BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Sejarah telah menunjukkan bahwa manusia dengan perkembangan budaya serta peradabannya telah menghasilkan kemampuan teknologi dari teknologi dengan kemampuan sederhana hingga teknologi pada masa sekarang yang semakin canggih. Teknologi kini semakin tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia karena perkembangan teknologi semakin dirasakan memberikan banyak kemudahan dan manfaat serta memberikan dampak positif bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Hal tersebut sudah menjadi kenyataan sehari-hari karena menjadi tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap perkembangan Iptek untuk dapat memberikan perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat, dan aman.
Seiring perkembangan dan kemajuan yang begitu pesat di bidang teknologi informatika yang merupakan Konvergensi Teknologi Informasi dan Telekomunikasi dalam era informasi telah melahirkan suatu media baru yaitu media internet sebagai sebuah teknologi jaringan yang mampu menghubungkan ribuan bahkan jutaan komputer yang ada di seluruh dunia. Internet yang didefinisikan oleh The U.S. Supreme Court sebagai: "international network of interconnected computers" (Reno v. ACLU, 1997), telah menghadirkan kemudahan-kemudahan bagi setiap orang bukan saja sekedar untuk berkomunikasi dan mengakses informasi tapi juga melakukan transaksi bisnis kapan saja dan di mana saja.
Pemanfaatan media internet pada masa sekarang ini memberikan dampak yang cukup luas bagi hampir sebagian besar aspek kehidupan manusia dimana internet menjadi media penyampaian serta pertukaran informasi, disamping juga sebagai sarana atau media baru dalam melakukan interaksi sosial yang biasanya terjadi secara tidak langsung dan bersifat borderless (tanpa mengenal batas wilayah).
Dalam perkembangannya, selain keberhasilan dan sisi positif yang didapat dari penggunaan teknologi di bidang komputer, informasi, dan telekomunikasi untuk kemajuan peradaban umat manusia, ternyata di sisi lain juga menimbulkan ekses penyalahgunaannya secara tidak sah dan melawan hukum sehingga merugikan kepentingan individu, kelompok, dan Negara. Kemajuan Teknologi di bidang Informatika di samping telah memberikan kemaslahatan terhadap masyarakat di sisi lain juga menimbulkan kekhawatiran karena adanya penggunaan yang menyimpang yang dapat merugikan. Penggunaan media teknologi internet tersebut telah melahirkan sisi negatif dari kehidupan sosial masyarakat dengan membuka peluang munculnya tindakan-tindakan anti-sosial dan perilaku kejahatan yang selama ini dianggap tidak mungkin terjadi. Sebagaimana sebuah teori mengatakan: "crime is a product of society its self", yang secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang melahirkan suatu kejahatan. Semakin tinggi tingkat intelektualitas suatu masyarakat, semakin canggih pula kejahatan yang mungkin terjadi dalam masyarakat itu.[1]
Tumbuh dan berkembangnya teknologi komputer, teknologi informasi, dan teknologi komunikasi telah menyebabkan munculnya berbagai macam jenis tindak pidana baru yang memiliki karakteristik berbeda dengan tindak pidana biasa yang selama ini dikenal di masyarakat dan telah diakomodir di dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Banyak bermunculannya tindak pidana jenis baru ini menjadi sisi paling buruk di dalam kehidupan modern masyarakat informasi akibat kemajuan pesat teknologi dengan semakin meningkatnya peristiwa kejahatan komputer, pornografi, terorisme digital, “perang” informasi sampah, hacker, cracker, dan sebagainya.[2]
Peristiwa kejahatan melalui media internet terjadi di banyak Negara di dunia. Bahkan di beberapa Negara maju yang menjadi pelopor lahirnya teknologi informasi ini pun tidak luput dari ancaman serangan para penjahat cyber yang bahkan sampai mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit jumlahnya.
Salah satu situs terkenal di Amerika yang menyajikan berita secara up to date CNN.com pernah mengalami sebuah serangan yang mengakibatkan server websitenya mengalami kelumpuhan dan berhenti bekerja selama kurang lebih 4 jam. Para penegak hukum dari Amerika Serikat dan Kanada akhirnya berhasil menangkap sang pelaku dan menuntutnya melakukan serangan cyber denial of service tingkat tinggi.[3] Selain kasus tersebut, masih ada beberapa kasus lainnya yang muncul akibat dari serangan semacam itu yang mengakibatkan berhenti bekerjanya suatu situs internet diantaranya yaitu kasus lumpuhnya beberapa situs taruhan di Rusia yang mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit karena biasanya para hacker kemudian melakukan pemerasan kepada pemilik situs tersebut untuk menyerahkan sejumlah uang yang diminta sebagai syarat untuk memberhentikan serangan yang telah mereka lakukan, bahkan situs milik pemerintah AS (www.whitehouse.gov) pun tak luput dari ancaman serangan sejenis ini yang mengakibatkan dipindahkannya server tersebut untuk menghindari serangan berlanjut.
Begitu banyaknya kasus semacam itu baik yang terungkap maupun yang tidak, dapat menjadi contoh dari semakin berkembang dan berbahayanya kejahatan cyber jenis ini. Di Indonesia sendiri kasus-kasus seperti itu bukan tidak mungkin terjadi mengingat Indonesia sebagai Negara berkembang juga ikut merasakan dampak buruk dari pesatnya perkembangan teknologi informasi. Hanya saja kasus-kasus yang bermunculan di Indonesia hanya sedikit yang dapat ditangani oleh sistem hukum Indonesia. Hal ini disebabkan karena ketiadaan perangkat hukum yang menjadi kelemahan bagi Indonesia di dalam menanggulangi berbagai tindak kejahatan cyber yang terjadi.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan mengkaji mengenai kejahatan di dunia maya (cybercrime) dan menelaahnya lebih jauh dalam skripsi yang berjudul :
“Tinjauan Yuridis tentang Tindak Pidana Mayantara (Serangan DoS/Denial of Service) dikaitkan dengan Ketentuan Hukum Pidana Positif di Indonesia”
- Identifikasi Masalah
Dengan begitu luasnya permasalahan di bidang cybercrime itu sendiri, maka pembahasan dalam skripsi ini akan dibatasi pada permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bilamanakah suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana serangan DoS?
2. Apakah ketentuan hukum pidana positif di Indonesia dapat menjangkau tindak pidana mayantara (cybercrime) yang dalam hal ini berupa tindakan serangan DoS (DoS Attack)?
3. Apakah perlu dibentuk suatu produk hukum baru yang dimaksudkan secara khusus untuk menangani tindak pidana mayantara (cybercrime) pada umumnya dan secara khusus terhadap tindak pidana serangan DoS?
- Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman secara mendalam mengenai:
1. Bentuk dan karakteristik tindak pidana mayantara (cyber crime) berupa serangan DoS.
2. Sejauh mana ketentuan hukum pidana positif di Indonesia dapat menjangkau tindak pidana mayantara (cybercrime) terutama tindak pidana serangan DoS.
3. Perlu tidaknya suatu produk hukum baru yang dibentuk secara khusus untuk mengatasi tindak pidana serangan DoS ini.
- Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaharuan hukum nasional pada umumnya dan juga dapat menambah wawasan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam lingkup hukum pidana, berkaitan dengan masalah tindak kejahatan yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas melalui media internet.
2. Kegunaan Praktis
Penulis berharap penelitian ini secara praktis dapat memberikan sumbangan dan masukan bagi masyarakat sebagai suatu sumber informasi dan referensi terkait dengan kejahatan melalui media internet, serta dapat menjadi dasar-dasar atau landasan untuk penelitian lebih lanjut.
E. Kerangka Pemikiran
Law as a tool of social engineering[4], hukum sebagai alat dalam pembaharuan masyarakat. Sebuah pemikiran dari seorang filosof besar Roscoe Pound tentang fungsi hukum. Pemikiran inilah yang kemudian oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja dikembangkan bahwa fungsi hukum adalah sebagai sarana pembangunan dan pembaharuan masyarakat.[5]
Dalam suatu masyarakat yang sifatnya dinamis, pembangunan dengan berbagai perubahan budaya dan peradaban dapat memberikan dampak bagi setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia sebagai anggota masyarakat tersebut dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak terkecuali dalam hal kegiatan atau aktivitas yang bersifat anti sosial dan setiap perilaku yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang berlaku.
Yahezkel Dror[6] berpendapat bahwa dimana suatu budaya yang erat dengan perkembangan di dalam masyarakat akan terus menerus di-regenerasi. Sehingga suatu proses hukum merupakan suatu proses yang tidak dapat dan tidak boleh berhenti pada suatu titik aman. Kebutuhan masyarakat yang terus berkembang membutuhkan suatu grundnorm yang dapat dijadikan landasan atau filosofi dalam menjalankan kehidupan, namun juga mengharapkan ius constituendum yang terbaik untuk kehidupannya.
Hukum pidana yang merupakan salah satu bagian dari hukum publik memiliki peranan yang besar dalam menciptakan hukum yang sesuai dengan cita-cita masyarakat. Pompe telah membuat suatu rumusan yang sangat singkat tentang hukum pidana:
“het strafrecht wordt, evenal het staatsrecht, het burgerlijk recht en andere delen van het recht, gewoonlijk opgevat al seen geheel van min of meer algemene, van de concrete omstandigheden abstraherende, regels”.
Maksud dari ucapan itu adalah bahwa hukum pidana itu sama halnya dengan hukum tata Negara, hukum perdata, dan lain-lain dari peraturan yang sedikit banyak bersifat umum yang diabstrahir dari keadaan-keadaan yang bersifat konkret.
Keadaan-keadaan yang bersifat konkret itu dapat kita lihat dalam kehidupan masyarakat. Perubahan-perubahan dalam masyarakat pada dasarnya diakibatkan oleh laju pembangunan yang semakin pesat serta perubahan dan perkembangan budaya serta peradaban di masyarakat itu sendiri yang juga diakibatkan oleh pesatnya pertumbuhan teknologi.
Pesatnya pertumbuhan teknologi di bidang komputer, informasi dan teknologi telah melahirkan suatu tindak pidana baru yang memiliki karakteristik berbeda dengan tindak pidana konvensional. Penyalahgunaan komputer sebagai salah satu dampak dari ketiga perkembangan tersebut tidak terlepas dari sifat dan karakteristiknya yang khas sehingga membawa persoalan baru yang agak rumit untuk dipecahkan, berkaitan dengan masalah penanggulangannya.
Tumbuh dan berkembangnya teknologi yang kemudian juga diikuti dengan lahirnya berbagai macam aktivitas kejahatan baru mengharuskan adanya peran Negara melalui yurisdiksi hukumnya untuk dapat melindungi kepentingan warganya yang baik secara langsung maupun tidak terkena dampak dari segala aktivitas kejahatan, meskipun kejahatan yang terjadi merupakan kejahatan virtual.
Peran hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi sangat penting mengingat bahwa hukum pidana berperan sebagai sarana pengendalian sosial agar tercipta suatu keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat, terutama masyarakat yang sedang mengalami perkembangan dalam hal teknologi.
Prof. Van Hammel dalam bukunya yang berjudul Inlending Studie Ned. Strafrecht 1927 mengatakan bahwa “Hukum pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut.” Pendapat ini kemudian diikuti oleh Prof. Moeljatno, S.H. dengan mengemukakan definisi Hukum Pidana yang menurut beliau adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk [7]:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang telah disangka telah melanggar larangan tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa hukum pidana bertujuan bukan hanya untuk menghukum para pelaku kejahatan atau memidanakan terdakwa, tapi di sisi lain juga memperhatikan apakah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut benar merupakan perbuatan pidana atau tidak.
Seseorang dapat dikatakan melakukan kejahatan jika dia terbukti melakukan perbuatan pidana (delik). Dalam arti sebenarnya, delik disebutkan sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang atau dalam pengertian lain dapat disebut sebagai suatu tindak pidana.[8]
Hal ini diperjelas dengan apa yang telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan boleh dihukum melainkan atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang yang telah ada, sebelum perbuatan itu dilakukan.[9] Selanjutnya pasal ini dikenal sebagai asas legalitas.
Asas legalitas menjadi asas yang penting dalam penerapan hukum pidana dalam kenyataannya di masyarakat. Karena asas ini menjadi dasar bagi penanganan setiap perkara pidana di masyarakat. Negara melalui aparat penegak hukumnya wajib mendasarkan pada asas ini dalam kewenangannya untuk menindak setiap pelaku kejahatan.
Dalam kaitannya dengan cyber crime, undang-undang atau hukum positif di Indonesia belum sepenuhnya mengatur mengenai hal tersebut. Hukum pidana di Indonesia belum secara lengkap mengatur mengenai hal ini.
Ketiadaan hukum positif atau undang-undang yang mengatur secara khusus dan menyeluruh tentang cyber crime ini menjadikan setiap kegiatan atau aktivitas kejahatan di dunia maya semakin banyak dan tidak terkendali yang pada akhirnya menyebabkan kekacauan di masyarakat. Hal inilah yang tidak dikehendaki oleh masyarakat yang menjadi korban dari kemajuan teknologi.
yang Hubungan antara hukum dan teknologi internet tentu saja akan menjadi hal yang unik. Faktor yang utama adalah undang-undang itu sendiri harus siap namun dalam kenyataan apabila ada kasus yang baru biasanya kita belum siap untuk menentukan hukumannya. Dunia cyber sebagai manifestasi sistem informasi dan telekomunikasi yang terpadu dalam suatu jaringan global, adalah ruang tanpa batas yang dapat diisi dengan sebanyak mungkin katagori. Baik yang sudah ada, akan ada, dan mungkin akan terus berkembang.
Hukum dan alat perlengkapannya tentu juga terus berkembang, kesiapan para aparat atau sumber daya manusia dari penegak hukum harus ditingkatkan terutama dalam hal ini adalah POLRI, yang menjadi masalah adalah apakah undang-undang dapat berkembang sepesat dan secepat perkembangan dunia cyber. Bahkan pada taraf “unlimited world” (dunia yang tiada batas) yang bisa melanda semua kategori yang sempat terpikirkan manusia seperti u-commerce, u-banking, u-trade dan lain-lain.
- Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Dalam melakukan Penelitian ini, Penulis menggunakan metode deskriptif-analisis secara yuridis-normatif,[10] yaitu dimulai dengan menganalisis pasal-pasal KUHP yang ada kaitannya dengan permasalahan mengenai cyber crime dihubungkan dengan beberapa peraturan dan undang-undang lainnya yang terkait dengan permasalahan cyber crime baik yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia maupun peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan oleh badan-badan atau lembaga internasional lainnya. Dalam penelitian hukum ini, norma-norma hukum dapat di pakai sebagai premis mayor dan fakta-fakta yang terjadi sebagai premis minor, sehingga pada akhirnya nanti diperoleh kesimpulan yang dalam hal ini menggunakan proses silogisme. Hasil penelitian ini tidak bersifat valid, karena tujuannya bukan untuk membentuk teori, melainkan menguji teori yang telah ada dalam situasi sebenarnya.[11]
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi penelitian deskriptis analitis dan juga komparatif yaitu penelitian yang menggambarkan secara integral dan komprehensif serta sistematis tentang teori-teori dalam cyber law, kemudian juga membandingkan proses pelaksanaannya dengan apa yang terjadi di dalam kenyataan serta dengan pelaksanaan di beberapa Negara lainnya.
3. Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan yaitu kegiatan mengumpulkan data-data yang bersifat sekunder. Penelitian kepustakaan dilaksanakan guna menemukan landasan teoritis berupa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber data sekunder tersebut terdiri dari :
1. Bahan hukum primer berupa norma dasar Pancasila, peraturan dasar Undang-Undang Dasar 1945, aturan pasal yang terdapat dalam KUHP dan juga ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang mempunyai kekuatan hukum mengikat baik yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia maupun peraturan yang diterbitkan oleh Negara lain dan badan-badan internasional.
2. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer antara lain pendapat para ahli ataupun hasil-hasil penelitian lain.
3. Bahan hukum Tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan ini antara lain berupa artikel surat kabar ataupun media internet.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian ini diusahakan sebanyak mungkin diperoleh dengan menggunakan data primer dan sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan cara sebagai berikut:
Studi kepustakaan:
Studi Kepustakaan dilakukan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Studi kepustakaan ini didapatkan melalui bahan-bahan hukum sebagai berikut:
1. Bahan-bahan Hukum Primer:
a) Norma dasar Pancasila;
b) Peraturan dasar: Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan-ketetapan MPR;
c) Peraturan perundang-undangan;
d) Yurisprudensi;
e) Traktat.
2. Bahan-bahan Hukum Sekunder: yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hokum primer, yaitu:
a) Rancangan peraturan-peraturan perundang-undangan, seperti RUU KUHP, RUU ITE, dsb;
b) Hasil karya ilmiah para ahli hukum;
c) Hasil-hasil penelitian.
3. Bahan-bahan Hukum Tersier: yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan ini antara lain berupa artikel surat kabar ataupun media internet.
5. Metode Analisis Data
Analisis data dan penarikan kesimpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara kualitatif. Analisis ini dilakukan untuk mengungkap kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian berupa macam-macam penjelasan. Penelitian juga tidak menggunakan angka-angka yang tidak dapat di hitung seperti halnya penelitian kuantitatif.
6. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data-data yang terkait dalam penelitian ini, maka penelitian dilakukan di dalam tiga tempat, antara lain :
a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Jalan Imam Bonjol No. 21 Bandung.
b. Perpustakaan Pusat Universitas Padjajaran, Jalan Dipati Ukur Bandung.
c. Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri, Jalan Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan.
- Sistematika Penulisan
Merupakan inti pokok dari penulisan secara kesuluruhan, di dalam bagian ini penulis mencoba memberikan gambaran mengenai skipsi ini yang terdiri dari 5 (lima) bab, yang diantaranya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari beberapa sub bab yang akan menguraikan mengnai hal-hal yang melatarbelakangi penulis dalam mengambil pokok permasalahan yang akan diteliti, identifikasi atas masalah-masalah yang akan memudahkan pembahasan, dilanjutkan dengan penjelasan penulis tentang tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini serta kegunaan dari penelitian yang dilakukan. Guna mendukung apa yang akan dibahas, diuraikan juga kerangka pemikiran yang berisi teori-teori dan pendapat para ahli yang terkait dengan masalah yang akan dibahas. Dan untuk menunjang perolehan data dan informasi diuraikan pula metode penelitian sampai analisis data sehingga akan terlihat keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, dan dikemukakan pula sistematika penulisan guna memudahkan pembahasan di dalam penelitian ini.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA MAYANTARA (CYBER CRIME)
Merupakan bab yang akan menguraikan secara rinci mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan sistem komputer, yang mencakup mengenai pengertian cyber crime, karakteristik, klasifikasi serta jenis cyber crime. Pembahasan dalam bab ini juga akan mencakup mengenai sejarah komputer dan perkembangannya.
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI SISTEM JARINGAN KOMPUTER DAN TINDAK PIDANA MAYANTARA BERUPA SERANGAN DoS (DENIAL of SERVICE ATTACK)
Merupakan bab yang akan menguraikan mengenai sistem jaringan komputer secara menyeluruh yang mencakup jaringan yang bersifat lokal maupun jaringan global (internet), serta pembahasan mengenai sejarah awal lahirnya sistem jaringan komputer dan perkembangannya. Pembahasan kemudian juga dilakukan terhadap berbagai bentuk dan karakteristik dari kejahatan yang berkaitan dengan sistem jaringan komputer yang salah satu contohnya yaitu serangan DoS (DoS attack).
BAB IV ANALISA YURIDIS TENTANG TINDAK PIDANA DUNIA MAYA (Serangan DoS/Denial of Service) DIKAITKAN DENGAN KETENTUAN HUKUM PIDANA POSITIF DI INDONESIA
Merupakan bab yang akan menganalisis mengenai tindak pidana mayantara, terutama kajian mengenai tindak pidana serangan DoS baik dalam dalam perspektif hukum pidana positif di Indonesia, maupun dalam berbagai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan cyber crime.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dari Bab I hingga Bab IV yang merupakan jawaban atas identifikasi masalah. Selain kesimpulan ini, penulis juga mencantumkan saran-saran dalam hal terjadi permasalahan dan hambatan-hambatan yang telah dibahas.
[2] Litbang Pertahanan Indonesia
[3] http://news.zdnet.com/2100-9595_22-520033.html
[4] Jusuf Anwar, hlm 30 mengutip Roscoe Pound, An Introduction to the Philosophy of Law, University Press, USA, 1954, hlm. 47.
[5] Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002, hlm.14.
[6] Otje Salman, Teori Hukum : Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2005 hlm.5
[7] Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana , PT Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 1
[8] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2001
[9] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) pasal 1 ayat 1
[10] Penelitian hukum normatif dilakukan dengan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan 4, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 9, dikutip dari Herawati, Op.cit., hlm. 101.
[11] Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 22-23