BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul.
Untuk menghilangkan salah pengertian dalam memahami maksud judul skripsi ini, yaitu KONSEP DAKWAH MENURUT JALALUDDIN RAKHMAT, terlebih dahulu akan penulis uraikan beberapa istilah pokok yang terkandung dalam judul tersebut. Hal ini selain dimaksudkan untuk lebih mempermudah pemahaman, sekaligus juga untuk mengarahkan pada pengertian yang jelas sesuai dengan yang dikehendaki penulis.
Adapun istilah-istilah yang perlu dijelaskan di sini adalah:
1. Konsep
Konsep berasal dari bahasa Inggris concept yang berarti pengertian atau ide yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit,[1] juga berarti ide umum, pengertian, pemikiran, rancangan dan rencana dasar.2 Pengertian lain dari konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang di rumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.3
Konsep yang dimaksud dalam skripsi ini adalah pengertian, gambaran,dan ide dakwah menurut Jalaluddin Rakhmat.
2. Dakwah
Dalam hal ini dakwah dapat diartikan sebagai seruan, ajakan, dan panggilan.4 Dapat pula diartikan mengajak, menyeru, memanggil dengan lisan ataupun dengan tingkah laku atau perbuatan nyata.5 Atau lebih tegasnya bahwa dakwah adalah proses penyampaian ajaran Islam dari seseorang kepada orang lain, baik secara individu maupun secara kelompok. Penyampaian ajaran tersebut dapat berupa perintah untuk melakukan kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang dibenci oleh Allah dan Rasulnya (amr ma’ruf nahy al-munkar). Usaha dakwah hendaknya dilakukan secara sadar dengan tujuan untuk terbentuknya individu dan keluarga yang bahagia (khayr al-usrah) dan masyarakat atau umat yang terbaik (khayr al-ummah) dengan cara taat menjalankan ajaran Islam yang bisa dilakukan melalui bahasa lisan, tulisan, maupun perbuatan/ keteladanan.6
3. Jalaluddin Rakhmat
Jalaluddin Rakhmat atau lebih akrab disapa dengan panggilan Kang Jalal adalah satu di antara cendikiawan Muslim Indonesia yang memiliki komitmen dengan dunia dakwah. Ia seorang doktor di bidang politik dari Australian National University (ANU), Canberra, namun sehari-hari dikenal oleh masyarakat luas sebagai mubaligh atau ustad dan ahli komunikasi dibanding sebagai ahli politik atau politisi. Ia lebih memilih menjadi seorang penyeru kebaikan ketimbang terjun ke dunia politik. Ini dilakukan karena dakwah sudah menjadi cita-cita dan pilihan hidupnya, mengingat ayahnya juga seorang ajengan atau kiai di kampungnya.7
Sebagai seorang mubaligh, Jalaluddin Rakhmat bisa disebut sebagai “dai plus” atau “dai yang lengkap”, karena ia memiliki kemampuan bahasa yang lengkap, yakni bahasa tulis dan lisan yang sama-sama baik. Ia mampu mengartikulasikan pesan-pesan dakwah melalui lisan di hadapan para audiensnya maupun melalui tulisan-tulisan yang dipublikasikan lewat buku, koran dan majalah. Selain itu Jalaluddin Rakhmat bukan saja memiliki pemahaman ilmu-ilmu keIslaman yang baik seperti al-Qur’an, hadis, fiqih, dan tarikh, tetapi juga memiliki keahlian dalam ilmu komunikasi, psikologi, sosiologi, dan politik. Ia juga memiliki kemampuan dalam berbahasa Arab, Inggris, Prancis, Persia, Belanda dengan baik, di samping bahasa Sunda, Indonesia, dan Jawa.8
Berbekal kemampuan yang dimilikinya itulah yang membuat Jalaluddin Rakhmat dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya mudah dicerna dan diikuti para audien. Selain itu, buku-bukunya pun banyak dibaca dan diminati orang, mulai dari kalangan mahasiswa sampai masyarakat umum.
Berdasarkan definisi-definisi konsep tersebut di atas, maka dapat disebutkan bahwa maksud judul skripsi ini adalah untuk mengetahui gagasan, ide, pemikiran dakwah baik dalam hal pengertian dakwah, metode dan pendekatan dakwah, materi dakwah, serta aplikasi dakwah pada masyarakat menurut Jalaluddin Rakhmat.
B. Latar Belakang Masalah
Dakwah merupakan suatu aktivitas seorang Muslim untuk menyebarkan ajaran Islam ke muka bumi yang penyampaiannya diwajibkan kepada setiap Muslim, yang mukalaf sesuai dengan kadar kemampuannya.
Sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an,Surat Ali-Imran: 104 sbb:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ {104}
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung.”9
Dakwah merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan umat beragama. Dalam ajaran agama Islam, ia merupakan suatu kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknya, yang berisi seruan kepada keinsyafan, atau mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.10 Perwujudan dakwah bukan sekadar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas.
Sukses atau tidaknya suatu dakwah bukanlah diukur lewat gelak tawa atau tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengan ratap tangis mereka. Sukses tersebut diukur lewat, antara lain pada bekas (atsar) yang ditinggalkan dalam benak pendengarnya atau kesan yang terdapat dalam jiwa, yang kemudian tercermin dalam semua tingkah laku objek dakwah.
Tujuan dakwah adalah mengubah tingkah laku manusia, dari tingkah laku yang negatif ke tingkah laku yang positif. Karena tingkah laku manusia bersumber dari na’fs (jiwanya), maka dakwah yang efektif adalah dakwah yang bisa diterima nafs, yakni dakwah yang sesuai dengan hati atau jiwa. Sebagai seorang juru dakwah hendaklah dapat memahami kondisi yang menjadi objek dakwahnya. Ia harus mampu melihat persoalan-persoalan dengan lebih teliti dan mampu untuk memberikan solusi yang yang terbaik dalam setiap permasalahan. Oleh karena itu, persoalan dakwah tidak bisa terlepas dengan persoalan realita yang terjadi dalam masyarakat, karena tidak selamanya proses dakwah akan berjalan sesuai dengan yang diinginkan sehingga diperlukan perencanaan yang baik sebagai sarana agar pesan-pesan dakwah atau tujuan dari dakwah itu sendiri bisa diterima oleh umat manusia.
Islam sebagai agama dakwah mewajibkan setiap pemeluknya untuk berdakwah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Lebih jelasnya setiap anak Adam yang beragama Islam (muslim) tak terkecuali, sesungguhnya adalah juru dakwah yang mengemban tugas untuk menjadi teladan moral di tengah masyarakat yang kompleks dengan persoalan-persoalan kehidupan. Tugas dakwah yang demikian berat dan luhur itu mencakup pada dua aspek yaitu amar ma’ruf dan nahi munkar (mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran). Oleh karena itu untuk tujuan tersebut perlu disiapkan mental-mental yang kuat sehingga kalau setiap Muslim memahami dan melaksanakan tugas luhur tersebut, maka seyogyanya kehidupan di alam ini akan berjalan dengan tertib. Dalam buku Agama dan Analisis Sosial, Roland Roberston mengatakan bahwa agama adalah benteng moralitas bagi umat, karena lewat agama diatur bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia dan antar umat manusia dengan Tuhanya.11 Seperti juga dalam agama Islam, agama adalah petunjuk bagi manusia agar manusia senantiasa terkontrol dalam tingkah laku yang luhur, saling menghormati, memahami, mengasihi, dan mencintai kehidupan sesama.
Dakwah secara khas dibedakan dari bentuk komunikasi lainnya, khususnya pada cara dan tujuan yang akan dicapai, yaitu secara persuasif dan mengharapkan terjadinya perubahan atau pembentukan sikap dan prilaku yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Dapat pula dibedakan dari segi komunikatornya (secara umum setiap muslim, secara khusus para ulama), dari segi pesan dakwah (bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits), dari segi cara atau approach-nya (hikmah, kasih sayang persuasif) dan dari segi tujuannya (melaksanakan ajaran Islam, bagi kaum muslim), sehingga esensi dari dakwah Islam itu sendiri adalah, tindakan membangun kualitas kehidupan manusia secara utuh.12
Cukup banyak metode yang telah dikemukakan dan dipraktekkan oleh para da’i dalam menyampaikan dakwah, seperti ceramah, diskusi, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya. Semuanya dapat diterapkan sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Tetapi harus digaris bawahi bahwa metode yang baik sekalipun tidak menjamin hal yang baik secara otomatis, karena metode bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan. Akan tetapi, keberhasilan dakwah ditunjang dengan seperangkat syarat, baik dari pribadi da’i, materi, cara yang digunakan, subjek dakwah, ataupun yang lainya.13
Oleh karena itu sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin pesat ini, kegiatan dakwah memerlukan sebuah strategi yang jitu dan konsep yang jelas. Melalui skripsi ini, penulis berusaha untuk menemukan atau paling tidak mengungkapkan konsep dakwah menurut Jalaluddin Rakhmat. Bagi Jalal, semakin berkembangnya pola hidup manusia saat ini telah menyebabkan manusia disibukkan dengan tanggung jawab terhadap dirinya dan melupakan tanggung jawabnya kepada keluarga, kaum, atau kampung halamannya.14 Lebih lanjut, Jalal mengatakan bahwa konsep dakwah idealnya adalah dakwah yang tidak menyempitkan cakrawala umat dalam pemahaman keagamaan dan kedudukan sosial dalam masyarakat.
Dakwah yang diperlukan adalah yang mendorong pelaksanaan dan peningkatan kehidupan sosial, dikarenakan pada lapisan bawah (masyarakat awam) khususnya kebutuhan, yang semakin mendesak adalah “melepaskan diri dari himpitan hidup” yang semakin berat sehingga diperlukan proses diversifikasi atau penganekaragaman dalam kegiatan dakwah yang terus menerus. Berangkat dari sebuah kegelisahan pelaksanaan dakwah saat ini, dengan materi yang disampaikan da’i hanya seputar masalah fiqih saja, sehingga membuat pemahaman yang sempit pada agama Islam akhirnya penulis meneliti konsep dakwah menurut Jalalaluddin Rakhmat.
Terhadap persoalan-persoalan dakwah di atas, penulis menyadari sebenarnya sudah banyak pemikir dakwah yang mencoba memecahkannya, baik pada tingkat wacana maupun praksis. Mereka memberikan analisa dan contoh bagaimana memecahkan persoalan dakwah masa kini yang semakin kompleks. Jalaluddin Rakhmat, Abdul Munir Mulkhan, dan Amrullah Ahmad, sekadar menyebut beberapa contoh, adalah yang lebih terkonsentrasi pada tingkat wacana. Sedangkan Abdullah Gymnastiar, Zainuddin M.Z. dapat digolongkan sebagai praktisi dakwah yang mulai menyahuti isu-isu modernitas dan menggunakan teknologi sebagai salah satu instrumen dakwah.
Namun demikian, penulis tidak akan menjelaskan ke semua tokoh di atas. Penulis hanya akan mengkaji pemikiran dakwah Islam yang digagas Jalaluddin Rakhmat. Hal ini karena dalam hemat penulis Jalal berhasil mendiagnosis hampir secara komprehensif persoalan masyarakat modern dan kemudian memberikan rekomendasi kepada para da’i apa yang mesti dilakukannya. Hal ini penulis lakukan bukan saja untuk kebutuhan akademik semata, namun lebih jauh dari itu, bisa menjadi stimulus bagi para akademisi untuk mulai memikirkan persoalan dakwah masa kini, dan pada akhirnya, minimal bisa dijadikan rujukan bagi para da’i dalam menyebarkan ajaran Islam.
Selain itu yang menarik bagi penulis untuk mengkaji Jalaluddin Rakhmat adalah karena perjalanan dakwahnya. Pada tahun 1970-an sampai 1985-an dakwah Jalalaluddin Rakhmat banyak mendatangkan kontroversi, karena gagasannya tentang perlunya menambah rukun Islam dengan amar ma’ruf dan nahi munkar, boleh kawin mut’ah, dan lain-lain, meskipun pada tataran ini penulis tidak membahas masalah ini. Oleh karena hal inilah pada saat itu nama Jalaluddin Rakhmat sempat dihapus dari jadwal khutbah dan ceramah di seluruh masjid di kota Bandung.16 Namun hal ini tidak mengurangi semangat Jalaluddin Rakhmat dalam berdakwah, dari sinilah kemudian Jalaluddin Rakhmat memulai dakwahnya melalui artikel-artikelnya yang dimuat oleh beberapa media massa.
Jalaluddin Rakhmat sebagai seorang yang bisa dikatakan aktif dalam kegiatan dakwah mempunyai kelebihan tersendiri dibandingkan dengan tokoh-tokoh dakwah yang lain. Karena di samping sebagai tokoh yang aktif dalam kegiatan dakwah beliau juga dikenal sebagai tokoh yang ahli di bidang ilmu komunikasi, oleh karena itu Jalal senantiasa menjelaskan tentang perlunya menjadikan teknologi komunikasi sebagai bagian dari instrumen dakwah Islam. Jalal meyakini betul, bahwa tata dunia ke depan sangat ditentukan oleh arus informasi.17 Sehingga hal inilah yang menjadikan penulis lebih tertarik untuk mengetahui konsep dakwah Jalaluddin Rakhmat, karena bagaimanapun juga dalam melakukan kegiatan dakwah diperlukan keahlian dalam penyampain nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam ajaran agama Islam, baik melalui lisan maupun perbuatan, yang itu semua memerlukan sebuah alat untuk mengkomunikasikan apa yang ada dalam Islam.
Jalaluddin atau yang lebih akrab disapa dengan panggilan Kang Jalal memang bukan hanya tokoh yang hanya ahli dalam bidang komunikasi akan tetapi keahliannya dalam hal ilmu agama Islam tidak bisa diragukan lagi. Perjalanan dakwahnya yang sangat panjang telah mengantarkannya pada dakwah yang tidak hanya berkutat pada masalah fiqih saja artinya tidak terjebak dalam pembahasan hukum fiqih yang membahas halal dan haram saja, tetapi beliau juga mengedepankan pembahasan dakwah kepada hal-hal yang berujung pada penentraman rohani atau jiwa khususnya pada masyarakat perkotaan sehingga akhir-akhir ini banyak kalangan yang mengenalnya sebagai seorang da’i yang concern pada hal-hal seputar tasauf, seperti kegelisahan kepada hal-hal yang berkaitan dengan keduniawian dan rindu pada masalah spiritual. Dari sini Jalal ingin meluruskan pemahaman sebagian orang kepada tasauf yang menganggap tasauf anti kemajuan.18 Walaupun sebenarnya aktivitas dakwahnya di bidang sufistik telah dimulainya pada awal tahun 1990-an, atau lebih jelasnya selain menjadikan persoalan fiqih sebagi materi dakwah beliau juga menjadikan tasauf sebagai materi dakwah, akan tetapi yang lebih membuat penulis tertarik bukan karena kedua hal tersebut melainkan “larinya” Jalaluddin Rakhmat dari dakwah yang membahas persoalan fiqih kepada dakwah sufistik, meskipun materi-materi dakwah dalam masalah fiqih tetap dilakukan.
Keberhasilan dakwahnya dalam hal pendidikan yaitu dengan didirikannya Yayasan Muthahari sebagai yayasan yang aktif di bidang dakwah dan pendidikan juga mendorong penulis melakukan penelitian ini. Selain itu, Jalal juga mendirikan Yayasan Tazkiya Sejati sebagai pusat kajian tasaufnya, mendirikan IJABI, yang merupakan singkatan dari Jamaah Ahlu al-Bait Indonesia, sebagai tempat berkumpul jamaahnya yang bermazhab syi’ah, keberhasilan lain yaitu beberapa tulisannya yang dibukukan banyak menarik minat kaum muda untuk mengetahuinya. Itulah kiranya beberapa persoalan yang mendorong penulis semakin tertarik untuk mengetahui lebih jauh dan lebih dalam konsep dakwah menurut Jalalaluddin Rakhmat, dilihat dari perjalanan dakwahnya, baik dalam definisi dakwah menurut Jalaluddin Rakhmat, pendekatan dakwahnya, materi dan metode dakwahnya, khususnya dalam tataran teoretis. Walaupun masih sebatas pemikiran Jalaluddin Rakhmat boleh dibilang bahwa sesungguhnya penulis menginginkan terciptanya ruang bebas bagi mahasiswa untuk mengkaji dan menciptakan gagasan baru dakwah Islam dan relevansinya dalam menjawab problema masyarakat modern yang sangat komplek.
C. Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dakwah menurut Jalaluddin Rakhmat?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui secara komprehensif konsep dakwah Jalaluddin Rakhmat.
E. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan mendapatkan dua kegunaan yaitu:
a. Kegunaan Teoretis
Dapat memperkaya dan memperkuat body of knowledge dari ilmu dakwah sebagai suatu disiplin ilmu.
b. Kegunaan Praktis
Di samping secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat berguna secara praktis bagi:
1. Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan pembantu atau second reference di dalam melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang keilmuan dakwah.
2. Aktivis dan Lembaga Dakwah
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan aktivis dan lembaga dakwah dalam meningkatkan kajian-kajian dan kegiatan dalam bidang dakwah.
F. Kerangka Teoretik
Tinjauan Tentang Dakwah
a. Pengertian Dakwah
Secara etimologis, kata “dakwah” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti: panggilan, ajakan, dan seruan. Sedangkan dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah adalah bentuk dari isim masdar yang berasal dari kata kerja : دعا, يدعو, دعوة artinya : menyeru, memanggil, mengajak.20
Dalam pengertian yang integralistik dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami.
Sedangkan ditinjau dari segi terminologi, banyak sekali perbedaan pendapat tentang definisi dakwah di kalangan para ahli, antara lain:
1. Menurut A. Hasmy dalam bukunya Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an, mendefinisikan dakwah yaitu: mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.21
2. Menurut Syekh Ali Mahfud. Dakwah Islam adalah memotivasi manusia agar melakukan kebaikan menurut petunjuk, menyuruh mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagian dunia dan akhirat.22
3. Menurut Amrullah Ahmad .ed., dakwah Islam merupakan aktualisasi
Imani (Teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada tataran kegiatan individual dan sosio kultural dalam rangka mengesahkan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.23
4. Menurut Amin Rais, dakwah adalah gerakan simultan dalam berbagai bidang kehidupan untuk mengubah status quo agar nilai-nilai Islam memperoleh kesempatan untuk tumbuh subur demi kebahagiaan seluruh umat manusia.24
5. Menurut Farid Ma’ruf Noor, dakwah merupakan suatu perjuangan hidup untuk menegakkan dan menjunjung tinggi undang-undang Ilahi dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat sehingga ajaran Islam menjadi shibghah yang mendasari, menjiwai, dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku dalam hidup dan kehidupannya.25
6. Menurut Abu Bakar Atjeh, dakwah adalah seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, yang dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasehat yang baik.26
7. Menurut Toha Yahya Umar, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia akherat.27
Dari beberapa definisi di atas paling tidak dapat diambil kesimpulan tentang dakwah:
a. Dakwah itu adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar dan terencana.
b. Usaha dakwah itu adalah untuk memperbaiki situasi yang lebih baik dengan mengajak manusia untuk selalu ke jalan Allah SWT.
c. Proses penyelengaraan itu adalah untuk mencapai tujuan yang bahagia dan sejahtera, baik di dunia maupun akhirat.
Dalam kaitannya dengan makna dakwah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan secara seksama, agar dakwah dapat dilaksanakan dengan baik.28
Pertama, dakwah sering disalah artikan sebagai pesan yang datang dari luar. Pemahaman ini akan membawa konsekuensi kesalahlangkahan dakwah, baik dalam formulasi pendekatan atau metodologis, maupun formulasi pesan dakwahnya. Karena dakwah dianggap dari luar, maka langkah pendekatan lebih diwarnai dengan pendekatan interventif, dan para dai lebih mendudukkan diri sebagai orang asing, tidak terkait dengan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Kedua, dakwah sering diartikan menjadi sekadar ceramah dalam arti sempit. Kesalahan ini sebenarnya sudah sering diungkapkan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap saja terjadi penciutan makna, sehingga orientasi dakwah sering pada hal-hal yang bersifat rohani saja. Istilah “dakwah pembangunan” adalah contoh yang menggambarkan seolah-olah ada dakwah yang tidak membangun atau dalam makna lain, dakwah yang pesan-pesannya penuh dengan tipuan sponsor.
Ketiga, masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah sering dianggap masyarakat yang vacum ataupun steril, padahal dakwah sekarang ini berhadapan dengan satu setting masyarakat dengan beragam corak dan keadaannya, dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang serba nilai dan majemuk dalam tata kehidupannya, masyarakat yang berubah dengan cepatnya, yang mengarah pada masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka.
Keempat, Sudah menjadi tugas manusia untuk menyampaikan saja (al-Ghaasyiah: 21-22), sedangkan masalah hasil akhir dari kegiatan dakwah diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Ia sajalah yang mampu memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada manusia, Rasulullah SAW sendiripun tidak mampu memberikan hidayahnya kepada orang yang dicintainya (al-Qashash: 56). Akan tetapi, sikap ini tidaklah berarti menafikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari kegiatan dakwah yang dilakukan. Dakwah, jika ingin berhasil dengan baik, haruslah memenuhi prinsip-prinsip manajerial yang terarah dan terpadu, dan inilah mungkin salah satu maksud hadis Nabi, “Sesungguhnya Allah sangat mencintai jika salah seorang di antara kamu beramal, amalnya itu dituntaskan.” (HR Thabrani). Karena itu, sudah tidak pada tempatnya lagi kalau kita tetap mempertahankan kegiatan dakwah yang asal-asalan.
Kelima, secara konseptual Allah SWT akan menjamin kemenangan hak para pendakwah, karena yang hak jelas akan mengalahkan yang bathil (al-Isra’ : 81). Akan tetapi, sering dilupakan bahwa untuk berlakunya sunatullah yang lain, yaitu kesungguhan (ar-Ra’d: 11). Hal ini berkaitan dengan erat dengan cara bagaimana dakwah tersebut dilakukan, yaitu dengan al-Hikmah, mau’idzatil hasanan, dan mujadalah billatii hiya ahsan (an-Nahl: 125).
Berbicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena komunikasi adalah kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti, mengetahui dan kegiatan persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu faham atau keyakinan, melakukan suatu kegiatan atau perbuatan dan lain-lain.40 Keduanya (dakwah dan komunikasi) merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.
Dakwah adalah komunikasi, akan tetapi komunikasi belum tentu dakwah, adapun yang membedakannya adalah terletak pada isi dan orientasi pada kegiatan dakwah dan kegiatan komunikasi. Pada komunikasi isi pesannya umum bisa juga berupa ajaran agama, sementara orientasi pesannya adalah pada pencapaian tujuan dari komunikasi itu sendiri, yaitu munculnya efek dan hasil yang berupa perubahan pada sasaran. Sedangkan pada dakwah isi pesannya jelas berupa ajaran Islam dan orientasinya adalah penggunaan metode yang benar menurut ukuran Islam. Dakwah merupakan komunikasi ajaran-ajaran Islam dari seorang da’i kepada ummat manusia dikarenakan didalamnya terjadi proses komunikasi.41
b. Unsur-unsur Dakwah
Yang dimaksud unsur-unsur dakwah dalam pembahasan ini adalah bagian-bagian yang terkait dan merupakan satu kesatuan dalam suatu penyelenggaraan dakwah. Jadi, unsur-unsur dakwah tersebut adalah:
1. Subjek Dakwah
Dalam hal ini yang dimaksud dengan subjek dakwah adalah yang melaksanakan tugas-tugas dakwah, orang itu disebut da’i atau muballigh.29
Dalam aktivitasnya subjek dakwah dapat secara individu ataupun bersama-sama. Hal ini tergantung kepada besar kecilnya skala penyelenggaraan dakwah dan permasalahan-permasalahan dakwah yang akan digarapnya. Semakin luas dan kompleks-nya permasalahan dakwah yang dihadapi, tentunya besar pula penyelenggaraan dakwah dan mengingat keterbatasan subjek dakwah, baik di bidang keilmuan, pengalaman, tenaga dan biaya, maka subjek dakwah yang terorganisir akan lebih efektif daripada yang secara individu (perorangan) dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.
Dalam pengertian subjek dakwah yang terorganisir, dapat dibedakan dalam tiga komponen, yaitu (1) da’i, (2) perencana dan (3) pengelola dakwah.
Sebagai seorang da’i harus mempunyai syarat tertentu, diantaranya:
a. Menguasai isi kandungan al-Quran dan sunah Rasul serta hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas dakwah.
b. Menguasai ilmu pengetahuan yang ada hubungannya dengan tugas-tugas dakwah.
c. Takwa pada Allah SWT.30
2. Objek Dakwah (audience).
Objek dakwah adalah setiap orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan dakwah. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain sebagainya, adalah sebagai objek dakwah. Hal ini sesuai dengan sifat keuniversalan dari agama Islam dan tugas kerisalahan Rasulullah.31
Ditinjau dari segi tugas kerisalahan Rasullulah SAW, maka objek dakwah dapat digolongkan menjadi dua kelompok, pertama, umat dakwah yaitu umat yang belum menerima, meyakini, dan mengamalkan ajaran agama Islam. Kedua, umat ijabah yaitu umat yang dengan secara ikhlas memeluk agama Islam dan kepada mereka sekaligus dibebani kewajiban untuk melaksanakan dakwah.32
Mengingat keberadaan objek dakwah yang heterogen, baik pada tingkat pendidikan, ekonomi, usia, dan lain sebagainya, maka keberagaman tersebut hendaknya dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan model penyelenggaraan dakwah, sehingga benar-benar dapat secara efektif dan berhasil dalam menyentuh persoalan-persoalan kehidupan umat manusia sebagai objek dakwah.
3. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan oleh da’i kepada objek dakwah, yakni ajaran agama Islam sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits.
Agama Islam yang bersifat universal yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dan bersifat abadi sampai di akhir jaman serta mengandung ajaran-ajaran tentang tauhid, akhlak dan ibadah.33 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa materi dakwah meliputi tauhid, akhlak, dan ibadah.
Sangat mendalam dan luasnya ajaran Islam menuntut subjek dakwah dalam penyampaian materi dakwah sesuai dengan kondisi objektif objek dakwah, sehingga akan terhindar dari pemborosan. Oleh karena itu, seorang da’i hendaknya mengkaji objek dakwah dan strategi dakwah terlebih dahulu sebelum menentukan materi dakwah sehingga terhindar dari hal-hal yang dapat menghambat kegiatan dakwah.
4. Metode Dakwah.
Metode dakwah adalah cara-cara menyampaikan pesan kepada objek dakwah, baik itu kepada individu, kelompok maupun masyarakat agar pesan-pesan tersebut mudah diterima, diyakini dan diamalkan.34 Sebagaimana yang telah tertulis dalam al-Qur’an dalam surat an-Nahl ayat 125:
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْن َ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”35
5. Landasan Dakwah
Landasan dakwah dalam al- Qur’an ada tiga, yaitu:
a. Bil hikmah ( kebijaksanaan), yaitu cara-cara penyampaian pesan-pesan dakwah yang sesuai dengan keadaan penerima dakwah.36 Operasionalisasi metode dakwah bil hikmah dalam penyelenggaraan dakwah dapat berbentuk: ceramah-ceramah pengajian, pemberian santunan kepada anak yatim atau korban bencana alam, pemberian modal, pembangunan tempat-tempat ibadah dan lain sebagainya.
b. Mau’idah hasanah, yakni memberi nasehat atau mengingatkan kepada orang lain dengan tutur kata yang baik, sehingga nasehat tersebut dapat diterima tanpa ada rasa keterpaksaan. Penggunaan metode dakwah model ini dapat dilakukan antara lain dengan melalui: (1) kunjungan keluarga, (2) sarasehan, (3) penataran/kursus-kursus, (4) ceramah umum, (5) tabligh, (6) penyuluhan.37
c. Mujadalah (bertukar pikiran dengan cara yang baik), berdakwah dengan mengunakan cara bertukar pikiran (debat). Pada masa sekarang menjadi suatu kebutuhan, karena tingkat berfikir masyarakat sudah mengalami kemajuan. Namun demikian, da’i hendaknya harus mengetahui kode etik (aturan main) dalam suatu pembicaraan atau perdebataan, sehingga akan memperoleh mutiara kebenaran, bahkan terhindar dari keinginan mencari popularitas ataupun kemenangan semata.
c. Tujuan Dakwah
Sebagai bagian dari kegiatan dakwah Islam tentunya mempunyai tujuan. Secara hakiki dakwah mempunyai tujuan menyampaikan kebenaran ajaran yang ada dalam al-Qur’an-al-Hadits dan mengajak manusia untuk mengamalkanya.
Tujuan dakwah ini dapat dibagi menjadi, tujuan yang berkaitan dengan materi dan objek dakwah.38 Dilihat dari aspek tujuan objek dakwah ada empat tujuan yang meliputi: tujuan perorangan, tujuan untuk keluarga, tujuan untuk masyarakat, dan tujuan manusia sedunia.
Sedangkan tujuan dakwah dilihat dari aspek materi, menurut Masyhur Amin ada tiga tujuan yang meliputi :39
Pertama, tujuan akidah, yaitu tertanamnya akidah yang mantap bagi tiap-tiap manusia.
Kedua, tujuan hukum, aktivitas dakwah bertujuan terbentuknya umat manusia yang mematuhi hukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah SWT.
Ketiga, tujuan akhlak, yaitu terwujudnya pribadi muslim yang berbudi luhur dan berakhlakul karimah.
Dari keseluruhan tujuan dakwah dilihat dari aspek maupun materi dakwah, maka dapat dirumuskan tujuan dakwah adalah untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam setiap penulisan karya ilmiah tidak dapat lepas dari penggunaan metode, karena metode merupakan cara bertindak menurut sistem aturan-aturan tertentu dalam upaya agar kegiatan praktis dapat terlaksana secara rasional dan terarah, supaya tercapai hasil yang maksimal.44 Penelitian ini merupakan studi kasus yang meneliti tokoh yang dalam hal ini tokoh yang penulis kaji dalam hal pemikirannya adalah Jalaluddin Rakhmat tentang konsep dakwahnya. Selain itu dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian pustaka (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji berbagai literatur yang relevan dengan pokok bahasan.
2. Sifat Penelitian
Dilihat dari segi sifatnya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, artinya penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang terkait denganya atau melukiskan secara sistematis fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu dalam bidang tertentu secara faktual dan cermat.45 Penelitian ini menjelaskan tentang gagasan, ide, pemikiran dakwah baik dalam hal pengertian dakwah, materi dakwah, metode dan pendekatan dakwah, maupun tentang aplikasi dakwah pada masyarakat modern menurut Jalaluddin Rakhmat.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik yang dipakai dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam skripsi ini. Karena penelitian ini merupakan penelitian tokoh maka, untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menerapkan metode pengumpul data sebagai berikut:
a. Wawancara
Adalah teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan tanya jawab. Wawancara ini dilakukan sebagai metode untuk mendapatkan informasi langsung dari seorang tokoh yang hendak diteliti, agar mendapatkan data yang valid atau dengan kata lain wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematik dan berdasarkan tujuan penyelidikan, pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab.46
Dalam pelaksanaanya penulis sebagai pencari data tentang gagasan, ide, pemikiran dakwah Jalaluddin Rakhmat, berhadapan langsung dengan sumber data dan proses komunikasinya secara verbal sehingga keorisinilan dapat dipertanggung jawabkan, karena penelitian ini adalah penelitian tokoh, yang dalam hal ini tokoh yang penulis wawancarai adalah Jalaluddin Rakhmat.
b. Studi kepustakaan
Meneliti dan mengkaji data-data yang digunakan sebagai data primernya, yaitu buku-buku karya Jalaluddin Rakhmat deiantaranya, Islam Alternatif, Islam Aktual, Catatan Kang Jalal, Renungan-renungan sufistik, Dahulukan Akhlak diatas Fikih, serta buku-bukunya yang lain yang dianggap menunjang dalam penelitian ini. Sedangkan data sekundernya adalah buku-buku yang berhubungan dengan disiplin ilmu dakwah diantaranya Dakwah aktual, Dakwah dan perubahan sosial, dll serta buku-buku lain diluar disiplin ilmu dakwah yang menunjang dalam penelitian ini.
4. Metode Analisis Data
Setelah data-data berhasil dikumpulkan kemudian dilakukan klasifikasi data sesuai dengan sub-sub pembahasan. Setelah dilakukan klasifikasi kemudian data tersebut dianalisa secara kualitatif dengan bentuk induktif dan deduktif
a. Bentuk induktif digunakan dalam rangka memperoleh gambaran secara detail tentang konsep dakwah menurut Jalaluddin Rakhmat kemudian ditarik generalisasi yang sifatnya umum.
b. Bentuk deduktif digunakan dalam rangka memperoleh gambaran umum mengenai konsep dakwah dengan objek penelitian yaitu Jalaluddin Rakhmat.
[1] John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia), hal. 1350.
2 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry Kamus Ilmiah Populer ( Surabaya: Arkola 1994 ), hal. 362.
3 Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Cet. II; Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1995 ), hal. 34.
4 Mahmud Yunus , Kamus Arab- Indonesia ( Jakarta : Yayasan Penyelengara Penerjemah / Penafsiran Al-Quran.1972 ), hal. 127.
5 Masdar Farid Mas’udi, Dakwah Membela Kepentingan Siapa (Jakarta: P3M Pesantren, 1987), hal. 2.
6 Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal ( Jakarta: KPP Paramadina,2004), hal. 45.
7 Ibid., hal. pengantar
8 Ibid..
9 Departemen Agama RI, Al-qur’an dan terjemahnya (Jakarta: 1976), hal. 688.
10 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hal. 194.
11 Roland Roberston, Agama dan Analisis Sosial dalam Thomas W. Arnold, Sejarah Agama-Agama (tt: t.p. t.th), hal. 1.
12 Lihat Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1974), hal. 47-48.
13 M. Quraish Shihab, Op.,cit, hal. 195.
14 Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim (Bandung: Mizan, 1991), hal. 155.
16 Miftah Rakhmat (ed), Catatan Kang Jalal (Bandung: Rosda, 1997), hal. 153.
17 Tulisan-tulisan Jalal yang memberikan perhatian terhadap pesatnya informasi dan pengaruh yang ditimbulkannya dapat dilihat dalam buku Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, yaitu, Khutbah Agama Televisi, Videopolitik: Perang lewat Televeisi, Teori-Teori Monitor, dan Para Da’i Versus Globalisasi.
18 Jalaluddin Rakhmat, Reformasi Sufistik (Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), hal. 166.
20 Masdar F. Mas'udi, Op.,cit., hal. 2.
21 A.Hasmy, Dustur Dakwah menurut al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang,1997), hal. 18.
22 M Kholili, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Psikologi (Yogya, UD. Rama, 1991) hal. 66.
23 Amrullah Ahmad,ed. Dakwah dan Perubahan sosial (Yogyakarta: Prima Duta, 1983), hal 2.
24 Amin Rais,Cakrawala Islam (Bandung,: Mizan 1991), hal 26.
.25 Farid Ma’ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah (Surabaya: Bina Ilmu, 1981), hal.29.
26 Abu Bakar Atjeh, Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islam (Semarang: Ramadani, 1979), hal. 6.
27 Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah (Jakarta: Wijaya,1976), hal. 1.
28 Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 69.
40 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek ( Bandung: Rosda, 2002 ), hal. 9.
41 M. Kholili, Makalah “ Dakwah Sebagai Bentuk Komunikasi Persuasi” (Yogyakarta), Hal.5.
29 Masdar Helmy. Dakwah dalam Alam Pembangunan (Semarang: Toha Putra, 1975), hal. 47.
30 M. Mashur Amin, Metode Dakwah Islam Dan Beberapa Keputusan Pembangunan Tentang Aktivitas Keagamaan ( Yogya: Sumbangsih, 1980), hal. 22-24.
31 A.Karim Zaidan, Asas al-Dakwah, diterj. M. Asywadie Syukur dengan judul Dasar-dasar Ilmu Dakwah (Jakarta: Media Dakwah,1979, hal. 69.
32 Op., cit., hal. 22.
33 Nasrudin Razak, Dienul Islam (Bandung: Al-Ma’arif,1986), hal.35.
34Shalahudin Sanusi, Pembahasan Sekitar Prinsip-Prinsip Dakwah Islam (Semarang: Ramadhani, 1964), hal. 111.
35 Departemen Agama RI, Op.,cit., hal. 421.
36 Shalahudin Sanusi, Op.,cit., hal. 123.
37 Syamsuri Siddiq, Dakwah dan Teknik Berkhutbah ( Bandung: Al-Ma’arif,1983), hal. 27.
38 Khoiro Ummatin, Kontekkstualisasi Misi Dakwah Islam, dalam Jurnal Dakwah edisi 3 (Yogyakarta: Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga,2001), hal. 26.
39 Masyhur Amin, Metode Dakwah dan Beberapa Kumpulan Peraturan Tentang Aktivitas Dakwah (Yogyakarta: Sumbangsih ,1980), hal. 24-25.
44 Anton Bekker dan Ahmad Charis Zubair, Metode Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hal. 10.
45 Sarifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal. 7.
46 Sutrisno Hadi, Metodologi Research II ( Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1983), hal. 193.