BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah merupakan suatu proses secara continue sebagai hasil dari berbagai pengambilan keputusan didalam atau diluar yang mempengaruhi suatu wilayah. Dalam sejarah disiplin ilmu pengembangan wilayah terlihat bahwa pada awalnya pengembangan wilayah lebih ditekankan pada alasan fisik-alamiah dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan. Tetapi pada perkembangan selanjutnya pengembangan wilayah dapat lebih diwarnai dengan alasan sosial ekonomi.
Perencanan wilayah merupakan suatu kebutuhan mutlak suatu daerah dalam pengembangan potensi dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah yang dalam wilayahnya, hal ini dimaksudkan agar wilayah Kota dapat tumbuh dan berkembang tanpa mematikan wilayah lainnya. Sehingga dapat terjadi sebuah sinergitas dalam upaya pengoptimalisasian potensi sesuai dengan karakteristik yang dimiliki masing-masing.
Adanya kecendrungan kesenjangn antar daerah dalam sebuah wilayah yang luas, diatas bias misalnya antar Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi sebagai akibat dari egoism kedaerahan telah menggambarkan ketidak pemerataan pembangunan dalam wilayah Kota itu sendiri.
Hal tersebut diatas bisa saja merupakan imbas dari pemahaman Otonomi Daerah yang sempit sehingga setiap daerah berdasarkan wilayah administratif lainyang ada disekitarnya,oleh karenanya seringkali terjadi ketidak optimalnya dalam penggunaan sebuah prasarana tertentu. Dalam undang-undang Otonomi Daerah memberikan garansi pada setiap daerah untuk dapat menerbitkan berbagai aturannya sendiri sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerahnya, hal ini kemudian mendorong Kabupaten maupun Kota dalam wilayah propinsi berlomba-lomba membangun sarana dan prasarana pendukung guna pengoptimalan sumber daya yang dimiliki masing-masing tanpa dilandasi sebuah kajian perwilayahan yang mendalam. Sehingga yang sering terjadi adalah ketidak efektifan dalam pelaksanaannya, padahal sebenarnya ketika hal ini digiring pada konsepsi perwilayahan maka tentunya hal yang merupakan pemborosan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut tidak terjadi.
Kehadiran konsep Otonomi Daerah juga direspon oleh daerah-daerah untuk membentuk Kabupaten-kabupaten dengan maksud rentan kendaliyang terlalu jauh antara pusat dan daerahdengan asumsi bahwa, dengan adanya reantan kendali maka pemerataan pembangunan sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 depat mudah dicapai.
Kota Ternate dalam menjaga kestabilitas pemnangunan dalam rangka penataan Kota yang baik dan dengan kosepsi Kota Pantai dan Kota Budaya menuju masyarakat Madani, sehingga dengan itu dalam melakukan pembangunan harus bersandar pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Teknis Ruang Kota dengan menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 9 Tahun 2001 Tentang Bangunan. Hal ini dimaksudkan agar dalam melakukan pembangunan tidak bertentangan dengan konsepsi dasar yang telah diatur.
Penetapan fungsi bangunan gedung oleh Pemerintah Daerah pada proses IMB, berdasarkan rencana teknis yang telah diatur dalam PERDA. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti lebih jauh tentang bangunan dengan judul penelitian sebagai berikut : Pelaksanaan Bangunan di Kota Ternate Kaitannya dengan Perda Nomor 9 Tahun 2001 tentang Bangunan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis mengangkat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana system pengawasan Pemerintah Daerah terhadap bangunan di Kota Ternante ?
2. Apakah penerapan Perda Nomor 9 Tahun 2001 tentang Bangunan, jika masyarakat tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian dan penulisan skripsi ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui system pengawasan Pemerintah Daerah terhadap bangunan Kota Ternate.
2. Untuk mengetahui penerapan Perda Nomor 9 Tahun 2001 Tentang Bangunan, jika masyarakat tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan.
D. Kegunaan Penelitian
1. Menambah ilmu pengetahuan penulis dibidang ilmu Hukum pada umumnya dan pelaksanaan PERDA Nomor 9 tahun 2001 tentang Bangunan.
2. Masukan kepada Pemerintah Kota Ternate dan Masyarakat dalam melaksanakan pembangunan, baik gedung atau rumah sebagai tempat tinggal/hunian maupun tempat untuk kepentingan umum harus konsisten dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tentang Bangunan.