KUMPULAN REFERENSI SKRIPSI DARI BERBAGAI JURUSAN, DAN SEMUA TENTANG SKRIPSI ADA DI SINI

Free Downloads

Android App Player For Windows

Koleksi Skripsi Terlengkap

Kumpulan Skripsi LENGKAP (full content) Buat Referensi penyusunan Skripsi. PAKET DVD SKRIPSI HANYA Rp 99.000 (termasuk ongkos kirim)

Tersedia Paket

DVD KHUSUS TEKNIK INFORMATIKA, LENGKAP DENGAN SOURCE CODENYA.

xxxx-xxxx-xxxx

DVD Koleksi Skripsi

Kumpulan Skripsi Lengkap (Dari BAB 1 - PENUTUP) Buat Referensi Penyusunan Skripsi PAKET DVD SKRIPSI HANYA Rp 99.000

Tersedia Paket DVD

KHUSUS TEKNIK INFORMATIKA, Lengkap Dengan Source Code

INFO Selengkapnya

xxxx-xxxx-xxxx

Bayangkan...

Berapa ratus ribu anda sudah berhemat.??

Tak perlu lagi keluarkan uang untuk dapatkan koleksi skripsi yang kami dapatkan dengan harga JUTAAN dari berbagai sumber. Semuanya sudah ada disini.

PENTING!!!! Tulis dan cek Kembali alamat lengkap anda, Kesalahan dalam penulisan Alamat di luar tanggung jawab Kami.

(017) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENAHANAN ATAS AUNG SAN SUU KYI OLEH PEMERINTAH MYANMAR MENURUT INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak (right) adalah hak (entitlement). Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan seseorang terhadap orang lain sampai kepada batas-batas pelaksanaan hak tersebut. Dia tidak mencegah orang lain melaksanakan hak-haknya. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi tidak pernah dapat dihapuskan.[1]

Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. HAM tidak dapat dialihkan dari satu orang kepada orang lain, selain itu HAM bersifat universal yang artinya berlaku di mana saja dan kapan saja.

Dalam perkembangan HAM dari masa ke masa, abad ke-20 merupakan puncak perkembangan dan kesadaran HAM. Abad ke-20 dapat dilihat sebagai masa di mana kesadaran tentang pentingnya hak-hak, khususnya HAM, sangat menonjol dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya.[2] Hal ini terlihat dari berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kemudian membuat instrumen-instrumen hukum internasional mengenai hak asasi manusia.

1

Adanya instrumen-instrumen hukum internasional mengenai hak asasi manusia, bukan berarti pelanggaran terhadap hak asasi manusia berkurang atau tidak ada lagi. Pelanggaran hak asasi manusia tetap ada dan korban tetap berjatuhan, contohnya pada perang Vietnam dan terjadinya genocide di Yugoslavia dan Rwanda. Pelanggaran hak asasi manusia terjadi di seluruh belahan dunia, termasuk di wilayah Asia Tenggara salah satunya adalah Myanmar.

Pada tahun 1988, di Myanmar terjadi demonstrasi berskala nasional yang dimulai sebagai bagian dari reaksi atas tekanan terhadap semua hak-hak sipil dan politik oleh pemerintah Myanmar dan atas kegagalan ekonomi sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah yaitu Burmese way to socialism.[3]

Pada saat itu banyak terjadi demonstrasi-demonstrasi yang menuntut hak-hak atas kebebasan dan demokrasi tapi tentara menggunakan cara kekerasan untuk membubarkan demonstrasi tersebut. Ratusan warga sipil ditangkap dan banyak yang menderita cedera atau meninggal dalam perawatan di tahanan. Puncaknya adalah ketika seorang politikus yang merupakan sekretaris Jenderal Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy, NLD) ditangkap dan ditahan tanpa ada proses pengadilan yang adil dan alasan kenapa ia ditangkap, orang tersebut adalah Aung San Suu Kyi.

Di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada Pasal 9 disebutkan bahwa tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang. Terlihat jelas bahwa pasal tersebut melarang setiap penahanan yang secara sewenang-wenang.

Suatu penahanan dapat dikatakan sewenang-wenang ketika tindakan penahanan tersebut melanggar prosedur hukum domestik dan tidak sesuai dengan standar-standar internasional yang relevan seperti diatur dalam DUHAM dan instrumen-instrumen internasional yang relevan serta telah diterima oleh negara yang bersangkutan.[4]

Selain di DUHAM, penahanan sewenang-wenang juga diatur dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yaitu pada Pasal 9 yang dalam kalimat kedua menyatakan bahwa “…tak seorang pun boleh ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang…”.[5] Larangan kesewang-wenangan kesewenang-wenangan dalam kalimat kedua Pasal 9 ayat 1 ICCPR menunjukkan pembatasan tambahan dalam kaitannya dengan pencabutan kebebasan, suatu pembatasan yang ditujukan kepada badan perundang-undangan nasional dan agen-agen penegak hukum.[6]

Selain diatur dalam dua konvensi di atas, penahanan sewenang-wenang juga diatur dalam the Body of Principles for Protection of All Persons under any Form of Detention or Imprisonment, selanjutnya di sebut the Body of Principles. The Body of Principles menyatakan bahwa penangkapan, penahanan atau pemenjaraan hanya boleh dilaksanakan secara kaku sesuai dengan ketentuan hukum dan oleh para pejabat yang berwenang atau orang yang diberikan wewenang untuk itu (Body of Principles, Prinsip 2).[7] Dalam prinsip tersebut tersiratkan bahwa seseorang ditangkap atau ditahan harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tidak boleh melanggar atau mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam konstitusi Myanmar memang tidak disebutkan secara jelas bahwa penahanan secara sewenang-wenang dilarang. Namun hal tersebut tersirat dalam Pasal 159 huruf b yang menyatakan bahwa “no citizen shall be placed in custody for more than 24 hours without the sanction of a competent judicial organ”.[8] Isi pasal tersebut berarti setiap warga negara tidak boleh ditahan lebih dari 24 jam tanpa adanya sanksi dari lembaga hukum yang berwenang. Terlihat jelas bahwa seseorang dapat ditahan apabila telah dikenai sanksi oleh lembaga hukum yang berwenang dan yang merupakan lembaga hukum yang berwenang di Myanmar adalah Council of People’s Justices.

Pada tanggal 28 Mei 2004, United Nations Working Group for Arbitrary Detention mengeluarkan opini (No. 9/2004) bahwa penahanan atau pengurangan kebebasan Aung San Suu Kyi adalah sewenang-wenang, sebagai yang disebut pada Pasal 9 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang berbunyi “tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang”, dan meminta kepada pemerintah Myanmar untuk melepaskan Aung San Suu Kyi, tapi sampai sekarang pemerintah Myanmar tidak memperdulikan permintaan tersebut.

Penahanan Aung San Suu Kyi oleh pemerintah Myanmar berdasarkan Pasal 10 1975 State Protection Act, yang menyebutkan bahwa untuk melindungi negara dari bahaya, the Central Board mempunyai hak untuk melakukan tindakan penahanan terhadap orang yang dianggap membahayakan negara selama 90 hari, bisa diperpanjang menjadi 180 hari dan apabila dianggap perlu orang tersebut bisa di tahan selama satu tahun 1975 State Protection Act di amandemen oleh State Law and Order Restoration Council (SLORC) pada tanggal 9 Agustus 1991. Amandemen ini mengubah maksimun masa penahanan pada Pasal 14 dan 22, dari tiga tahun menjadi lima tahun. Amandemen ini juga mehilangkan right to appeal pada Pasal 21.

Pada saat masa penahanan Aung San Suu Kyi sudah habis, pemerintah Myanmar menambah lagi masa tahanan untuk beberapa tahun ke depan. Penambahan masa tahanan rumah Aung San Suu Kyi berdasarkan 1975 State Protection Act (Pasal 10 b), di mana memberi kekuasaan kepada pemerintah untuk menahan seseorang tanpa adanya proses pengadilan. Hingga sampai sekarang Aung San Suu Kyi masih berada dalam tahanan rumah dengan dibatasinya segala informasi, kegiatannya serta tamu-tamunya yang akan berkunjung.

Dengan melihat uraian di atas terlihat bahwa pemerintahan Myanmar tersebut melakukan penahanan rumah secara sewenag-wenang terhadap Aung San Suu Kyi dan melanggar hak-hak sipil dan politik Aung San Suu Kyi yang berhubungan dengan penahanan rumah tersebut, contohnya hak untuk berbicara, hak untuk berkelompok. Penahanan rumah yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi tersebut juga tidak disertai dengan alasan yang jelas dan tidak ada peradilan yang jujur dan adil.

Dengan mengingat pentingnya (dianggap sebagai non-derogable rights) hak asasi manusia yang berkaitan dengan kebebasan individu seperti kebebasan berbicara, kebebasan berpikir, kebebasan berkumpul dan berserikat, serta mendapatkan pengadilan yang jujur dan adil.[Sic!][9] Serta, dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas masalah hak asasi manusia, khususnya tentang penahanan Aung San Suu Kyi oleh pemerintah Myanmar. Oleh karena itu penulis mengangkat judul skripsi: Tinjauan Yuridis terhadap Penahanan atas Aung San Suu Kyi oleh Pemerintah Myanmar menurut International Covenant on Civil and Political Rights.

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah penahanan terhadap Aung San Suu Kyi melanggar HAM?

2. Apakah tanggung jawab pemerintah Myanmar terhadap penahanan Aung San Suu Kyi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut di muka, di bawah ini dikemukakan tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menggambarkan apakah penahanan terhadap Aung San Suu Kyi melanggar HAM.

2. Untuk mengetahui dan menggambarkan apa tanggung jawab pemerintah Myanmar terhadap penahanan Aung San Suu Kyi.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoretis, pembuatan skripsi ini bertujuan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum, khususnya hukum hak asasi manusia internasional.

2. Secara praktis, pembuatan skripsi ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai pelanggaran HAM dan juga memberikan masukan bagi para praktisi hukum yang secara langsung maupun tak langsung terkait dengan kasus-kasus pelanggaran HAM.

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yaitu jenis penelitian yang melihat hukum sebagai kaidah atau norma hukum dan meneliti tentang penemuan asas-asas hukum positif.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penulisan yang bersifat deskriptif, yaitu dengan meneliti objek yang sudah ada dan ingin memberikan gambaran tentang objek penelitian tersebut.

3. Data

a. Sumber Data

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu dengan melakukan studi kepustakaan terhadap:

1) Bahan hukum primer, yang merupakan instrumen-instrumen hukum internasional yang terdiri dari: Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights), Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights), Prinsip-prinsip untuk Perlindungan Semua Orang yang Berada di Bawah Bentuk Penahanan Apapun atau Pemenjaraan (Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or Imprisonment), dan Hukum Perlindungan Negara (State Protection Act) 1975.

2) Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari buku-buku, tulisan-tulisan, penelitian studi kasus, dan artikel-artikel yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan yang berhubungan dengan skripsi ini.

3) Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus-kamus baik bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

b. Cara Mengumpulkan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap data sekunder dan data tersier yang berkaitan dengan masalah penahanan atas Aung San Suu Kyi, serta mempelajari dokumen-dokumen serta instrumen-instrumen hukum nasional dan internasional yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

c. Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, sehingga analisis penelitiannya dilakukan secara kualitatif baik terhadap data hukum sekunder maupun data hukum primer. Data yang sudah dikumpulkan dan diolah tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan kesimpulan penelitian ini.

d. Metode Pengambilan Kesimpulan

Kesimpulan yang akan diambil oleh penulis adalah dengan metode induktif, yaitu menggunakan data yang bersifat khusus dan kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum.

F. Kerangka Konsepsional

Berikut ini adalah beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini:

1. Hak Asasi Manusia (Human Rights)

Pengertian hak asasi manusia (human rights) menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah hak asasi manusia secara umum didefinisikan sebagai hak yang melekat pada diri manusia dan dengan tidak adanya hak tersebut kita tidak dapat hidup sebagai manusia.[10]

Menurut Cess de Rover pengertian hak asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki oleh setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki oleh setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi tidak pernah dapat dihapuskan.[11]

2. Hukum HAM Internasional (International Human Rights Law)

Dewasa ini telah berkembang disiplin ilmu hukum yang mengatur tentang perlindungan HAM secara internasional, yang pada hakikatnya merupakan cabang dari hukum internasional publik (public international law), ilmu hukum ini disebut dengan istilah hukum hak asasi manusia internasional (international human rights law).

Definisi hukum HAM internasional menurut pendapat Thomas Buergenthal adalah “…the international of human rights is defined as the law that deals with the protection of individual and groups against violations by government of their internationally guaranteed rights and with the promotion of these rights.”[12] Dalam bahasa Indonesia artinya adalah hukum yang melindungi individu dan kelompok dari kesewenang-wenangan pemerintah terhadap hak mereka yang dijamin secara internasional dan dengan tujuan untuk kemajuan hak-hak tersebut.

3. Tahanan Rumah (House Arrest)

Dalam keadilan dan hukum, tahanan rumah adalah suatu tindakan dimana seseorang dikurung oleh yang berwenang di dalam tempat tinggalnya.[13] Secara hukum, sebenarnya tahanan rumah diperbolehkan namun dalam menetapkan putusan haruslah melalui pengadilan yang jujur dan adil, karena setiap orang berhak mendapatkan pengadilan yang jujur dan adil.

Tahanan rumah biasanya dijatuhkan kepada orang yang tidak boleh mengetahui kondisi di luar, tidak boleh mendapat informasi tentang situasi di luar rumah. Biasanya tahanan tersebt adalah lawan politik dari yang berwenang (pemerintah), karena lawan politik tersebut berbahaya bagi kelangsungan kekuasaan pemerintahannya.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terbagi menjadi lima bab. Berikut ini adalah isi dari masing-masing bab tersebut.

Bab I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang, pokok permasalahan, kerangka konsepsional, metode penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II : INSTRUMEN HUKUM HAM INTERNASIONAL DAN NASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN PENAHANAN

Pada bab ini akan diuraikan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan kasus penahanan rumah Aung San Suu Kyi oleh pemerintah Myanmar yaitu Universal Declaration of Human Rights, International Covenant of Civil and Political Rights, the Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or Imprisonment, Undang-undang Dasar Myanmar, dan Undang-undang Perlindungan Negara 1975.

Bab III : PENAHANAN RUMAH AUNG SAN SUU KYI OLEH PEMERINTAH MYANMAR

Pada bab ini penulis akan memaparkan penahanan rumah Aung San Suu Kyi oleh pemerintah Myanmar.

Bab IV : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENAHANAN AUNG SAN SUU KYI OLEH PEMERINTAH MYANMAR MENURUT INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS

Pada bab ini penulis akan menganalisis antara peristiwa penahanan rumah Aung San Suu Kyi oleh pemerintah Myanmar dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai masalah HAM internasional yang terkait.

Bab V : PENUTUP

Bab ini akan mengakhiri susunan skripsi ini, dengan diuraikannya kesimpulan. Selain itu, penulis juga akan memberikan saran sebagai masukan.


[1] Cess de Rover, To Serve and To Protect (Geneva: International Committee of the Red Cross, 1998), hal. 336.

[2] Frans Ceunfin SVD, ed., Hak-Hak Asasi Manusia “Pendasaran dalam Filsafat Hukum dan Filsafat Politik”, (Maumere: Ledalero, 2004), hal. xiii.

[3] Yozo Yokota, Report on the situation of human rights in Myanmar, (On-line), tersedia di: http://www.unhchr.ch/Huridocda/Huridoca.nsf.

[4] Lembar Fakta Hak Asasi Manusia (edisi 2), (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2004), hal. 455.

[5] Ibid., hal. 225.

[6] Ibid.

[7] Ibid., hal. 226.

[8]Konstitusi Myanmar, (On-line), tersedia di: http://www.thailawforum.com/database1/constmyanmar.html.

[9] Geoffrey Robertson, Kejahatan terhadap Kemanusiaan “Perjuangan untuk Mewujudkan Keadilan Global”, (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2002), hal. 135. Hak ini oleh Pasal 18 Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik dibuat agar tidak dapat dibatasi pelaksanaannya (non-derogable rights).

[10] United Nations, Human Rights Questions and Answers, (New York: United Nations Departement of Public Information, 1988), hal. 1.

[11] Supra catatan kaki nomor 1.

[12] Thomas Buergenthal, International Human Rights, (Washington DC: West Publishing Co, 1995), hal. 1.

[13] House arrest, (On-line), tersedia di: http://en.wikipedia.org/wiki/House_arrest.


dapatkan file lengkapnya

klik disini

 

CARA SINGKAT BELAJAR BAHASA INGGRIS segera bergabung bersama kami..!!!!