BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia berjalan di kehidupan dunia ini, sejak awal penciptaan dalam dirinya terdapat kepribadian yang beragam dan dikendalikan oleh kecenderungan naluri yang berbeda pula. Fitrah telah menentukan bahwa individu tidak akan berkembang dengan sendirinya. Ia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya, dalam menyempurnakan sebab-sebab hidupnya yang tidak dapat dilakukan oleh tangan dan pengetahuannya, serta bahan yang tidak dapat dibawa oleh kekuatannya. Dengan ini, kehidupan manusia adalah kehidupan kelompok, dalam setiap individu dari kelompok itu saling membutuhkan dalam membangun masyarakat, dan saling mengatur semua kesulitan agar menjadi kehidupan yang damai.[1] Manusia adalah makhluk bermasyarakat, yang oleh Aristoteles disebut dengan zoon politicon.
Setiap manusia mempunyai cita-cita, keinginan, kebutuhan, alam pikiran serta usaha-usaha. Manusia mempunyai seuntai rangkaian kepentingan kebutuhan hidup. Kepentingan-kepentingan seseorang dapat berkaitan sangat erat dengan kepentingan orang lainnya. Adakalanya kepentingan itu bersifat saling menjatuhkan, tetapi dapat pula sama antara manusia pemikul berbagai kepentingan itu. Setiap anggota masyarakat mempertahankan kepentingan-kepentingan sendiri, sehingga dapatlah timbul pertentangan sesama mereka. Hal yang demikian sangat membahayakan ketertiban, keamanan dan keselamatan masyarakat itu sendiri. Jika tidak diatur, niscaya akan terjadi “homo homini lupus”.[2]
Meskipun setiap individu dalam sebuah masyarakat tertentu memiliki kepentingan yang berbeda-beda, akan tetapi mereka tetap tidak menginginkan terjadinya bentrokan (chaos) antara sesama anggota masyarakat, mereka tentu menginginkan sebuah kedamaian yang memungkinkan keinginan-keinginan mereka itu terwujud. Dalam hal hidup bermasyarakat, berpuncak pada suatu organisasi negara yang merdeka, maka tertib bermasyarakat dipedomani oleh dasar negara tersebut. Apabila hal ini kita tinjau dari segi hukum, maka tertib bermasyarakat yang berupa tertib hukum, haruslah didasarkan pada Undang-Undang Dasar negara tersebut.[3]
Terwujudnya stabilitas dalam setiap hubungan dalam masyarakat dapat dicapai dengan adanya sebuah peraturan hukum yang bersifat mengatur (relegen/anvullen recht) dan peraturan hukum yang bersifat memaksa (dwingen recht) setiap anggota masyarakat agar taat dan mematuhi hukum. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. Sanksi yang berupa hukuman (pidana) akan dikenakan kepada setiap pelanggar peraturan hukum yang ada sebagai reaksi terhadap perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Akibatnya ialah peraturan-peraturan hukum yang ada haruslah sesuai dengan asas-asas keadilan dalam masyarakat, untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat.[4]
Sebuah peraturan hukum ada karena adanya sebuah masyarakat (ubi-ius ubi-societas). Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Hukum itu mengisi kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat.[5]
Di negara Indonesia, hukum terbagi atas beberapa bagian. Menurut isinya, hukum terdiri dari hukum privat dan hukum publik. Inisiatif pelaksanaan hukum privat diserahkan kepada masing-masing pihak yang berkepentingan. Kedudukan antara individu adalah horizontal. Sedangkan inisiatif pelaksanaan hukum publik diserahkan kepada negara atau pemerintah yang diwakilkan kepada jaksa beserta perangkatnya.[6]
Kemudian ditinjau dari fungsinya, hukum dibagi atas hukum perdata, hukum dagang dan hukum pidana. Masing-masing memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda, sebagai contoh, hukum pidana berfungsi untuk menjaga agar ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam hukum perdata, dagang, adat dan tata negara ditaati sepenuhnya.
Delik penganiayaan merupakan salah satu bidang garapan dari hukum pidana. Penganiayaan oleh KUHP secara umum diartikan sebagai tindak pidana terhadap tubuh.[7] Semua tindak pidana yang diatur dalam KUHP ditentukan pula ancaman pidanya. Demikian juga pada delik penganiayaan serta delik pembunuhan. Kedua delik ini ancaman pidananya mengacu pada KUHP buku I bab II tentang pidana, terutama pada pasal 10. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pidana terdiri dari dua macam, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan, untuk delik penganiayaan serta pembunuhan lebih mengarah kepada pidana pokok yang terdiri atas pidana mati, pidana penjara, kurungan dan denda.[8]
Sementara itu, dalam hukum Islam juga terdapat bermacam-macam hukum yang mengatur kehidupan manusia sebagai khalifah di bumi ini. Aturan hukum dalam Islam antara lain dibedakan sebagai al-Ahwal asy-Syakhsiyyah atau hukum keluarga, al-Ahwal al-Madaniyyah atau hukum privat, al-Ahwal al-Jinayah atau hukum pidana dan sebagainya.
Hukum Pidana Islam (jinayah) didasarkan pada perlindungan HAM (Human Right) yang bersifat primer (Daruriyyah) yang meliputi perlindungan atas agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. Perlindungan terhadap lima hak tersebut oleh asy-Syatibi dinamakan maqasid asy-syari’ah. Hakikat dari pemberlakuan syari’at (hukum) oleh Tuhan adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Kemaslahatan itu dapat diwujudkan apabila lima unsur pokok tersebut dapat diwujudkan dan dipelihara.[9]
Islam, seperti halnya sitem lain melindungi hak-hak untuk hidup, merdeka, dan merasakan keamanan. Ia melarang bunuh diri dan pembunuhan serta penganiayaan. Dalam Islam pembunuhan terhadap seorang manusia tanpa alasan yang benar diibaratkan seperti membunuh seluruh manusia. Sebaliknya, barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang manusia, maka ia diibaratkan memelihara manusia seluruhnya.[10]
Hukum pidana Islam memberikan dasar hukum pada pihak terpidana mengacu pada al-qur’an yang menetapkan bahwa balasan untuk suatu perbuatan jahat harus sebanding dengan perbuatan itu.[11]
Mengenai masalah pembunuhan ataupun penganiayaan dalam pidana Islam diancam dengan hukuman qisas. Akan tetapi tidak semua pembunuhan dikenakan hukum qisas, ada juga yang sebatas dikenakan diat (denda), yaitu pembunuhan atas dasar ketidak sengajaan, dalam hal ini tidak dikenakan qisas, melainkan hanya wajib membayar denda yang enteng. Denda ini diwajibkan atas keluarga yang membunuh, bukan atas yang membunuh. Mereka membayarnya dengan diangsur dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun keluarga itu wajib membayar sepertiganya.[12]
Ketentuan-ketentuan hukum yang ada, baik pada hukum pidana Islam maupun pidana positif yang telah disebutkan di atas menjadi menarik untuk dibahas ketika keduanya dihadapkan pada suatu kasus yang menuntut adanya penyelesaian, dalam hal ini adalah kasus penganiayaan terhadap ibu hamil yang menyebabkan matinya janin.
Ada bebarapa hal yang menjadikan kenapa penyusun tertarik untuk membahas kasus tersebut, yang pertama adalah bahwa belum adanya penelitian yang membahas kasus tersebut dari segi hukum pidana Islam dan hukum pidana positif, pada umumnya yang dibahas oleh orang masih bersifat umum pada delik penganiayan atau pembunuhan saja. Yang kedua adalah selama ini sering terjadi tindak-tindak kekerasan terhadap perempuan yang menimbulkan berbagai akibat, salah satunya adalah kasus penganiayaan seperti yang yang dikemukakan dalam penelitian ini. Latar belakang terjadinya hal tersebut biasanya juga dikarenakan adanya kelakuan yang tidak wajar sehingga akan menimbulkan aib apabila diketahui oleh masyarakat, seperti adanya kehamilan diluar pernikahan atau akibat perkosaan. Sedangkan berkenaan dengan kasus-kasus tersebut belum ada ketegasan mengenai sanksi-sanksi hukumnya.
B. Pokok Masalah
Dari latar belakang yang telah penyusun uraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang menjadi perhatian dalam penyusunan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perspektif hukum pidana Islam dan hukum pidana positif tentang delik penganiayaan serta pembunuhan ?
2. Bagaimana ketentuan kedua sistem hukum tersebut dalam menangani matinya janin yang ada dalam kandungan akibat penganiayaan ?
C. Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dan kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah:
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui ketetapan-ketetapan dari hukum pidana Islam dan hukum pidana positif tentang delik penganiayaan dan delik pembunuhan.
b. Untuk menjelaskan ketentuan dari kedua hukum tersebut bagi pelaku penganiayaan yang mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan.
2. Kegunaan
Kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran terhadap khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum dengan mencoba membandingkan antara hukum pidana Islam dengan hukum pidana positif mengenai delik penganiayaan serta delik pembunuhan.
D. Telaah Pustaka
Karya-karya pemikiran yang membahas masalah hukum, baik itu hukum Islam maupun hukum positif sangat banyak macam dan coraknya. Disamping itu banyak pula sudut pandang serta metode yang digunakan masing-masing penulis, tetapi karya pemikiran yang menggunakan tehnik perbandingan antara kedua sistem hukum tersebut masih belum begitu banyak.
Sepanjang pelacakan dan penelaahan yang penyusun lakukan, baik di kalangan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta maupun sacara umum, belum ada karya penelitian yang membahas pada permasalahan delik penganiayaan yang berhubungan dengan pembunuhan dengan cara membandingkan antara hukum pidana Islam dengan hukum pidana positif, lebih-lebih masuk pada pembahasan tentang sebuah kasus penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan matinya janin.
Namun sebenarnya telah ada buku-buku yang membahas delik panganiayaan, baik itu dari segi hukum Islam maupun hukum positif, akan tetapi pembahasannya masih bersifat parsial. Diantara buku-buku yang membahas masalah itu, yang sekaligus dijadikan sebagai sumber data dari penelitian ini adalah buku yang ditulis oleh Topo Santoso, dengan judul Membumikan Hukum Pidana Islam, membahas berbagai permasalahan dalam hukum pidana Islam, mulai dari paradigma negatif terhadap hukum Islam dengan menggambarkan hukum pidana Islam secara utuh. Juga dibahas masalah jarimah pembunuhan serta jarimah penganiayaan[13].
Selain itu, kitab dengan judul at-Tazhib Fi Adillati Matn al-Ghayah wa at-taqrib yang ditulis oleh Mustofa Raib al-Bagha juga menjelaskan masalah-masalah fiqh Islam. Di dalamnya terdapat penjelasan masalah jinayah yang memuat hukum qisas terhadap tindak pembunuhan maupun tindakan yang mengakibatkan cacat ataupun luka terhadap orang lain[14].
Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Abdul Qadir ‘Audah dengan kitab at-Tayri’i al-Jina’i al-Islami, as-Sayyid Sabiq dengan kitab Fiqh as-Sunnah juga membahas tentang berbagai macam persoalan fiqh Islam beserta dalil-dalilnya.
Sedangkan dari segi hukum pidana positif, terdapat Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan rujukan pokok dalam penentuan hukum di Indonesia. Dalam KUHP tersebut, dijabarkan mengenai delik penganiayaan, yaitu pada Buku II Bab XX Pasal 351-358. Sedangkan mengenai delik pembunuhan ada pada Bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa, yaitu Pasal 338-350.
Dalam KUHP, juga diterangkan bahwa setiap tindak pidana digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Dolus, yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja.
2. Culpa, yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak sengaja, biasanya dikarenakan kealpaan atau kelalaian.[15]
Tindak pidana penganiayaan secara sengaja dibahas pada Pasal 351-358, sedangkan penganiayaan dikarenakan kealpaan (culpa) dijelaskan pada Pasal 360.
Buku lain yang berjudul Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, karya Leden Marpaung, menjelaskan tentang pembunuhan, yaitu tindak pidana terhadap nyawa[16] dan juga tentang penganiayaan, yaitu tindak pidana terhadap tubuh[17]. Di dalam buku itu juga dijelaskan macam dari pembunuhan ataupun dari penganiayaan berdasar pembagian yang ada dalam KUHP.
Kemudian di Fakultas Syari’ah sendiri telah ada karya ilmiah yang berupa skripsi yang bertemakan perbandingan, dari penelusuran penyusun terdapat skripsi saudara Muh. Ihram (angkatan ’91) yang berjudul Perbandingan Hukum Pidana Islam dan KUHP Terhadap Delik Pembunuhan, skripsi tersebut membahas masalah ruang lingkup pembunuhan dilihat dari pengertian dasar, klasifikasi dan sanksinya menurut ketentuan hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.
Kemudian yang membahas pembunuhan terhadap janin terdapat skripsi saudara Muhdiono (angkatan ’95) dengan judul Aborsi Menurut Hukum Islam (Perbandingan Mazhab Syafi’i dan Hanafi). Kajian dari skripsi ini lebih menitik beratkan pada aborsi yang bersifat abortus provokatus criminalis menurut pandangan kedua mazhab tersebut. Sedangkan penelitian kali ini memfokuskan pada pandangan hukum pidana Islam dan hukum pidana positif terhadap delik penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin dari segi tindak pidana dan pidana (sanksi).
E. Kerangka Teoretik
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu. Peraturan-peraturan ini dikeluarkan oleh Pemerintah. Meskipun peraturan-peraturan telah dikeluarkan, masih ada saja yang melanggar peraturan-peraturan, misalnya dalam hal penganiayaan, yaitu tindak pidana terhadap tubuh dan yang bertentangan dengan hukum (KUHP Pasal 351-358). Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya yang bertentangan dengan hukum itu. Segala peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredinger), kejahatan (misdrijven), dan sebagainya, diatur oleh Hukum Pidana (strafrecht) dan dimuat dalam satu kitab undang-undang yang disebut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) yang disingkat KUHP (WvS).[18]
Dalam hukum Islam, kejahatan (jarimah/jinayah) didefinisikan sebagai larangan-larangan hukum yang diberikan oleh Allah, yang pelanggarannya membawa hukuman yang ditentukanNya. Larangan hukum berarti melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan. Dengan demikian, suatu kejahatan adalah perbuatan yang hanya dilarang oleh syari’at. Dengan kata lain, melakukan (commision) atau tidak melakukan (ommision) suatu perbuatan yang membawa hukuman yang ditentukan oleh syari’at adalah kejahatan.[19]
Klasifikasi kejahatan yang paling penting dan paling banyak dibahas oleh para ahli hukum Islam adalah hudud, qisas, dan ta’zir. Kategori qisas jatuh pada posisi di tengah antara kejahatan hudud dan ta’zir dalam hal beratnya. Kejahatan-kejahatan dalam kategori qisas ini kurang serius dibanding yang pertama (hudud), namun lebih berat daripada yang berikutnya (ta’zir). Sasaran dari kejahatan ini adalah integritas tubuh manusia, sengaja atau tidak sengaja. Ia terdiri dari apa yang dikenal dalam hukum pidana modern sebagai kejahatan terhadap manusia atau crimes against persons. Jadi, pembunuhan dengan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan karena kealpaan, penganiayaan, menimbulkan luka/sakit karena kelalaian, masuk dalam kategori tindak pidana qisas ini.[20]
Penganiayaan dalam KUHP tidak dirumuskan elemen-elemen atau unsur-unsurnya, melainkan hanya menyebutkan qualifikasinya atau nama deliknya saja, yaitu penganiayaan (mishandeling) dipidana, dan seterunya.
Menurut Doctrine (ilmu pengetahuan), penganiayaan diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka kepada orang lain. Sedangkan menurut penafsiran dari H.R. (Hoge Raad) penganiayaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka kepada orang lain, dan semata-mata menjadi tujuan dari orang itu dan perbuatan tadi tidak boleh merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan yang diperkenankan.[21]
Melukai atau penganiayaan (jinayah terhadap selain jiwa) bisa sengaja, semi sengaja, dan kesalahan. Dalam hal ini para ulama membaginya menjadi lima macam, yaitu :
1. Ibanat al-Atraf, yaitu memotong anggota badan, termasuk di dalamnya pemotongan tangan, kaki, jari, hidung, gigi dan sebagainya
2. Izhab ma’a al-Atraf, yaitu menghilangkan fungsi anggota badan (anggota badan itu tetap ada tapi tidak bisa berfungsi), misalnya membuat korban buta, tuli, bisu dan sebagainya
3. Asy-Syaj, yaitu pelukaan terhadap kepala dan muka (secara khusus)
4. Al-Jarh, yaitu pelukaan terhadap selain wajah dan kepala termasuk di dalamnya pelukaan yang sampai ke dalam perut atau rongga dada
5. Pelukaan yang tidak termasuk ke dalam salah satu dari empat jenis pelukaan di atas.[22]
Sedangkan pembunuhan diartikan oleh para ulama sebagai suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa. Secara umum, pembunuhan dibagi menjadi tiga macam[23], yaitu :
1. Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd), yaitu suatu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya.
2. Pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al-‘amd), yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya, tetapi mengakibatkan kematian orang yang dianiaya tersebut .
3. Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khata’), yaitu pembunuhan yang disebabkan salah dalam perbuatan[24], salah dalam maksud[25], dan kelalaian[26].
Adapun syarat-syarat dari qisas dalam penganiayaan adalah sebagai berikut:
1. Persamaan nama yang khusus, seperti kanan dengan kanan, kiri dengan kiri.
2. Keadaan yang terpotong tidak kurang daripada anggota yang dipotong, maka tidak dipotong bagian yang sempurna dengan sebab bagian yang syalal (lumpuh).[27]
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan tidak selalu mendapatkan hukuman qisas dapat juga diyat (denda), hal ini seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Nabi bersabda :
من قتل له قتيل فهوبخيرالنظرين إما أن يودي و إما أن يقاد [28]
Sedangkan penganiayaan yang diatur dalam KUHP terdiri dari :
1. Penganiayaan yang berdasarkan pada Pasal 351 KUHP yang dirinci atas :
a. Penganiayaan biasa
b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
c. Penganiayaan yang mengakibatkan orangnya mati
2. Penganiayaan ringan yang diatur oleh Pasal 352 KUHP
3. Penganiayaan berencana yang diatur oleh Pasal 353 KUHP, dengan rincian sebagai berikut :
a. Mengakibatkan luka berat
b. Mengakibatkan orangnya mati
4. Penganiayaan berat yang diatur oleh Pasal 354 KUHP dengan rincian sebagai berikut :
a. Mengakibatkan luka berat
b. Mengakibatkan orangnya mati
5. Penganiayaan berat dan berencana yang diatur oleh Pasal 355 KUHP dengan rincian sebagai berikut :
a. Penganiayaan berat dan berencana
b. Penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan orangnya mati.[29]
Selain delik penganiayaan, KUHP juga menagatur delik pembunuhan yang terdapat dalam Buku II Bab XIX tentang kejahatan terhadap jiwa manusia, kemudian yang berkaitan dengan pembunuhan terhadap janin dirinci sebagai :
1. Pembunuhan terhadap bayi (kinder doodlog)
2. Pembunuhan terhadap bayi dengan rencana terlebih dahulu (kinder moord)
3. Kejahatan terhadap bayi yang baru saja dilahirkan atau belum beberapa lama setelah dilahirkan
4. Kejahatan terhadap jiwa anak yang masih berada dalam kandungan (abortus)
5. Pengguguran yang dilakukan oleh ibu kandung sendiri
6. Pengguguran oleh orang lain tanpa persetujuan si ibu
7. Pengguguran oleh orang lain dengan persetujuan si ibu
8. Pengguguran yang dilakukan oleh dokter, bidan atau juru obat.[30]
Sanksi dari tindak pidana tercantum dalam Pasal 10 KUHP, yaitu sebagai berikut[31] :
1. Pidana Pokok, terdiri dari :
a. Pidana mati,
b. Pidana penjara,
c. Kurungan,
d. Denda
e. Pidana tutupan (berdasarkan Undang-undang RI No. 20 Tahun 1946 Berita Negara RI tahun kedua No. 24 tanggal 1 dan 15 November 1946)[32]
2. Pidana tambahan, terdiri dari :
a. Pencabutan hak-hak tertentu,
b. Perampasan barang-barang tertentu,
c. Pengumuman putusan hakim.
Suatu ancaman hukuman akan dapat menahan manusia untuk melaksanakan kejahatan, yakni ancaman yang bersifat preventif. Apabila orang telah mengetahui lebih dulu, bahwa ia akan mendapatkan hukuman, maka ia akan takut melakukan perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah sosial.[33]
F. Metode Penelitian
Setiap penelitian selalu dihadapkan pada suatu penyelesaian yang paling akurat, yang menjadi tujuan dari penelitian itu. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut diperlukan suatu metode. Metode dalam sebuah penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan.[34]
Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
jenis penelitian yang digunakan pada penyusunan skripsi ini adalah jenis penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan fasilitas pustaka seperti buku, kitab atau majalah.[35] Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji berbagai sumber pustaka yang berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, yang lebih jelasnya adalah membandingkan dan memahami ketetapan dari dua sistem hukum yang berbeda mengenai delik penganiayaan terhadap ibu hamil yang menyebabkan kematian janin melalui kajian pustaka.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif, analitik serta komparatif. Metode deskriptif adalah menjelaskan suatu gejala atau fakta untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang gejala atau fakta tersebut[36], sedang analitik adalah sebuah usaha untuk mencari dan menata secara sistematis data penelitian untuk kemudian dilakukan penelaahan guna mencari makna[37], kemudian komparatif dengan membandingkan hasil yang didapat, dalam hal ini perbandingan antara sistem hukum pidana Islam dan hukum pidana positif, sehingga dapat diperoleh suatu gambaran masalah dan landasan penyelesaian.
3. Pengumpulan Data
Jenis penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, maka teknik pengumpulan data yang ditempuh adalah dengan meneliti dan mengumpulkan pendapat dari para sarjana dan ulama melalui buku-buku, kitab-kitab serta karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan. Kemudian dari sumber-sumber yang ada, baik primer maupun skunder akan diuji kredibilitasnya untuk mendapatkan data yang benar-benar akurat.
Adapun buku-buku ataupun kitab-kitab yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah, dari segi hukum Islam: al-Fiqh wa Adillatuh karya Wahbah az-Zuhaili, at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami karya Abdul Qadir ‘Audah, Fiqh as-Sunnah karya as-Sayyid Sabiq, Minhaj al-Muslim karya Abu Bakar Jabir al-Jazairi, At-Tazhib fi Adillati Matn al-Gayah wa al-Taqrib karya Mustafa Raib al-Bagha, dan lainnya. Sedangkan dari segi hukum pidana positif, KUHP: Kitab Undang-undang Hukum Pidana oleh Moeljatno, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh karya Leden Marpaung, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana oleh Chidir Ali, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP oleh M. Sudradjat Bassar dan lain-lain.
4 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan mengambil beberapa aturan atau ketentuan yang ada mengenai delik penganiayaan maupun pembunuhan yang bersumber dari hukum pidana Islam dan hukum pidana positif. Kemudian menjelaskan teks-teks yang memerlukan penjelasan, terutama dalam hukum pidana Islam.
5. Analisa Data
Adapun metode analisa data yang penyusun gunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif dengan cara berfikir induktif, deduktif dan komparatif. Induktif adalah pengambilan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat khusus ke pernyataan yang bersifat umum, metode ini penyusun gunakan untuk menganalisis kasus penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin, sedangkan deduktif adalah pengambilan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum ke pernyataan yang bersifat khusus.[38] Dengan metode ini penyusun mencoba menganalisa data untuk mengungkapkan ketentuan-ketentuan hukum tentang penganiayaan juga tentang pembunuhan dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana positif. Kemudian menggunakan analisa komparatif dengan cara membandingkan ketentuan yang ada dalam dua sistem hukum yang berbeda mengenai permasalahan yang sama, dengan tujuan menemukan dan mencermati perbedaan dan persamaan antar elemen dalam kedua sistem hukum tersebut, sehingga diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai penyelesaian dari sebagian persoalan yang terdapat dalam pokok permasalahan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran umum mengenai isi karya tulis ini dan lebih mudahnya dalam pembahasan penyusunan, maka disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab pertama adalah pendahuluan. Pendahuluan ini memuat latar belakang masalah yang kemudian dirumuskan pokok masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka yang menguraikan beberapa kajian terdahulu baik berupa buku-buku atau kitab-kitab atau artikel yang ada relevansinya dengan pembahasan yang dapat dijadikan pedoman bagi penelusuran penelitian ini, selanjutnya disusul dengan pembahasan kerangka teoretik baik dari hukum pidana Islam maupun dari hukum pidana positif, dilanjutkan dengan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.
Bab kedua, penyusun akan menguraikan tindak pidana penganiayaan dan pembunuhan dalam ruang lingkup hukum pidana Islam. Pembahasan ini akan dimulai dengan pendefisian mengenai delik penganiayaan serta delik pembunuhan dilanjutkan dengan pemaparan tentang pembagian delik penganiayaan serta pembunuhan juga dijelaskan mengenai sanksi hukuman bagi pelaku tindak pidana penganiayaan serta pembunuhan.
Pada bab ketiga, penyusun menguraikan delik penganiayaan serta pembunuhan ditinjau dari segi hukum pidana positif. pembahasan ini juga meliputi pengertian pengertian delik penganiayaan serta delik pembunuhan, klasifikasi kedua delik tersebut dan diakhiri dengan penjelasan sanksi-sanksinya.
Bab keempat merupakan bab yang berisi kajian perbandingan terhadap sistem hukum pidana Islam dengan hukum pidana positif dihadapkan pada kasus penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin yang dikandung. Analisis tersebut dari dua segi, yaitu segi tindak pidana dan segi pidananya, yang keduanya berisikan persamaan dan perbedaan dari kedua sistem hukum tersebut.
Bab kelima, yaitu bab terakhir dalam skripsi ini akan dikemukakan kesimpulan yang merupakan jawaban akhir dari pokok permasalahan yang ada. Dan dalam bab ini juga akan dikemukakan saran-saran dari penyusun serta kata penutup.
[1]Muhammad Ali as-Sayis, Sejarah Fikih Islam , alih bahasa Nurhadi AGA, cet. ke-1 (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003), hlm. 8.
[2]Nico Ngani dan A. Qiram syamsuddin Meliala, Psikologi Kriminal dalam Teori dan Praktek Hukum Pidana, cet. ke-1 (Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat, 1985), hlm. 25.
[3]Padmo Wahjono, Sistem Hukum Nasional dalam Negara Hukum Pancasila: Pidato Ilmiah pada Peringatan Dies Natalis Universitas Indonesia ke-33 (Jakarta: Rajawali, 1983), hlm. 1.
[4]Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, cet. ke-2 (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 48.
[5]Ibid., hlm. 49.
[6]Nico Ngani dan A. Qiram syamsuddin Meliala, Psikologi., hlm. 26.
[7]Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh : Pemberantasan dan Prevensinya, Ed. 1. cet. ke-2 (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 50.
[8]Moeljatno, KUHP: Kitab Undang-undang Hukum Pidana, cet. ke-16 (Jakarta:Bumi Aksara, 1990), hlm.6.
[9]Asfri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Asy-Syatibi, cet. ke-1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 71-72.
[10] Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari’at dalam Wacana dan Agenda, cet. ke-1 (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 71-72.
[11]Abdoel Raoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum (Jakarta: Bulan Bintang, t.t), hlm. 132.
[12]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet. ke-18 (Jakarta: Attahiriyah, 1981), hlm. 406.
[13] Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam., hlm. 37-38.
[14] Mustafa Raib al-Bagha, At-Tazhib fi Adillati Matn al-Ghayah wa al-Taqrib (Surabaya: Bungkul Indah, 1978), hlm. 191-202.
[15] Nico Ngani dan A. Qiram syamsuddin Meliala, Psikologi., hlm. 9.
[16] Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh., hlm. 19-49.
[17] Ibid., hlm. 50-63.
[18]Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet. ke-7 (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 257.
[19]Topo Santoso, Membumikan., hlm. 20.
[20]Ibid., hlm. 22-23.
[21]Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana , (Bandung: Armico, 1985), hlm. 83.
[22]Topo Santoso, Membumikan., hlm. 38.
[23]Ibid., hlm. 36-37.
[24]Misalnya melakukan suatu perbuatan dengan tidak bermaksud melakukan kejahatan, tetapi mengakibatkan kematian seseorang.
[25]Seseorang melakukan perbuatan dengan niat membunuh seseorang yang dalam persangkaannya boleh dibunuh, namun ternyata tidak boleh, misalnya dengan sengaja menembak seseorang yang disangka musuh dalam peperangan tapi ternyata teman sendiri.
[26]Bila si pelaku tidak bermaksud melakukan kejahatan, tetapi kelalaiannya menimbulkan kematian.
[27]Mustafa Raib al-Baga, At-Tazhib fi Adillati Matn al-Gayah wa at-Taqrib (Surabaya: Bungkul Indah, 1978), hlm. 195.
[28] Ibid., hlm. 192. Lihat juga Abu ‘abdillah Muhammad ibn Ismai’il al-Bukhari, Sahih Bukhari, Kitab ad-Diyah, Bab Man Qutila lahu Qatilun fahuwa Bikhairi an-Nadraini (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), IV: 38. Hadis Nomor 6372. Riwayat Abu Hurairah.
[29]Leden Marpaung, Tindak Pidana., hlm. 50.
[30]Chidir Ali, Responsi., hlm.71-72.
[31]Moeljatno, KUHP., hlm.6.
[32] Lihat Rudy T. Erwin dan J.T.Prasetyo, Himpunan Undang-undang dan Peraturan-peraturan Hukum Pidana, Jilid I (Jakarta: Aksara Baru, 1980), hlm. 236-238.
[33]Nico Ngani dan A. Qiram syamsuddin Meliala, Psikologi., hlm. 27.
[34]Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Tehnik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu sosial Lainnya, cet. ke-4 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 9
[35]Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Tehnik, cet. ke-7 (Bandung: t.np.,1994), hlm. 25.
[36]Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. ke-3 (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm. 10.
[37]Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. ke-4 (Yogyakarta: Roke Sarasin, 1998), hlm. 43.
[38]Sutrisno Hadi, Metodologi Riset (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1977), hlm. 50.