BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami gangguan kesehatan / dalam keadaan sakit. Keluarga juga merupakan salah satu indikator dalam masyarakat apakah masyarakat sehat atau sakit (Efendi , 1998). Peran / tugas keluarga dalam kesehatan yang dikembangkan oleh ilmu keperawatan dalam hal ini adalah ilmu kesehatan masyarakat (Komunitas) sangatlah mempunyai arti dalam peningkatan dalam peran / tugas keluarga itu sendiri. Perawat diharapkan mampu meningkatkan peran keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga. (Friedman, ed 3, 1998 : 145)
Peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan klien.(Friedman, 2003 : 146).
Penanggulangan Injecting Drug User (IDU) memang cukup sulit, perlu diperhatikan dari berbagai aspek, misalnya ketersediaan sarana kesehatan publik, hukuman bagi pengguna, pengedar dan berbagai cara yang lain. Cara yang dapat dilakukan adalah melalui pendekatan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terkecil bagi seorang IDU. Kasih sayang orang tua akan menyebabkan pengguna merasa bahwa dirinya masih ada yang memperhatikan, merasa dihargai dan dibutuhkan. Dengan kasih sayang orang tua diharapkan menjadi manusia yang dapat diterima oleh masyarakat (Abu ahmadi, 2002 : 106).
Kesuma merupakan perkumpulan atau paguyuban, bukan organisasi hirarkis dan berbadan hukum. Kesuma membawa keselarasan dan kebersamaan. Motto dan semangat itu yang diciptakan. Menurut Mur achmadi, dari dinas kesehatan Kalimantan barat, “mereka sangat berperan dalam kerja pendampingan kepada orang hidup dengan AIDS (OHIDA). Kesuma mencoba memotivasi, bahwa hidup seseorang tidak berakhir ketika terinfeksi HIV. Perjuangan Kesuma menghilangkan berbagai stigma, sudah cukup terbukti di lapangan. Kesuma ingin menyakinkan masyarakat, bahwa orang tidak boleh membedakan ODHA. Entah
itu dari segi pelayanan, maupun keberadaannya. Hingga kini, keberadaan Kesuma sebagai kelompok dukungan bagi keluarga ODHA, telah banyak dirasakan manfaatnya. Meski demikian, keberadaan Kesuma masih sebatas orang tertentu saja yang mengetahui. sebagian besar orang tua mendukung penanganan terhadap HIV/AIDS. Cuma, orang tua tidak sepenuhnya tahu tentang hal itu. Seorang anak tidak mungkin memecahkan masalahnya sendiri. Anak butuh bantuan. Dan bantuan yang pertama kali diminta adalah dari orang tua atau keluarga.
Injecting Drug User (IDU) merupakan salah satu jenis pengguna narkoba yang lebih spesifik. Komunitas ini hanya menggunakan narkoba dengan cara disuntikkan, karena itu lebih berisiko terkena berbagai macam penyakit menular dibandingkan dengan pengguna narkoba lainnya. Hal ini disebabkan perilaku IDU yang sering berbagi jarum antar sesama IDU (needle sharing), sehingga akan lebih mudah tertular penyakit, misalnya Hepatitis C bahkan HIV-AIDS.
Data pada pengguna narkoba suntik di Asia sebanyak 1.3 – 2 juta jiwa dan dari total kasus yang ada, lebih dari 1 juta jiwa adalah pengguna narkoba suntik (IDU). Dimana 19% dari total kasus yang ada terinfeksi HIV/AIDS.
Angka pengguna narkoba di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Menurut perkiraan jumlah pengguna narkoba di Indonesia berkisar antara 1,3 sampai dengan 3 juta jiwa, dan didominasi kota besar. Diperkirakan jumlah IDU di Indonesia sekitar 600 ribu sampai dengan 1 juta jiwa. Pengguna IDU rata-rata berumur antara 16-25 tahun.
Kejadian IDU selalu berhubungan dengan kejadian HIV/AIDS ( ODHA ). Data nasional berdasarkan Departemen Kesehatan RI menunjukkan penurunan tingkat resiko penularan HIV/AIDS lewat jalur hubungan seksual. Bila sebelum tahun 1999 persentase penularan lewat jalur tersebut sebesar 80 persen, tahun 1999 menurun menjadi 50 persen dan tahun 2002 menurun lagi menjadi 48 persen. Sementara kasus‑kasus HIV/AIDS pada pemakai narkoba, atau IDU (Intravenous Drug Users) justru makin meningkat. Disebutkan, kasus‑kasus HIV/AIDS pada pemakai narkoba menurun dalam kurun enam tahun terakhir dan cenderung stabil. Berkebalikan dengan persentase IDU. Bila pada tahun 1987 ‑ Juni 1999 hanya ditemukan 6 kasus di kalangan IDU, Desember 1999 terjadi peningkatan 25 kasus, yang meningkat lagi menjadi 780 kasus tahun 2002. Dan pada Desember 2005 tercatat 3.719 kasus IDU. Dampak IDU tersebut tentu saja sangat erat dengan HIV/AIDS. Jumlah penderita HIV/AIDS yang tertular lewat berbagai jalur, hubungan seksual, pemakaian jarum suntik, transfusi darah hingga tahun 2005 mencapai 4.244 orang untuk HIV dan 5.321 orang (AIDS). Diperkirakan kasus‑kasus tersebut masih permukaan, realitanya masih lebih banyak kasus yang belum terungkap. Bahkan Departemen Kesehatan memperkirakan pada tahun 2007 kasus IDU yang tercatat setidaknya ada 90.000‑130.000 kasus, dimana sebagian besar tidak melaporkan. ( Bernas, 2007 )
Saat ini, Jatim menduduki posisi ketiga sebagai provinsi yang jumlah orang hidup dengan HIV-nya terbanyak setelah DKI Jakarta dan Papua. Walau dalam data yang di dapat dari Depkes RI masih menduduki perangkat ketiga, jumlah penderita di Jatim memang cenderung meningkat dan bisa mengalahkan Jawa Barat dalam jumlah. Selama tahun 2006, terdapat 863 kasus AIDS, 475 kasus HIV dan 258 diantaranya meninggal (Depkes RI).
Data dari RSJ Menur Surabaya memperlihatkan bahwa dari 17 pasien yang ada diruang Napza, sebanyak 76.5% (13 pasien) adalah pengguna (IDU). Pada pasien yang baru masuk rumah sakit rata–rata mengalami stress psikologis (kecemasan). Sehingga peran keluarga sangatlah penting dalam membantu untuk mengurangi rasa cemas yang di alami pasien, dan hal itu sangat membantu dalam proses pengobatan/terapi pasien (Rekam Medik RSJ Menur Surabaya, 2008).
Mayoritas IDU menyuntik dirinya secara intravena, tetapi juga ditemukan secara subkutan, dan intramuskular. Jenis obat yang sering disuntikkan IDU adalah heroin, kokain, dan juga sejenis amphetamines, buprenorphine, benzodiazepines, dan barbiturate. Permasalahan IDU selain penyuntik akan mengalami berbagai reaksi sistemik akibat obat yang disuntikkannya, IDU juga dapat menularkan berbagai penyakit melalui jarum yang dipakai bergantian.
Masih belum jelas seberapa besar pengaruh peran keluarga terhadap proses penyembuhan IDU, serta belum jelas juga jika pengaruh peran keluarga ini dapat digunakan secara umum.
Jadi penulis berusaha mencari hubungan peran keluarga terhadap tingkat kecemasan Injecting Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
Apakah ada hubungan peran keluarga terhadap tingkat kecemasan Injecting Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis peran keluarga terhadap tingkat kecemasan Injecting Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi peran keluarga.
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan Injecting Drug User (IDU) usia 15-35 tahun.
3. Menganalisa peran keluarga terhadap tingkat kecemasan Injecting Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun.
1.4 Manfaat penulisan
Sesuai dengan latar belakang perumusan masalah dan tujuan penulisan yang hendak dicapai, maka manfaat yang dapat diharapakan dari penelitian ini adalah
1) Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang peran keluarga terhadap tingkat kecemasan Injecting Drug User (IDU) usia 15-35 tahun.
2) Bagi Institusi Pendidikan
Digunakan sebagai sumber informasi, khasanah wacana kepustakaan serta dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
3) Bagi Profesi
Dapat memberikan sumbangan ilmu bagi ilmu keperawatan.
4) Bagi keluarga
Memberi informasi kepada orang tua tentang peran keluarga dan perhatian orang tua kepada anak.
5) Bagi klien
Dapat meningkatkan konsep dari klien dan motivasi untuk berobat dan sembuh.