MASALAH PENELITIAN
Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 telah berlalu, namun masih dapat diingat dengan bagaimana
struktur bangunan telah mengalami kerusakan akibat gempa tersebut. Tidak hanya sebatas itu
bekas-bekas kerusakannya sampai sekarang masih ada yang dapat dilihat. Menurut laporan dari
Anonim (2006) bangunan non-teknis yang roboh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
mencapai lebih dari 88 000 buah sedang kerusakan bangunan teknis mencapai puluhan buah.
Otani (1999) mengatakan bahwa lebih dari 87,6 % korban akibat gempa Kobe 1995 diakibatkan
langsung terkena runtuhan bangunan yang rusak akibat gempa. Sementara itu persoalan yang
sama untuk gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 belum diketahui secara pasti.
Mengingat begitu besarnya persentasi korban akibat keruntuhan bangunan akibat gempa maka
sudah selayaknya pembahasan tentang kerusakan bangunan menjadi sesuatu hal yang sangat
penting. Evaluasi terhadap kerusakan bangunan (post earthquake building evaluation) akibat
gempa mempunyai banyak tujuan dan manfaat. Diantara tujuan-tujuan tersebut, tujuan pertama
adalah untuk mengetahui pola-pola kerusakan bangunan yang telah terjadi yang rusak akibat
gempa. Tujuan yang ketiga adalah untuk mengathui level/derajat kerusakan elemen/struktur yang
telah terjadi. Tujuan yang ketiga adalah untuk mengetahui kekurangan atau kelemahan elemen
atau struktur yang telah mengalami kerusakan. Tujuan yang keempat adalah menentukan sikap
terhadap bangunan yang telah mengalami kerusakan (tanpa perbaikan, perbaikan ringan, berat atau
bahkan harus dirobohkan). Tujuan kelima adalah untuk memperkirakan kerugian financial akibat
kerusakan bangunan yang terjadi sekaligus untuk menentukan polis ansuransi, bantuan dan
sebagiainya. Sedangkan manfaatnya adalah untuk menimbulkan atau membangkitkan kesadaran
tentang perlunya perbaikan disegala hal (bahan, konfigurasi bangunan, sistim dan jenis struktur,
metode analisis, disain, uji laboratorium maupun mutu pelaksanaan) agar hal-hal tersebut tidak
terjadi kembali.
Evaluasi terhadap kerusakan bangunan paska bencana alam dapat dilakukan beberapa tahap.
Evaluasi pada tingkat pertama umumnya dilakukan dengan Metode Rapid Vulnerability
Assessment (RVA) yaitu evaluasi secara cepat tentang kerusakan bangunan yang terjadi. Evaluasi
ini dilakukan segera melalui direct field investigation dan pada umumnya meliputi banyak
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id
2
bangunan secara cepat dan bersifat general/umum. Kerusakan bangunan yang ada direkam melalui
beberapa cara yaitu dengan menggunakan check list yang harus diisi berdasarkan visual data.
Cara yang lain untuk memperkuat cara sebelumnya adalah dengan mengambil gambar gambar
bagaian struktur yang rusak melalui foto-foto ataupun rekaman video kamera. Berdasarkan atas
RVA tersebut untuk seterusnya status bangunan dikelompokkan berdasarkan warna-warna.
Bangunan yang hanya mengalami kerusakan sangat ringan dan dapat dipakai setelah gempa terjadi
diberi status warna “Hijau” (green). Bangunan yang mengalami kerusakan sedenikian sehingga
tidak dapat ditempati secara temporer diberi status “Kuning” (yellow). Sedangkan bangunan yang
jelas-jelas tidak dapat digunakan lagi diberikan status “Merah” (red). Untuk bangunan dengan
status “green” dan “red” pada umumnya tidak sangat rumit penentu-annya. Namun demikian
bangunan yang berstatus “kuning” diperlukan suatu evaluasi yang lebih mendalam. Mengingat
RVA hanya didasarkan atas kenanpaan visual, sangat dimungkinkan status bangunan akan
berubah setelah dilakukan evaluasi yang lebih mendalam.
Evaluasi pada tahap berikutnya adalah evaluasi lanjutan atau Specific Vulnerability
Assessment (SVA). Mengingat evaluasi ini sudah agak detail maka evaluasi dilakukan bersifat
individual bangunan (Singh, 2003). Untuk menentukan status bangunan lebih lanjut maka sudah
diperlukan tolok-ukur/indikator-indikator yang sudah pasti yang umumnya sudah ditentukan
didalam Code. Oleh karena itu sudah terdapat teori-teori kwantitatif tentang kerusakan bangunan
atapun dalam bentuk yang lain. Untuk menenetukan keobjektifan level kerusakan yang terjadi
kerusakan bangunan umumnya dikaitkan dengan intensitas gempa yang telah terjadi.
Selanjutnya level terakhir pada proses evaluasi bangunan adalag Advanced/Detailed
Vulnerability Evaluation (DVE). Evaluasi pada tahap ini dilakukan lebih detail lagi dan kaitannya
dengan proses dan metode rekonstruksi/rehabilitasi terhadap bangunan yang akan dilakukan.
Evaluasi ini bersifat komprehensif mulai darai kesatabilan struktur bangunan secara utuh sampai
pada evaluasi kekuatan tiap-tiap elemen baik untuk lentur, geser maupun lekatan (bond stress).
Berdasarkan atas kekautan yang ada dan tuntutan kekuatan yang diperlukan maka metode, jenis
maupun prosedur rekonstruksi/rehabitasi akan dapat ditentukan secara jelas/pasti.
Penelitian atau evaluasi terhadap kerusakan struktur bangunan paska gempa bumi telah
dilakukan oleh banyak peneliti. Dandualaki, Panuotsopoulou dan Iaonides (1998) melakukan
penelitian kerusakan bangunan akibat gempa di Yunani namun baru pada evaluasi kerusakan
bangunan Phase –I. Nakano (2004) secara komprehensif meneliti kerusakan bangunan di Jepang
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id
3
baik pada Phase-I dan Phase-II namun belum diikuti dengan analisis inelastic struktur, Elnashi
dkk (2007), Konagai dkk (2007), Boen (2007) telah melakukan evaluasi kerusakan bangunan
akibat gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 namun baru bersifat reconnaissance. Oleh kartena itu
penelitian tentang Evaluasi Kerusakan dan Rasio Sisa Kekuatan Struktur Beton Paska Gempa
Yogyakarta 27 Mei 2006 baik Phase-I, Phase-II dan diteruskan dengan analisis inelastik struktur
bangunan sangat penting untuk dilakukan. Lesson learned yang dapat disimpulkan dari penelitian
ini sangat diperlukan agar kerusakan yang sama tidak terjadi pada gempa yang akan dating. Pada
evaluasi Phase-II terdapat beberapa metode yang dapat dipakai yaitu Rasio Kerusakan ( Damage
Ratio DR) dan Rasio Kekuatan Residu (residual seismic capacity ratio, ) dengan Metode-1 dan
Metode-2.
Penelitian ini sangat menarik untuk dilakukan dengan beberapa alasan. Beberapa alasan
yang dimaksud yaitu: pertama, kejadian kerusakan bangunan akibat gempa seperti itu sangat
jarang terjadi; kedua, penelitian untuk menentukan keputusan apakah suatu bangunan dapat
direhabilitasi, direkonstruksi atau dibongkar merupakan hal baru yang dilakukan di Indonesia
sehingga belum terdapat dokumentasi ilmiah yang memadai dan ketiga, penelitian ini akan menuju
pada penguatan mata kuliah di tingkat Magister yaitu Evaluasi, Rehabilitasi dan Rekonstruksi
untuk mendapatkan khasanah pemahaman yang lebih komprehensif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan atas latar belakang maka beberapa masalah dapat dirumuskan yaitu :
1. Evaluasi kerusakan bangunan paska gempa pada Phase-I adalah mengkombinasikan antara
kerusakan bangunan secara visual dilapangan dengan keterpenuhan syarat-syarat yang harus
dipenuhi didalam Codes (benchmarking). Sejauh mana level-level kerusakan yang telah terjadi
dan faktor-faktor apa yang memicu terjadinya kerusakan serta pelajaran apa yang yang dapat
dipetik (lesson learned) kesemuaannya merupakan masalah pertama yang sangat penting dan
perlu diungkap,
2. Evaluasi bangunan paska gempa bumi pada Phase-II dapat dilakukan melalui kriteria Derajat
Kerusakan (damage degree) maupun Rasio kekuatan Residu (lihat Gambar 1). Hasil evaluasi
kerusakan bangunan di Jepang, keduanya mempunyai hubungan yang terbalik. Oleh karena
itu dimana posisi kerusakan bangunan di Indonesia relatif terhadap bangunan-bangunan di
Jepang dan rekomendasi seperti apa yang dapat diputuskan merupakan persoalan penting
kedua yang ingin dicari,
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id
4
3. Perilaku inelastik bangunan paska gempa sangat penting untuk diketahui. Hal ini terjadi karena
telah terjadi simpangan permanen (rusak) pada elemen-elemen bangunan setelah terjadi
gempa. Keputusan seperti apa apakah bangunan perlu direhabilitasi, direkonstruksi atau harus
dibongkar merupakan persoalan penting ke tiga yang akan dicari/diteliti. Hasil tersebut akan
dipakai sebagai bahan verifikasi terhadap keputusan yang telah diambil oleh pemilik
bangunan.
1.3 Tujuan Penelitian
Seiring dengan rumusan masalah sebagaimana disampaikan sebelumnya maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejauh mana level-level kerusakan elemen bangunan yang terjadi
berdasarkan standard yang ada, sejauhmana struktur-struktur bangunan tersebut direncanakan
kaitannya dengan pemenuhannya terhadap Codes yang ada dan pelajaran-pelajaran seperti apa
yang dapat dipetik dari penelitian yang akan dilakukan,
2. Untuk mengetahui damage degree struktur bangunan berdasarkan Codes yang dipakai di luar
Indonesia (Jepang), mengetahui posisi nilai damage degree tersebut terhadap hasil penelitian
di Jepang serta untuk mengetahui rekomendasi-rekomendasi seperti apa terhadap struktur
bangunan yang diteliti,
3. Untuk mengetahui respons inelastik dan untuk menentukan keputusan apakah bangunan akan
dipertahankan atau dibongkar pada kasus gempa Yogyakarta, dengan memakai pemodelan dan
ketentuan Japanese Codes. Respons inelastik didasarkan atas sedekat-dekatnya (most suitable)
percepatan tanah yang terjadi akibat gempa Yogyakarta 27 Mei 2006. Selain itu juga untuk
mengetahui benar atau salahnya keputusan yang telah diambil oleh pemilik bangunan
1.4 Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini lebih banyak berimplikasi pada lesson learned atas kerusakan
bangunan teknis akibat gempa. Oleh karena itu manfaat atas hasil penelitian ini adalah untuk
bahan pertimbangan atau bahan acuan pada disain bangunan tahan gempa dimasa-masa
mendatang. Dengan memperhatikan hasil penelitian ini maka kerusakan bangunan yang serupa
diharapkan tidak terulang kembali, korban manusia dapat berkurang dan bahkan dapat dihindari,
korban harta benda dapat diminimalisir dan diputuskannya metode yang dapat dipakai untuk
menentukan kekuatan sisa bangunan yang rusak akibat gempa.
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id
5
1.5 Batasan Masalah
Agar lebih terfokus maka penelitian ini mempunyai batasan :
1. Struktur bangunan yang akan diteliti hanya bangunan teknis struktur beton bertulang biasa,
2. Struktur bangunan yang diteliti tidak meliputi semua bangunan teknis tetapi hanya sampling
terhadap bangunan beton bertulang yang mengalami kerusakan serius.
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id