BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fit}rah manusia sebagai makhluk sosial. Keluarga atau rumah tangga muslim adalah lembaga terpenting dalam kehidupan kaum muslimin umumnya dan manhaj amal Islami> khususnya. Ini semua disebabkan karena peran besar yang dimainkan oleh keluarga, yaitu mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan, pilar penyangga bangunan umat dan perisai penyelamat bagi negara.[1]
Maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa keluarga merupakan pondasi awal dari bangunan masyarakat dan bangsa. Oleh karenanya, keselamatan dan kemurnian rumah tangga adalah faktor penentu bagi keselamatan dan kemurnian masyarakat, serta sebagai penentu kekuatan, kekokohan, dan keselamatan dari bangunan negara. Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa apabila bangunan sebuah rumah tangga hancur maka sebagai konsekuensi logisnya masyarakat serta negara bisa dipastikan juga akan turut hancur.
Kemudian setiap adanya sekumpulan atau sekelompok manusia yang terdiri atas dua individu atau lebih, tidak bisa tidak, pasti dibutuhkan keberadaan seorang pemimpin atau seseorang yang mempunyai wewenang mengatur dan sekaligus membawahi individu lainnya (tetapi bukan berarti seperti keberadaan atasan dan bawahan).
Demikian juga dengan sebuah keluarga, karena yang dinamakan keluarga adalah minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya anak atau anak-anak dan seterusnya.[2] Maka, sudah semestinya di dalam sebuah keluarga juga dibutuhkan adanya seorang pemimpin keluarga yang tugasnya membimbing dan mengarahkan sekaligus mencukupi kebutuhan baik itu kebutuhan yang sifatnya dhohir maupun yang sifatnya bat}iniyah di dalam rumah tangga tersebut supaya terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Di dalam al-Qur’ān disebutkan bahwa suami atau ayahlah yang mempuyai tugas memimipin keluarganya.
ألرّجال قوّامون علىالنّسآء.[3]
Sebagai pemimpin keluarga, seorang suami atau ayah mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak ringan yaitu memimpin keluarganya. Dia adalah orang yang bertanggung jawab terhadap setiap individu dan apa yang berhubungan dengannya dalam keluarga tersebut, baik yang berhubungan dengan jasādiyah, rūhiyah, maupun aqliyahnya.[4] Yang berhubungan dengan jasādiyah atau yang identik dengan kebutuhan lahiriyah antara lain seperti kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal, ataupun yang sifatnya sosial seperti kebutuhan berinteraksi dengan sesamanya dan lain sebagainya. Sedangkan kebutuhan yang berhubungan dengan rūhiyah seperti kebutuhan
beragama, kebutuhan aqidah atau kebutuhan tauhid, dsb. Kemudian selanjutnya adalah kebutuhan yang bersifat aqliyah yaitu kebutuhan akan pendidikan.
Namun dari semua kebutuhan yang tersebut di atas, kebutuhan ru>hiyah lah yang paling penting.[5] Yaitu apa saja yang berhubungan dengan aqi>dah islami>yah. Karena masalah ini berlanjut sampai kehidupan kelak di akherat. Allah SWT berfirman:
يآأيّها ألّذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا.[6]
Selain sebagai seorang suami dan atau ayah yang mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga yang dipimpinnya, laki-laki sebagai seorang muslim juga mempunyai tugas yang tidak kalah pentingya dan merupakan tugas pokok setiap muslim atau mu’min yaitu melakukan amar ma’ru>f nahi> munkar. Sesuai firman-Nya:
ولتكن منكم أمة يدعون الىالخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر.[7]
Perintah untuk amar ma’ru>f nahi> munkar ini di dalam al-Qur’ān disebutkan di beberapa surat, antara lain: Ali Imrān (3): 3 dan 114; al-Nisā’ (4): 114; al-Māidah (5): 63, 78, 79; al-An’ām: 69; al-A’rāf (7): 157, 165, 199; al-Taubah (33): 67, 71, 112; Hūd (11): 116; al-Nahl (16): 90; Maryam (19): 55; al-Hajj (22): 41, 77; an-Nūr (24): 21; Luqmān (31): 17; al-Z|āriyāt (51): 55; al-A’lā (87): 9.
Amar ma’ru>f nahi> munkar diperintahkan untuk dikerjakan di manapun dan kapanpun seorang muslim berada dan kepada siapa saja hal itu perlu dilakukan. Akan tetapi yang paling penting dan utama dilakukan amar ma’ru>f nahi> munkar adalah dimulai dari diri sendiri, keluarga dekat maupun jauh, baru kemudian kepada masyarakat secara umum. Juga dengan cara apapun sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan, misalnya dengan ucapan saja ataukah diperlukan dengan perbuatan.
Karena urgennya mengerjakan amar ma’ru>f nahi> munkar ini, oleh beberapa orang yang merasa perlu mengajak orang-orang yang se-ide dengan mereka untuk membuat wadah atau perkumpulan (karena mereka tidak mau disebut sebagai organisasi, red) yang khusus mewadahi kegiatan mereka tersebut yaitu berupa dakwah atau tablig. Untuk masa sekarang ini telah banyak kelompok-kelompok atau jama’ah muslim yang memfokuskan diri bekerja di sektor dakwah dan salah satunya yang cukup besar menamakan dirinya dengan Jama>’ah Tablig.[8]
Di dalam tulisan ini penyusun hanya memfokuskan pembahasan pada Jama>’ah Tablig (yang selanjutnya disebut dengan JT) dengan alasan bahwa JT yang mempunyai aliran sufiyah ini mempunyai model dakwah yang cukup menarik yaitu di samping mempunyai koordinasi yang bagus antar anggotanya juga yang terpenting adalah para anggotanya mempunyai semangat kemandirian yang tinggi, yaitu dengan mengandalkan biaya sendiri dan meluangkan waktunya untuk bertabligh ke berbagai penjuru desa, kota bahkan manca negara dalam jangka waktu tertentu antara 3-40 hari, 4-7 bulan bahkan setahun yang mereka biasa menyebutnya dengan khurūj fi sabilillah.[9] Itu semua dilakukan mereka dengan meninggalkan keluarganya dan semua kesibukan yang sifatnya duniawi.
Alasan selanjutnya kenapa penyusun memilih JT adalah karena JT yang didirikan oleh Maulana Muhammad Ilya>s[10] ini berupaya untuk mewujudkan ajaran Islam secara konsisten sesuai dengan ajaran dan yang dilakukan oleh Nabi SAW pada masa itu. Sehingga kadang-kadang apa yang dilakukan oleh mereka (anggota JT) tidak sesuai lagi dengan zamannya terutama masalah yang berhubungan dengan keseimbangan hak dan kewajiban di dalam rumah tangga.
Maulana Muhammad Ilya>s berpendapat setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan harus mengikuti jejak langkah Nabi SAW. Jadi mesti menyeru manusia ke jalan Allah, kapan saja ada kesempatan untuk melakukan hal tersebut di hadapannya. Menyeru manusia ke jalan yang benar mestilah dijadikan tugas dalam kehidupannya.[11] Maka sudah sepantasnya kalau mengaku sebagai umat Muhammad saw harus meneruskan tugas Beliau ber-amar ma’ru>f nahi> munkar yang komplit.
Untuk melaksanakan dakwah, Maulana Muhammad Ilya>s berpendapat diperlukan upaya khurūj, yaitu keluar rumah meninggalkan segala kesibukan duniawi dengan jangka waktu tertentu untuk meningkatkan keagamaannya dan ta’lim. Dengan demikian berdakwah dengan cara berkeliling (jaulah) merupakan sebuah keharusan, karena itu berarti tugas dakwah merupakan tugas setiap umat Islam secara individual, bukan diserahkan kepada institusi atau lembaga yang bergerak di bidang dakwah saja.
Amalan jaulah merupakan tulang punggung dalam menjalankan tugas-tugas jama’ah.[12] Jika amalan ini benar dan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh jama’ah niscaya amalan ini diterima oleh Allah SWT. Demikian juga Allah juga akan menerima amalan dakwah yang dilakukan oleh manusia. Jika Allah menerima dakwah seseorang, niscaya Allah juga akan menerima doa manusia sehingga Dia akan menurunkan hidayah-Nya.
Demikianlah pentingnya tanggung jawab seorang muslim terhadap kehidupannya di dunia sebagai hamba Allah yang dipercaya memikul predikat khali>fah fî> al-ard}. Dalam beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawabnya terhadap keluarganya dan tanggung jawabnya sebagai muslim yang konsekuen terhadap perintah agamanya (di jalan Allah). Bagaimanakah sebenarnya konsep bentuk keluarga sakinah menurut mereka (JT) dalam menyikapi situasi dan kondisi yang mereka hadapi dan yang mereka kerjakan, serta bagaimana konsep tersebut jika dilihat dari sudut pandang hukum Islam. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang melatarbelakangi penyusun untuk membahasnya dalam sebuah karya tulis.
B. Pokok Masalah
Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diidentifikasikan pokok permasalahan yang perlu dibahas lebih lanjut, antara lain:
1. Bagaimana konsep keluarga sakinah menurut Jama>’ah tablig.
2. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai konsep keluarga sakinah Jama>’ah tablig tersebut.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dengan memperhatikan latar belakang masalah dan pokok masalah tersebut di atas, maka tujuan dari pembahasan skripsi ini adalah:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis konsep keluarga sakinah menurut Jama>’ah Tablig.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis pandangan hukum hukum Islam mengenai konsep keluarga sakinah menurut JT.
Adapun kegunaan dari pembahasan skripsi ini adalah:
1. Terjawabnya persoalan yang berkenaan dengan konsep keluarga sakinah menurut jama’ah tabligh serta pandangan hukum Islam mengenai konsep tersebut.
2. Sebagai kontribusi pemikiran baru dalam ilmu pengetahuan, khususnya yang berkenaan dengan konsep keluarga sakinah.
D. Telaah Pustaka
Kesimpulan awal yang dapat penyusun temukan dalam telaah pustaka adalah bahwasanya konsep keluarga sakinah yang JT bangun secara substansial tidak begitu berbeda dengan bentuk konsep keluarga sakinah yang ada pada hukum Islam yaitu membentuk rumah tangga yang bernafaskan Islam, yang mawaddah wa rahmah. Hanya pada poin-poin tertentu JT memberi penekanan yang lebih dalam pelaksanaannya, seperti hal-hal yang menyangkut tentang hak dan kewajiban atau peran suami-istri di dalam rumah tangga yang menurut pengamatan penyusun cenderung bias gender. Selain itu seringkali ajarannya terasa kaku karena mereka tidak mau menerima interpretasi dan penyesuaian terhadap kondisi dan zaman dalam memahami teks-teks yang ada.[13]
Ada beberapa buku maupun karya tulis lainnya yang penyusun temukan yang juga membicarakan ruang lingkup keluarga sakinah seperti buku yang ditulis oleh Drs. Hasan Basri berjudul: Keluarga Sakinah; Tinjauan Psikologi dan Agama.[14] Buku ini mengupas tentang apa itu arti dari pernikahan yang mencakup persiapan yang harus dilakukan dari segi psikologi, juga bagaimana Islam memposisikan seks dalam keluarga, dan lain sebagainya. Buku yang lainnya adalah buku yang ditulis oleh Ahmad Azhar Basyir dan Fauzi Rahman yang berjudul Keluarga Sakinah Keluarga Surgawi.[15] Sebagaimana judulnya, buku ini mengupas tentang apa itu keluarga sakinah menurut ajaran Islam dan problematikanya rumah tangga beserta solusinya, juga buku yang berjudul Hak dan Kewajiban Suami Istri; Pedoman Membina Keluarga Sakinah.[16] Buku ini adalah hasil terjemahan dari kitab ‘Uqudullujain karangan Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani yang isinya hanyalah hadis-hadis yang berbicara tentang kewajiban suami dan istri.
Buku yang lainnya yang juga membicarakan tentang bentuk keluarga ideal adalah buku yang berjudul Merawat Mahligai Rumah Tangga;[17] karangan Nad}i>rah Mujab, Rumah Tangga Muslim;[18] karangan Maimunah Hasan, dan Membimbing Istri Mendampingi Suami,[19] karangan Fuad Kauma dan Drs. Nipan. Semua buku tersebut di atas berbicara tentang tuntunan bagaimana membentuk rumah tangga yang Islami, bahagia, sejahtera, mawaddah warahmah di bawah ridho Ilahi. Dan buku-buku lainnya yang senada dengan buku-buku tersebut di atas yang mana dari semua buku-buku tersebut hanya membahas konsep keluarga sakinah secara umum (tidak pada kelompok tertentu).
Sejauh pengetahuan penyusun, belum ada studi yang secara spesifik membahas masalah konsep keluarga sakinah menurut Jama>’ah Tablig ini. Sedangkan tulisan yang telah ada baik yang ditulis oleh orang-orang JT sendiri maupun orang-orang selain anggota JT hanyalah pembahasan yang sepotong-potong atau sifatnya parsial. Artinya buku-buku yang telah ada hanya membahas satu bagian saja (dari apa yang ada pada JT) dari beberapa bagian yang ada seperti buku-buku yang telah penyusun sebutkan di atas. Sebenarnya telah dilakukan penelitian oleh mahasiswa pasca sarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tentang Metode Dakwah Jama>’ah Tablig. Akan tetapi hanya membicarakan tentang metode dakwahnya saja dan tidak menyinggung sama sekali tentang konsep keluarga sakinah menurut JT ini. Selain itu juga telah ada beberapa karya tulis (skripsi) yang membahas tentang konsep keluarga sakinah akan tetapi pembahasannya dikhususkan pada kitab Ihya’ Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali dan menurut prof. Dr. Hamka. Melihat dari judulnya sudah jelas dua skripsi ini tidak menyinggung sama sekalie tentang konsep keluarga sakinah menurut JT.
E. Kerangka Teoretik
Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Sebagaimana firman-Nya:
هوالّذى جعلكم خلآئف فىالأرض[20]
Dengan demikian manusia mempunyai tugas yang tidak ringan di muka bumi ini, yaitu mentaati perintah-Nya di dalam kehidupannya sebagaimana aturan yang telah ditetapkan oleh-Nya di dalam kitābullah, serta menjauhi semua semua yang larangan-Nya. Karena manusia diciptakan kewajibannya yang utama adalah untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya.
وماخلقت الجنّ و ا لإنس إلاّليعبدون[21]
Di dalam al-Qur’ān disebutkan bahwa salah satu perintah Allah adalah menikah, sebagaimana firman-Nya di dalam al-Qur’a>n:
وأنكحواالأيمى منكم والصّالحين من عبادكم وإمائكم.[22]
Selain itu, al-Qur’ān juga menyebutkan tujuan dari menikah yaitu antara lain adalah supaya memperoleh ketenangan dan membina keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang, disamping untuk memenuhi kebutuhan seksual dan memperoleh keturunan.
ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنواإليها وجعل بينكم مودّة ورحمة.[23]
Menurut ajaran Islam membentuk keluarga Islami> merupakan kebahagiaan dunia akherat. Kepuasan dan ketenangan jiwa akan tercermin dalam kondisi keluarga yang damai, tenteram, tidak penuh gejolak. Bentuk keluarga seperti enilah yang dinamakan keluarga sakinah. Keluarga demikian ini akan dapat tercipta apabila dalam kehidupan sehari-harinya seluruh kegiatan dan perilaku yang terjadi di dalamnya diwarnai dan didasarkan dengan ajaran agama.
Lebih lanjut diperjelas oleh Nabi SAW di dalam hadisnya bahwa di dalam keluarga sakinah terjalin hubungan suami-istri yang serasi dan seimbang, tersalurkan nafsu seksual dengan baik di jalan yang diridhoi Allah SWT, terdidiknya anak-anak yang shaleh dan shalihah, terpenuhi kebutuhan lahir, bathin, terjalin hubungan persaudaraan yang akrab antara keluarga besar dari pihak suami dan dari pihak istri, dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik, dapat menjalin hubungan yang mesra dengan tetangga, dan dapat hidup bermasyarakat dan bernegara secara baik pula.[24] Seperti hadis yang disampaikan oleh Anas ra. Bahwasanya ketika Allah menghendaki suatu keluarga menjadi individu yang mengerti dan memahami agama, yang lebih tua menyayangi yang lebih kecil dan sebaliknya, memberi rezeki yang berkecukupan di dalam hidup mereka, tercapai setiap keinginannya, dan menghindarkan mereka dari segala cobaan, maka terciptalah sebuah keluarga yang dinamakan sakinah, mawaddah, warahmah[25]
Itulah antara lain komponen-komponen dari bangunan keluarga sakinah. Antara yang satu dengan lainnya saling melengkapi dan menyempurnakan. Jadi apabila tidak terpenuhi salah satunya yang terjadi adalah ketidakharmonisan dan ketimpangan di dalam kehidupan rumah tangga. Contoh kasus, sebuah rumah tangga yang oleh Allah diberikan kecukupan materinya akan tetapi hubungan antar anggota keluarganya tidak terbina dengan baik, artinya tidak ada rasa saling menghormati dan pengertian antara yang satu dengan yang lainnya, yang tua tidak menyayangi yang lebih muda dan yang muda tidak mau menghormati yang lebih tua, maka yang terjadi adalah diskomunikasi dan ketidakharmonisan rumah tangga.keluarga yang seperti ini tidak bisa disebut keluarga sakinah.
Begitupun sebaliknya, sebuah keluarga yang kekurangan materi atau finansialnya maka yang terjadi adalah percekcokan dan perselisihan yang mengakibatkan tidak tenteramnya kehidupan keluarga. Meskipun tidak semua keluarga yang kekurangan materi akan mengalami hal tersebut, namun itu hanya sedikit sekali terjadi di kehidupan sekarang ini. Sebab manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya materi.
Namun dari semua itu perlu diingat bahwa ada sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan penentu baik tidaknya kehidupan keluarga, yaitu tiada lain adalah suami dan istri itu sendiri. Karena merekalah pelaku utama di dalam rumah tangga. Seperti disebutkan di atas bahwa salah satu komponen keluarga sakinah adalah keseimbangan hubungan suami-istri.
Di dalam rumah tangga memang suami lah yang mempunyai peran sebagai kepala dan pemimpin keluarga. Akan tetapi perlu diingat bahwa istri lah yang menjadi tuan rumah. Jadi sudah sewajarnya kalau seorang suami memberi penghargaan lebih kepada istrinya dan tidak memposisikannya sebagai nomor dua, sehingga pola hubungan yang tercipta antara keduanya seperti halnya seorang partner dan bukan sebagaimana antara tuan dan majikan. Mengenai kewajiban suami untuk berbuat baik kepada istri,Allah sendiri telah berfirman:
وعاشروهنّ بالمعروف.[26]
Memang sebenarnya kewajiban berbuat baik tidak hanya antar suami dan istri saja. Di dalam al-Qur’ān kewajiban itu untuk siapa saja. Oleh karenanya, sebagai umat Islam yang baik kita dianjurkan untuk nasehat-menasehati dimulai dari orang yang paling dekat hubungannya dengan kita sampai kepada siapa saja yang perlu untuk itu.
وبالوالوالدين احسانا وبذىالقربى واليتمى والمساكين والجارذىالقربى والجارالجنب والصّاحب بالجنب وابن السّبيل وماملكت ايمانكم.[27]
Demikianlah bentuk keluarga yang sempurna di dalam Islam, yang semua hal didasarkan pada bimbingan al-Qur’ān dan as-Sunnah.
F. Metode Penelitian
Mengenai pembahasan dalam skripsi ini, penyusun menggunakan metode sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh penyusun adalah penelitian kepustakaan (library research). Yaitu penelitian yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur atau sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan pokok bahasan (penelitian yang difokuskan kepada bahan-bahan pustaka).[28] Kalau melihat objek penelitian yaitu JT, dimana komunitas ini keberadaanya masih ada dan mudah ditemukan, maka seharusnya dan lebih baik skripsi ini menggunakan jenis penelitian yang sifatnya studi lapangan atau field research. Akan tetapi karena kendala teknis, yaitu ketidakterbukaan orang-orang JT terhadap lawan jenis, maka skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitik. Yaitu penyusun berusaha untuk menjelaskan keadaan atau hipotesa-hipotesa yang telah ada dengan tujuan menemukan fakta (fact finding) dengan diikuti oleh analisis yang memadai sebagai usaha untuk mencari problem solving. Maka penelitian ini berusaha untuk menjelaskan bagaimana konsep keluarga sakinah menurut Jama’ah tabligh, selanjutnya dianalisa dengan konsep keluarga sakinah menurut hukum Islam untuk dicari titik temunya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sebagai sebuah penelitian pustaka, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menelusuri sumber-sumber data atau pustaka terutama hasil tulisan, cetakan, dan atau terbitan dari anggota Jama’ah tabligh sendiri.[29].
Selain itu, untuk mendukung keakuratan data, penyusun juga melakukan wawancara terhadap nara sumber yang dalam hal ini adalah para anggota Jama’ah tabligh.
4. Sumber Data
Ada dua sumber data yang penyusun gunakan, yaitu sumber primer dan sumber skunder. Sumber primer berasal dari tulisan-tulisan para anggota JT sendiri, juga hasil wawancara dengan anggota JT. Tulisan tersebut antara lain seperti buku Lelaki Shalih 2; Mu’āmalah, Mu’āsyarah, & Akhlak. Juga Fadhilah Wanita Shalihah, dan Petunjuk Sunnah dan Adab Kehidupan Sehari-hari Lengkap. Ketiga buku tersebut hasil tulisan dari A. Abdurrahman Ahmad. Selain itu juga ada buku hasil terjemahan dari Kitab Uqūd al-Lujain karangan Al-Nawawi Al-Bantani yang diberi judul Hak dan Kewajiban Suami-Istri; (pedoman Membina Keluarga Sakinah). Buku lainnya adalah hasil tulisan dari Maulana Musa Ahmad Olgar berjudul Mendidik Anak Secara Islami, serta buku tulisan Wan Muh}ammad bin Muh}ammad Ali yang diberi judul Al-Hijāb.
Sedangkan sumber-sumber lain yang bukan tulisan dan atau terbitan Jama’ah tabligh antara lain bukunya Drs. Hasan Basri yang berjudul: Keluarga Sakinah; Tinjauan Psikologi dan Agama, bukunya Fuad Kauma dan Drs. Nipan yang berjudul: Membimbing Istri Mendampingi Suami, tulisannya Maimunah Hasan yang berjudul: Rumah Tangga Muslim, dan bukunya Nadhirah Mujab: Merawat Mahligai Rumah Tangga, serta beberapa kepustakaan pendukung lainnya.
Sedangkan sumber skunder berasal dari berbagai sumber yang memuat informasi dan data kajian.
5. Analisis Data
Dalam menganalisa data yang telah dihimpun, penyusun menggunakan dua metode, yaitu:
a. Analisa Deduktif
Merupakan analisa data dengan cara menerangkan beberapa data yang bersifat umum untuk kemudian diambil kesimpulan khusus darinya.[30] Dalam konteks ini, akan dideskripsikan tentang konsep keluarga sakinah secara umum untuk kemudian diarahkan secara khusus kepada pembahasan.
b. Analisa Induktif
Yaitu analisa data dengan cara mempelajari arah penalaran dari sejumlah hal yang khusus untuk dibawa pada suatu kesimpulan yang umum. Dengan metode ini, penyusun berusaha mempelajari dan menganalisis beberapa pemikiran anggota JT mengenai konsep keluarga sakinah menurut mereka untuk kemudian dibangun satu sintesis yang berupa kesimpulan konseptional yang bersifat umum.[31]
6. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan normatif. Maksudnya adalah melalui pendekatan ini penyusun ingin mengetahui bagaimana nas-nas (al-Qur’ān dan al-Hadis) berbicara tentang hukum keluarga terutama mengenai bentuk keluarga ideal atau keluarga sakinah.
G. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam skripsi ini bisa sistematis dan terarah dengan baik, maka disusun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab Pertama adalah pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teoretik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Untuk memberikan gambaran awal tentang konsep keluarga sakinah, maka dalam Bab kedua diuraikan tinjauan umum tentang konsep keluarga sakinah menurut hukum Islam, yaitu terdiri atas beberapa sub bab, antara lain: pengertian keluarga sakinah beserta dasar hukumnya. Selanjutnya proses terbentuknya keluarga sakinah, yaitu mencakup hal-hal yang harus diupayakan pada masa pra nikah dan pasca nikah, dan kemudian tentang ciri-ciri keluarga sakinah. Hal ini sangat penting karena bab ini merupakan pijakan awal untuk mengenal secara objektik objek yang dikaji serta sebagai alat analisa atas bab selanjutnya.
Bab ketiga tentang konsep keluarga sakinah menurut Jama>’ah Tablig. Sebelum dijelaskan lebih jauh tentang konsep keluarga sakinah tersebut, sekiranya perlu penyusun gambarkan terlebih dahulu bagaimana profil dari Jama’ah tabligh itu sendiri dilihat dari sudut pandang dakwahnya. Maka pada bab ini tersusun beberapa sub-bab antara lain: gambaran umum tentang JT yang terdiri atas: biografi pendiri JT dan faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya, kemudian prinsip dan tujuan dibentuknya, serta metode dakwahnya. Setelah itu baru pada sub bab selanjutnya diurai tentang pengertian dan dasar hukum keluarga sakinah, upaya membentuk keluarga sakinah, serta ciri-ciri dari keluarga sakinah. Pembahasan ini sangat penting karena bagaimanapun juga untuk memahami sebuah hasil pemikiran seseorang atau suatu kelompok yang dalam hal ini adalah JT, maka paradigma dan karakteristik yang melingkupi mereka itu sangat penting artinya untuk diketahui. Karena bagaimanapun yang namanya manusia sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial budaya yang melingkupinya.
Kemudian Bab keempat merupakan bab analisis terhadap konsep keluarga sakinah menurut JT ditinjau dari hukum Islam.. Dalam bab ini, penyusun memfokuskan analisa pada proses terbentuknya keluarga sakinah beserta ciri-cirinya. Karena masalah inilah, menurut hemat penyusun, ada beberapa hal yang pantas untuk dicermati.
Bab kelima adalah bab penutup yang merupakan bab terakhir, berisi tentang kesimpulan dan saran.
[1] Must}afa Masyhur, Qudwah di jalan Dakwah, terjemah oleh Ali Hasan, (Jakarta: Citra Islami Press, 1999), hlm. 71.
[2] Maimunah Hasan, Rumah Tangga Muslim (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001), hlm. 7.
[3] An-Nisā’ (4): 34.
[4] Must}afa Masyhur, Qudwah di Jalan, hlm. 73.
[5] Ibid., hlm. 50.
[6] Al-Tahrim (66): 6.
[7] Ali Imrān (3): 104.
[8] Husein bin Muhsin bin Ali Jabir, Membentuk Jama’atul Muslimin, alih bahasa oleh Supriyanto (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hlm. 223.
[9] Muhammad Qowim dkk, Model Dakwah Jama>’ah Tablig, Laporan Penelitian Kelompok Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Yogyakarta: Perpustakaan Pasca Sarjana, 2002), hlm. 10.
[10] Musthafa Hasan, Menyingkap Tabir Kesalahfahaman Terhadap Jama>’ah Tablig (Yogyakarta: Ash-Shaff,1997), hlm. 6.
[11] Muhammad Qowim dkk, Model Dakwah, hlm. 10.
[12] Furqon Ahmad Anshari, Pedoman Bertablig Bagi Umat Islam, ed. Supriyanto Abdullah, (Yogyakarta: Ash-Shaff, 2000), hlm. 37.
[13] Muhammad Qawim dkk, Metode Dakwah Jama’ah Tabligh, hlm. 7.
[14] Hasan Basri, Keluarga Sakinah; Tinjauan Psikologi dan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995).
[15] A. Azhar Basyir dan Fauzi Rahman, Keluarga Sakinah Keluarga Surgawi (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1999).
[16] Nawawi al-Bantani, Hak dan Kewajiban Suami Istri(Pedoman Membina Keluarga Sakinah), terj. Masrokhan Ahmad, cet II (Yogyakarta: Ash-Shaff, 2000).
[17] Nadhirah Mujab, Merawat Mahligai Rumah Tangga (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000).
[18] Maimunah Hasan, Rumah Tangga Muslim (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001).
[19] Fuad Kauma dan Drs. Nipan, Membimbing Istri Mendampingi Suami (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003).
[20] Al-Fāt}ir (35): 39.
[21] Al-Z}ariyat (51) : 56.
[22] An-Nur (24): 33.
[24] Fuad Kauma dan Nipan, Membimbing Istri, hlm. 8.
[25] عن أنس ر.ع. إذا أرادالله بأهل بيت فقّههم فىالدّين ووقّر صغيرهم كبيرهم ورزقهم الرّزق فى معيشتهم والقصد فى نفقاتهم وبصّرهم عيوبهم فيتوامنها وإذا أرادبهم غير ذالك تركهم هملا.
[26] An-Nisā’ (4): 19.
[27] An-Nisā’ (4): 36.
[28] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2000), hlm. 212.
[29] Jama’ah tabligh sebagai sebuah perkumpulan besar telah memiliki beberapa penerbitan yang hanya menerbitkan buku-buku yang ditulis oleh anggotanya sendiri, baik itu yang ditulis oleh anggotanya yang di Indonesia maupun yang berada di luar negeri, atau tulisan-tulisan ulama lainnya yang dianggap cocok dengan keyakinan mereka, seperti penerbit Ash-Shaff yang ada di Yogyakarta dan Pustaka Nabawi Cirebon.
[30] Cholid N dan H. Abu A, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 19.
[31] Anton Bakhtiar dan Ahmad Zubaker, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1997). hlm. 62.