Muhammad Said Ramdan al-Bu>ti. Disamping buku buku tersebut masalah hukum Islam banyak dibahas dalam buku A. Bahruddin dalam buku yang diberi judul pemeliharaan Usu>l al-Khamsah dalam Rangka Mewujudkan Kemaslahatan. Kemudian, Ilmu Ushul Fiqh yang dikarang oleh Prof. DR. H. Rachmat Syafe’i, MA. Buku Rekonstruksi Metodologi Ilmu-Ilmu Keislaman.. Buku Dasar-Dasar Penetapan Hukum Islam yang ditulis oleh Prof. Mukhtar Yahya banyak mengungkapkan metode penetapan hukum Islam terhadap perkembangan-perkembangan sosial budaya yang terjadi di masyarakat.
E. Kerangka Teoritik
Dasar keyakinan ajaran Islam, sebagaimana dipaparkan dalam al-Quran :
و انه خلق الزوجين الذكر والانثي[13]
dan dilanjutkan dengan ayat :
من نطفة اذا تمني[14]
Memberikan dasar bahwa sosok manusia tercipta dari setetes air mani yang dipancarkan. Penemuan bahwa jenis kelamin ditentukan oleh unsur sperma laki laki, setidaknya, memberikan bukti pada pandangan tersebut. Pada ayat lain Allah berfirman :
لله ملك السموات والارض يخلق ما يشاء يهب لمن يشاء اناثا و يهب لمن يشاء الذكور[15]
Keinginan manusia untuk mempunyai anak dengan jenis kelamin tertentu telah dijelaskan dalam ayat tersebut. Allah memberikan anak perempuan kepada siapa yang menginginkan anak perempuan dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang menginginkan anak laki-laki. Inti ayat ini memungkinkan manusia mengatur dalam usaha memperoleh anak laki-laki atau anak perempuan.[16] Penentuan jenis kelamin anak yang dilahirkan merupakan hak mutlak Allah. Upaya manusia hanya merencanakan dalam proses pra kehamilan bukan dalam hasil.
Secara teoritis, dimungkinkannya upaya perencanaan jenis kelamin, dimulai dari penemuan struktur kromosom pada spermatozoa. Dalam keadaan normal, sperma mengandung dua kromosom yang berbeda, yaitu kromosom X pembawa sifat perempuan dan kromosom Y pembawa sifat laki-laki. Berbeda dengan laki-laki, perempuan hanya memiliki dua kromosom yang sama, yakni kromosom X, sehingga sel telurnya akan selalu memiliki kromosom XX sebagai pembawa sifat perempuan.
Para ahli menyimpulkan bahwa penentu jenis kelamin anak adalah unsur kromosom yang ada dalam spermatozoa. Apabila unsur X yang membuahi maka akan menjadi perempuan dan apabila unsur Y yang membuahi ovum maka akan menjadi anak laki-laki. Apabila proses pembuahan terjadi secara alamiah, tanpa campur tangan pihak luar, kemungkinan anak laki-laki atau perempuan memiliki peluang 50 : 50.
Dalam keadaaan normal, perbedaan jumlah spermatozoa berkromosom X atau Y berkisar 40-60 persen. Dalam keadaan tidak normal, kurang dari 40 persen. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya genetika, makanan dan gaya hidup.
Dua sel kromosom X dan Y memiliki karakteristik yang berbeda. Kromosom X memiliki ukuran lebih besar karena memiliki kandungan DNA yang lebih banyak sekitar 2, 8 %. Sehingga pergerakan kromosom X lebih lambat. Sedangkan kromosom Y memiliki ukuran yang lebih ramping sehingga pergerakannya lebih lincah dan dapat mencapai ovum lebih cepat daripada kromosom yang satunya.[17] Perbedaaan lainnya, kromosom X memiliki kemampuan hidup lebih lama daripada kromosom Y.
Perbedaan karakteristik inilah yang dimanfaatkan dalam perekayasaaan jenis kelamin anak. Asumsi yang dibangun pada perencanaan jenis kelamin anak ini adalah: bahwa jenis kelamin anak dapat direncanakan manakala ada rekayasa penyatuan antara unsur kromosom (unsur X atau Y) dengan ovum dimana sebelumnya telah dilakukan pemisahan terlebih dahulu antara unsur (X dan Y), sehingga hanya ada satu unsur sel kromosom yang menyatu dengan ovum.
Penemuan awal metode perencanaan jenis kelamin anak dimulai dengan ditemukannya metode alamiah. Teori ini beranggapan bahwa: perencanaan jenis kelamin ditentukan oleh pertama; posisi hubungan intim : Posisi coitus, yang disyaratkan pada metode ini adalah posisi yang memungkinkan sperma bertahan lebih lama, karena hal ini akan berpengaruh pada proses pembuahan. Terkait dengan posisi coitus ini, ajaran Islam menyatakan bahwa, proses persetubuhan harus dilakukan dengan sopan, tidak menyalahi norma dan dapat diterima oleh pasangan. Dalam al-Qur`an disebutkan:
نسائكم حرث لكم فأتوا حرثكم اني شئتم[18]
Tafsiran anna syi’tum, memiliki dimensi kebebasan untuk melakukan berbagai variasi dalam gaya persetubuhan sejauh itu tidak ada pemaksaan dan dilakukan pada organ reproduksi.[19] Ajaran Islam hanya membatasi bahwa persetubuhan tidak dilakukan melalui jalan belakang (anal seks). Kedua: momen hubungan intim (Timing of coitus). Momen terkait dengan masa kesuburan wanita. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa unsur Y dalam spermatozoa memiliki ukuran lebih ramping, dengan usia yang lebih pendek, sehingga memiliki pergerakan yang cepat dan bisa lebih awal sampai pada sel telur. Jika mengharapkan anak laki-laki maka coitus harus dilakukan pada saat wanita ada dalam masa subur sehingga kemungkinan terjadinya fertilisasi kombinasi XY menjadi lebih besar. Sedangkan apabila menginginkan anak perempuan, coitus harus dilakukan sebelum masa subur. Hal ini dipengaruhi oleh kelambanan unsur X dengan umur yang lebih panjang. Dengan begitu, kemungkinan terjadi fertilasi XX lebih besar.
Menyangkut waktu coitus, ajaran Islam menegaskan:
فاذا تطهرن فأتو هن من حيث امركم الله[20]
Berdasarkan ayat ini, suami istri bebas melakukan hubungan sex kapanpun. Ajaran Islam hanya membatasi bahwa persetubuhan dilarang dilakukan pada masa haid dan nifas. Seperti yang terdapat dalam hadis Aisyah:
من اتى حائضا او امراة في دبرها او كاهنا فصدقه بما يقول فقد كفر بما انزل علي محمد[21]
Ketiga; konsumsi makanan. Para ahli nutrisi memberikan saran bahwa suami istri yang menginginkan anak laki-laki disarankan kepada suaminya untuk banyak mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung banyak protein. Sementara bagi mereka yang mengharapkan anak perempuan disarankan banyak makan sayuran. Faktor makanan ini menjadi begitu penting untuk menjaga kestabilan unsur-unsur tubuh dan kestabilan hormon.
Dalam perspektif hukum Islam, Allah menegaskan:
ياايها الذين امنوا كلوا من طيبات مارزقناكم واشكروا لله ان كنتم اياه تعبدون[22]
Dengan dasar tersebut, maka sejauh makanan yang dikonsumsi oleh suami istri memenuhi unsur halal dan baik, maka hal ini tidak dilarang. Seperti yang terdapat dalam firman Allah :
ا نما حرم عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير ومااهل به لغير الله[23]
Keempat; keadaan pH vagina. Faktor keempat ini didasari oleh sifat kromosom. Suasana di vagina ini yang akan memungkinkan masuknya kromosom X atau Y ke dalam ovum. Menurut penelitian, bila pH nya rendah berarti keadaan vagina asam dan dalam keadaan demikian, yang lebih memungkinkan untuk bertahan hidup adalah kromosom Y. Tetapi apabila keadaan pH-nya tinggi berarti keadaan vagina basa dan yang lebih mungkin hidup dalam keadaan vagina basa adalah kromosom X. Proses pergantian suasana vagina ini dapat dilakukan dengan membasuh vagina dengan air cuka bila menginginkan asam dan membasuhnya dengan soda bila menginginkan basa. Dalam hukum Islam tidak terdapat suatu dalil khusus mengenai mempertahankan keadaan vagina ini sejauh hal tersebut tidak membahayakan. Berdasarkan kerangka ini maka metode alamiah tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam. Perencanaan jenis kelamin anak melalui metode alamiah ini adalah syah dan diperbolehkan.
Penemuan lebih lanjut adalah munculnya kemungkinan untuk memisahkan sel-sel yang terdapat dalam sperma. Ada beberapa teknik yang dapat diterapkan, tekhnik yang dikembangkan O. Steeno menggunakan metode gelfiltrasi sephadex. Dalam prosedur ini sperma yang bergerak dikonsentrasikan dalam satu pecahan. Sperma pembawa kromosom X diisolasikan dalam satu pecahan yang terpisah dengan tingkat kemurnian 90 %. Namun teori ini kurang memadai untuk menciptakan jenis kelamin. Percobaan berikutnya dilakukan oleh Erricson. Dalam penelitiannya Erricson memisahkan unsur sperma dengan cara sentrifugasi. Hampir 70 % dari kromosom Y terkumpul dalam lapisan-lapisan padat. Dengan melihat perbedaan berat, bentuk dan gerak sperma maka dapat dikembangkan teknik pemisahan tersebut, yaitu setelah sperma yang memiliki ciri-ciri bergerak cepat dan memiliki tubuh yang langsing dibandingkan dengan sperma X. Maka jika ingin anak laki-laki yang diperbanyak adalah sperma Y. Dalam riset yang telah dilakukannya, hampir 75 % dari 90 kelahiran adalah laki-laki [24].
Penelitian tentang pemisahan sperma kemudian berkembang dengan ditemukannya teknik biokimia oleh Lizukha Rihachi dari Keio University, Jepang yang kemudian dikenal dengan teknik Elektroforesis yang mampu memisahkan unsur sperma X dan Y dengan menggunakan elektroda positif dan negatif.
Proses penyatuan ini dipermudah dengan ditemukannya teknologi inseminasi buatan yang memungkinkan penyatuan sperma dengan ovum tanpa melalui senggama. Sehingga jenis apa yang akan menyatu dengan ovum dapat lebih terkontrol. [25]
Penemuan tekhnologi kedokteran ini merupakan revolusi yang memungkinkan manusia untuk memenuhi harapannya. Terkait dengan pemanfaatan teknologi dan pengetahuan dalam teknologi pemilihan jenis kelamin pra kehamilan, tidak ada suatu dalil yang menunjuk secara khusus. Dalam persfektif ajaran Islam, pemanfaatan teknologi bukanlah merupakan sesuatu yang diharamkan, bahkan didorong untuk terus dikaji bagi kebahagiaan manusia. Dalam surat ar-Rahman misalnya, manusia didorong untuk mengkaji ayat-ayat kauaniyah.
يامعشر الجن والانس اذااستطعتم أن تنفذوا من أقطار السموات والأرض
فانفذوا لا تنفذون الا بسلطان[26]
Penelitan pemanfaatan teknologi pemilihan jenis kelamin ini, menyangkut dua hal. Pertama; Motivasi yang mendasari pemilihan jenis kelamin. Kedua; proses pemilihan jenis kelamin. Dalam tahapan niat, hukum Islam sangat melarang melakukan pemilihan jenis kelamin dengan landasan kebencian atau perasaan–perasaan negatif lainnya. Apabila niat pemilihan karena adanya pandangan diskriminatif sosial terhadap suatu jenis kelamin maka hal ini sama dengan bentuk kebudayaaan jahiliyah yang membunuh anak perempuannya karena adanya rasa malu, terhina, takut akan kemelaratan (alasan ekonomis) atau tekanan sosial. Karena Allah telah menjelaskan :
ولا تقتلوا اولادكم خشية إملاق نحن نرزقهم واياكم ان قتلهم كان خطأ كبيرا[27]
Penentuan jenis kelamin adalah hak mutlak sang Pencipta. Tidak ada hak bagi manusia untuk menghilangkan hak hidup anak yang lahir, baik dengan cara langsung atau pun cara halus (teknologi kedokteran). Allah-lah yang memiliki kekuasaan untuk mengkaruniai anak laki-laki atau anak perempuan kepada siapa saja yang dikehendakinya, Dengan demikian, maka pemilihan jenis kelamin harus dilandasi dengan motivasi atau niat memberikan kemaslahatan yang lebih luas.
Dalam posisi ini, maka pemilihan jenis kelamin dapat dijalankan manakala ada dasar-dasar kemaslahatan yang mendukung terjaganya jiwa, harta, akal, agama dan keturunan serta mampu memberikan kemanfaatan yang lebih bagi kehidupan umat manusia di dunia maupun akherat.
Pemilihan jenis kelamin anak merupakan upaya dalam menjaga keturunan, yang mana orang tua mampu menentukan jenis kelamin anaknya sehinggga perencanaan masa depan anaknya akan lebih terealisir. Disamping itu, perencanaan jenis kelamin juga akan memberikan manfaat yang lebih bermutu dengan lahirnya anak yang dikehendaki. Pada masyarakat patrilineal, misalnya, dimana anak laki-laki sangat memberikan peranan yang sangat penting pada proses penjagaan kehormatan. Demikian halnya pada masyarakat matrilineal, anak perempuan memiliki nilai lebih. Anak perempuan menjadi begitu berharga karena merupakan penerus garis keturunan, jika tidak memiliki anak perempuan maka garis keturunannya otomatis terputus.[28]
Melihat gambaran kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat erat memegang adat tersebut, maka pemilihan jenis kelamin anak merupakan salah satu alternatif dalam rangka mewujudkan kebutuhan dan keinginan manusia. Dan rekayasa pemilihan jenis kelamin anak mempunyai ruang yang cukup luas dalam memenuhi hajat manusia; dan merupakan salah satu cara menjaga kebahagiaan keluarga.
Pemanfaatan teknologi pemilihan jenis kelamin ini merupakan hal baru, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Secara umum terhadap permaslahan ini berlaku kaidah الاصل في الاشياء الا باحة dengan kaidah ini maka pada dasarnya pemanfaatan teknologi pemilihan jenis kelamin merupakan hal yang mubah, selama proses pemilihan tersebut terjadi atas suami istri yang syah atau dilakukan dengan menggunakan sperma suami dan ovum yang berasal dari istrinya, baik proses penyatuannya dilakukan di dalam maupun di luar. Ke dua-duanya, syah menurut hukum Islam, dengan status anak yang syah pula. Keturunan, walaupun melalui coitus, tetapi terjadi di luar perkawinan tetap dianggap sebagai keturunan yang tidak syah dengan status anak sebagai anak zina, yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh Syari’at Islam.
ولا تقربوا الزنا انه كانت فاحشة و ساء سبيلا[29]
F. Metode Penelitian.
Tujuan dan manfaat penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) . dengan fokus penelitian pada upaya pencarian konsep-konsep, generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan.
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan cara meneliti literatur-literatur baik berupa buku-buku, kitab-kitab, serta yang lainnya yang berhubungan dengan masalah yang sedang dikaji.
b. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu dengan menguraikan bagaimana teknologi pemilihan jenis kelamin baik itu secara alami atau modern dan bagaimana hukum Islam menyikapi perkembangan teknologi ini.
c. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dengan tujuan untuk mendekati masalah dengan melihat kaidah-kaidah yang terdapat dalam fiqh dan usul fiqh.
d. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran literatur, yaitu dengan mengkaji dan menelaah beberapa bahan pustaka yang memiliki relevansi dengan tema bahasan. Adapun yang menjadi acuan primer dalam menyusun skripsi ini adalah beberapa artikel mengenai teknologi pemilihan jenis kelamin,buku Islam dan Masa Depan Biologis Umat Manusia, buku Genetika Manusia, dan buku Ingin anak laki-laki atau perempuan. Sedangkan buku sekundernya adalah buku-buku tentang reproduksi dan kitab-kitab fiqh.
e. Analisis Data
Dalam hal ini data-data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisa. Untuk menganalisa data tersebut digunakan metode deduksi yang dalam hal ini dimaksudkan adalah bagaimana teori mas}lahah mampu menjadi dasar penerapan hukum atas teknologi pemilihan jenis kelamin ini
G. Sistematika Pembahasan
Penguraian penelitian terdiri dari lima bab.
Bab I adalah bab pendahuluan yang menguraikan: Latar Belakang Masalah; Pokok Masalah; Tulisan; Telaah Pustaka; Kerangka Teori; Metode Penelitian dan diakhiri dengan pembahasan Sistematika Pembahasan.
Bab II. Menguraikan pembahasan mengenai; Sistem Reproduksi Manusia. Terdiri dari pembahasan: Pengertian alat reproduksi;Sistem reproduksi laki-laki; sistem reproduksi perempuan; proses fertilasi; Tekhnologi perencanaan jenis kelamin anak dan diakhiri dengan pembahasan Inseminasi buatan. Substansi pembahasan pada bab II ini merupakan pembahasan yang mengkaji tentang fisiologi sistem reproduksi manusia yang akan dijadikan landasan utama pada pembahasan berikutnya. Bab ini menjadi begitu penting untuk melihat sejauh mana dimungkinkannya proses perekayasaan pada sistem reproduksi manusia, yang kemudian dimanfaatkan untuk upaya perencanaan jenis kelamin anak.
Bab III. Membahas tentang: Gambaran Umum Mas}lahah dan Penerapannya dalam Pembentukan Hukum Islam. Bab tiga ini meliputi tiga pembahasan. Pertama terkait dengan mas}lahah; kedua mengenai mas}lahah mursalah; ketiga terkait dengan penerapan qawa>id al-fiqhiyyah dalam pembentukan Hukum Islam. Pembahasan tentang mas}lahah meliputi Dasar penerapan mas}lahah, yang kemudian diuraikan dengan sub pembahasan pengertian mas}lahah; pembagian mas}lahah; dan mas}lahah mursalah. Dalam pembahasan tentang mas}lahah mursalah, penyusun menguraikannya dengan sistematika uraian, pengertian mas}lahah mursalah, kehujjahan mas}lahah mursalah, syarat berhujjah dengan mas}lahah mursalah, dasar hukum mas}lahah mursalah dan diakhiri dengan uraian mengenai mas}lahah mursalah sebagai metode ijtihad. Pembahasan tentang qawa>id al-fiqhiyyah, meliputi: pengertian qawa>id al-fiqhiyyah, sistematika qawa>id al-fiqhiyyah, dan sumber pengambilan qawa>id al-fiqhiyyah, Pembahasan pada bab tiga ini sangat terkait dengan landasan analisa penyusun ketika mencari landasan hukum yang dapat dijadikan sandaran dalam penetapan hukum perekayasaan jenis kelamin anak.
Bab IV adalah pembahasan tentang Analisa terhadap Perencanaan Jenis Kelamin Anak Dalam Persfektif Hukum Islam terdiri dari pembahasan: Landasan Perencanaan Jenis Kelamin Anak dalam Perspektif Hukum Islam dan Tinjauan Hukum Islam terhadap Penggunaan dan Proses Perencanaan Jenis Kelamin Anak.
Bab V Merupakan bab penutup yang terdiri dari pembahasan Kesimpulan dan saran-saran.
[1] Maryam ( 19 ) : 5
[2] Penjelasan Bab I Pasal I UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
[3] Munawar Ahmad Anees, Islam dan Masa depan Biologis Umat Manusia cet ke-4, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 189.
[4] An-Nahl ( 16 ) : 5
[5] Memilih Jenis Kelamin Anak, dalam ,Majalah Ummi, edisi 10/XIII 2002, hlm . 56.
[6] Majalah Ummi , hlm. 56-57.
[7] Indra G. Mansur, Strategi Merencanakan Jenis Kelamin Si Orok, Republika, dalam Kolom Keluarga, 8 April 2001, hlm. 10 .
[8] T.Hermaya, Ensiklopedi Kesehatan cet ke-1 (PT Cipta Adi Pustaka, 1992) hlm.49. lihat juga Majalah Gatra, Rubrik Kesehatan Keluarga Edisi 10/XIII/2002, hlm. 47.
[9] Indra G. Mansur., Strategi Memilih Jenis kelamin, hlm. 10.
[10]Satu.Net.Com/Index.html/wanita/0,5561,0/GUDANG INFORMASI BALITA 29Januari 2004
[11] Munawar Ahmad Anees, Islam dan Masa depan Biologis Umat Manusia cet ke-4, (Bandung: Mizan,1994).
[12] John W Kimball Biologi Jilid II cet ke-5, penerjemah H. Siti Sutarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri ( Jakarta: Penerbit Erlangga, 1983 ).
[13] An-Najm ( 53 ) : 45
[14] An-Najm ( 53 ) : 46
[15] As-Syura ( 42 ) : 49
[16] Majelis Muzakarah Al-Azhar, Islam dan Masalah-Masalah Kemasyarakatan, Panji Masyarakat penyunting Azyumardi Azra, cet ke 1 ( Jakarta : Pustaka Panjimas, 1983 ) hlm. 203.
[17] Satu. Net.Com/Index.html/wanita/0,5561,0/GUDANG INFORMASI BALITA.
[18] Al-Baqarah ( 2 ) : 223
[19] Ali as-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam As-Shabuni, cet I (Suarabaya: PT Bina Ilmu Tunjungan, 1985) hlm. 240.
[20] Al-Baqarah ( 2 ) : 222
[21] Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Kitab Ataharatu wa Sunanuha ( Mesir : Isa Al-Baqi wa Syirkah,1956), I : 340 Hadis no.631 sanad marfu' dari Abi Hurairah
[22] Al-Baqarah ( 2 ) : 172
[23] Al-Baqarah ( 2 ) : 173
[24] F.J Beernink dan Ronald J Ericsson Male Sex Pre-Selection Through Sperm Isolation ( Berkeley University of California Press,1982 ) hlm 38 (4 )
[25] M. Shaheb Tahar, Inseminasi Buatan cet ke-1 (Surabaya: Bina Ilmu, 1987) , hlm .4.
[26] Ar-Rahman ( 55 ) : 33
[27] Al-Isra ( 17 ) : 31
[28] Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia )Meninjau Hukum Adat Minangkabau ) cet ke-1 (Jakarta: Rineka Cipta, 1997) hlm. 124.
[29] Al-Isra ( 17 ) : 32