BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan dunia telekomunikasi saat sekarang ini sangat pesat sekali, ditandai dengan menjamurnya sarana komunikasi seperti hand phone (telepon genggam) yang dapat dibawa kemana-mana, dan penggunaannyapun bukan hanya sekedar untuk komunikasi bahkan untuk berbagai hiburan seperti musik, radio, televisi dan lain sebagainya.
Untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat salah satu pemilik perusahaan pertelekomunikasian (PT Excelcomindo Pratama Tbk) berusaha meningkatkan pelayanan kepada konsumen, baik melalui pelayanan penjualan assesories, maupun membangun Base Transceiver Station (BTS) yang baru agar konsumen mendapatkan signal yang bagus dan dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia bahkan sampai ke manca negara.
Untuk membangun sendiri Base Transceiver Station (BTS) tersebut tentunya PT Excelcomindo Pratama Tbk menemui kesulitan. Untuk mewujudkan niatnya tersebut maka PT Excelcomindo Pratama Tbk menunjuk mitra kerjanya yaitu PT Boer Properti Indonesia sebagai pelaksana pembangun Base Transceiver Station (BTS) baru tersebut yang dituangkan dalam suatu kontrak perjanjian tertanggal 24 Nopember 2005.
Disebabkan karena besarnya biaya untuk membangun Base Transceiver Station (BTS) milik PT Excelcomindo Pratama Tbk tersebut dan juga dibangun di berbagai daerah di seluruh Indonesia, tentunya membutuhkan tenaga ahli dan biaya yang relatif besar. Untuk mencapai hal dimaksud PT Boer Properti Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk menjalankannya sendiri, untuk itu PT Beor Properti Indonesia mengadakan perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan dengan PT Laras Surya Mandiri. Dimana objek perjanjian yang dikerjakan oleh PT Laras Surya Mandiri adalah berupa Site Akuisisi (Sitac), Civil Mekanikal Elektrikal (CME) dan Penyambungan PLN Crash Program untuk beberapa lokasi Base Transceiver Station (BTS) di berbagai daerah di Indonesia.
Perjanjian kerjasama dalam penelitian ini hanya menyangkut kerjasama penjaminan dalam permbiayaan, disebabkan karena relatif besarnya biaya yang dibutuhkan, sementara perjanjian pokok tetap berlaku antara PT Excelcomindo Pratama Tbk dengan PT Boer Properti Indonesia.
Dalam perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri diberikan penyebutan-penyebutan khusus. Untuk PT Boer Properti Indonesia selanjutnya disebut dengan Main Con dan untuk PT Laras Surya Mandiri selanjutnya disebut dengan Investor.
Maksud dan tujuan dari perjanjian kerjasama antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri adalah :
1. Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk mengadakan suatu kesepakatan diatnata para pihak sehubungan dengan penyediaan keahlian dan dana yang dimiliki oleh para pihak dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Para pihak sepakat untuk melakukan pembagian imbalan diantara para pihak sendiri atas setiap pekerjaan yang telah dilaksanakan.
3. Para pihak sepakat bahwa pekerjaan sesuai perjanjian ini sudah harus siap (Mechaninal electrical dan Tower sudah berdiri) selambat-lembatnya 35 hari.
4. Para pihak berjanji dan kerenanya mengikatkan diri untuk melaksanakan dan/atau melakukan segala tindakan yang diperlukan sebagaimana ditentukan dalam perjanjian ini, agar setiap ketentuan dan persyaratan dapat dilakukan/dipenuhi sebagaimana mestinya dan tepat pada waktunya (Pasal 1 Perjanjian Kerjasama Pembiayaan antara PT Beor Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri Nomor 2039/BTS/PKP/XII/2006).[1])
Untuk adanya kepastian hukum antara kedua belah pihak dalam berbagai hubungan hukum dan kerjasama yang sering dilakukan oleh manusia biasanya dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian kerjasama antara PT Beor Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri dituangkan dalam suatu perjanjian kerjasama nomor 2039/BTS/PKP/ XII/2006.
Sebagaimana yang diterangkan oleh undang-undang bahwa salah satu sumber lahirnya perikatan adalah karena suatu persetujuan (yang sudah lazim disebut perjanjian). Hal ini dapat dilihat dari perumusan yang diberikan oleh Pasal 1233 KHUPerdata yang berbunyi :
“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, maupun karena undang-undang”.[2])
Sedangkan persetujuan sebagaimana diatur pada Pasal 1313 KHUPerdata adalah :
“Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.[3])
Berpedoman pada ketentuan tersebut, maka perjanjian apa saja yang dibuat menurut persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum untuk mengikat para pihak yang telah mengadakannya.
Dengan ketentuan itu juga berarti memberikan peluang kepada setiap orang untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak dilarang oleh Undang-undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan serta tidak pula bertentangan dengan ketertiban umum seperti perjanjian kerjasama ini ini.
Selain dari pada perjanjian-perjanjian yang telah diatur secara khusus dalam KUHPerdata, terdapat pula berbagai macam perjanjian yang aturannya tidak didapat dengan jelas dalam KUHPerdata. Namun meskipun tidak diatur dalam KUHPerdata, dalam kehidupan sehari-hari perjanjian tersebut sering dipraktekkan. Salah satu perjanjian tersebut adalah perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan pembangunan Base Transceiver Station (BTS) antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri.
Meskipun demikian dalam pelaksanannya masih saja terdapat penyimpangan-penyimpangan, di mana salah satu pihak telah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan hak dan kewajiban yang telah mereka sepakati, misalnya adanya keterlambatan dari investor dalam melaksanakan pekerjaan, maupun keterlambatan pembayaran pekerjaan oleh main con.
Dalam menentukan isi perjanjian sepenuhnya ditentukan oleh pihak PT Boer Properti Indonesia, dimana pihak PT Laras Surya Mandiri hanya mempelajari isi perjanjian tersebut, apabila pihak PT Laras Surya Mandiri tidak menyetujui salah satu isi pasal perjanjian tersebut, maka hal tersebut akan dimusyawarahkan dengan pihak PT Boer Properti Indonesia namun perubahan pasal tersebut sepenuhnya adalah merupakan wewenang dari PT Boer Properti Indonesia.
Bagi pihak investor, jika main con melakukan perbuatan wanprestasi, pihak investor dapat mengambil tindakan-tindakan hukum seperti memberikan peringatan kepadanya main con dan sebaliknya jika pihak investor yang lalai melaksanakan pekerjaan pihak main con dapat juga memberikan peringatan atau istilah hukumnya disebut dengan sommatie.
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan pada latar belakang masalah di atas menimbulkan minat dan keinginan penulis untuk membahas dan menuangkannnya dalam suatu karya ilmiah yang berjudul : “Perjanjian Kerjasama Pembiayaan Pekerjaan Site Akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri”
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap judul penelitian ini penulis membatasinya sebagai berikut :
Perjanjian adalah sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu.[4])
Kerjasama adalah perbuatan bantu membantu atau yang dilakukan bersama-sama.[5])
Pembiayaan adalah perbuatan (hal dan sebagainya) membiayai atau membiayakan.[6])
Pekerjaan Site Akuisisi (Sitac) PT Pratama Excelcomindo adalah pemasangan peralatan-peralatan yang mendukung berfungsinya Base Transceiver Station (BTS) atau disebut dengan tower milik PT Excelcomindo Pratama Tbk.
Antara adalah jarak (ruang, jauh) di sela-sela dua benda (orang, batas, tempat dan sebagainya).[7])
PT Boer Properti Indonesia adalah perusahaan yang mendapat pekerjaan dari PT Excelcomindo Pratama Tbk dalam perjanjian disebut Maincon.
Dengan adalah berserta atau bersama-sama.[8])
PT Laras Surya Mandiri adalah perusahaan yang menyediakan tenaga ahli dan modal dalam perjanjian kerja sama pembiayaan pekerjaan atau dalam perjanjian disebut dengan investor.
Perjanjian Kerjasama Pembiayan Pekerjaan Site Akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri adalah sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu yang dilakukan bersama-sama membiayai pemasangan peralatan-peralatan yang mendukung berfungsinya Base Transceiver Station (BTS) atau disebut dengan tower milik PT Excelcomindo Pratama Tbk antara dua pihak PT Boer Properti Indonesia (Maincon) bersama-sama PT Laras Surya Mandiri (investor).
B. Masalah Pokok
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan pada latar belakang masalah di atas maka penulis menyusun beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan Site akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri ?
2. Apa substansi perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan Site akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri ?
3. Bagaimana pengaturan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan Site akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri ?
C. Tinjauan Pustaka
Sifat hukum perjanjian ini adalah mengatur perhubungan hukum antara seseorang dengan seseorang yang lain, jadi meskipun perjanjian ini mengenai suatu benda tetapi hak yang dihasilkan karenanya adalah tetap merupakan hak terhadap orang lain yang dapat dipertahankan.
Menurut Sri Soedewi Masychun Sofwan seperti yang yang dikutip A. Qirom Syamsuddin Meliala perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.[9])
Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melakukan prestasi.[10])
Kitab Undang-undang Hukum Perdata terjemahan R. Subekti tidak dipakai istilah perjanjian melainkan persetujuan, dimana menurut Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan :
“Persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.[11])
Di dalam KUHPerdata dikenal ada beberapa macam perjanjian, yaitu perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur dengan lengkap di dalam KUHPerdata dan pada umumnya mempunyai nama, diantaranya perjanjian sewa-menyewa, perjanjian jual beli, pertanggungan, sedangkan perjanjian tidak bernama adalah suatu perjanjian yang tidak diatur secara khusus dan lengkap di dalam KUHPerdata, pada umumnya tidak mempunyai nama, tetapi walaupun demikian perjanjian ini sering terjadi dalam masyarakat salah satunya adalah perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan.
Perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan merupakan perjanjian yang termasuk perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang muncul seiring dengan perkembangan masyarakat. Perjanjian ini tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, meskipun demikian kehadiran dari perjanjian ini apabila ditinjau dari segi hukumnya dapat dibenarkan, karena dasar hukumnya memang ada.
Dalam buku ke-III KUHPerdata kita dapat mencari dasar hukumnya dari perbuatan perjanjian pengelolaan yaitu dengan menafsirkan buku ke-III KUHPerdata tersebut sebagai penganut azaz kebebasan berkontrak. Dalam hal memuat suatu perjanjian, tegasnya dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan :
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.[12])
Berpedoman pada ketentuan tersebut, maka perjanjian apa saja yang dibuat menurut persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum untuk mengikat para pihak yang telah mengadakannya.
Sebenarnya yang dimaksud dengan pasal tersebut tidak lain adalah menyatakan bahwa orang bebas membuat segala bentuk perjanjian yang disukainya, asal tidak melanggar ketentuan dari Pasal 1320 KUHPedata. Sebagai syarat sahnya suatu perjanjian ada 4 syarat yang diperlukan :
1. Adanya kata sepakat antara mereka yang mengadakan perjanjian
2. Adanya kecakapan untuk membuat perjanjian
3. Adanya suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.[13])
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukannya.[14])
Menurut Sri Soedewi Masychun Sofwan seperti yang dikutip A. Qirom Syamsuddin Meliala, menyatakan agar perjanjian itu sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Harus ada persesuaian kehendak antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian.
2. Harus ada kecakapan bertindak dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, artinya cakap dalam melakukan perbuatan.
3. Harus ada atau mempunyai objek tertentui dalam perjanjian itu.
4. Harus mengandung causa yang diperbolehkan oleh undang-undang.[15])
Dengan demikian jelas bahwa setiap perjanjian ataupun persetujuan yang dibuat oleh para pihak harus berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan di atas.
Menurut Kin’s Tatang. S., dimana syarat-syarat sahnya suatu perjanjian adalah :
1. Persetujuan dari mereka yang mengadakan perjanjian
2. Kecakapan untuk mengadakan perjanjian
3. Adanya suatu objek yang tertentu
4. Adanya sebab yang diperkanankan.[16])
Menurut Abdulkadir Muhammad syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut :
1. Maksud mengadakan perjanjian
2. Persetujuan yang ditetapkan
3. Prestasi (consideration)
4. Bentuknya (form)
5. Syarat-syarat tertentu (definite terms)
6. Kausa yang halal (legality)[17])
Dalam syarat sahnya perjanjian disebutkan bahwa untuk sahnya persetujuan diperlukan empat syarat, antara lain yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kedua syarat di atas dapat terpenuhi jika terdapat pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut atau para pihak disebut juga subjek perjanjian (subjek hukum).
Menurut M. Yahya Harahap bahwa jika undang-undang menetapkan subjek perjanjian yaitu pihak yang berhak atas prestasi dan pihak debirut yang wajib melaksanakan prestasi, maka intisari atau objek dari perjanjian ialah prestasi itu sendiri.[18])
Subjek yang berupa orang manusia, harus memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus telah dewasa, sehat pikirannya dan tidak oleh peraturan hukum dilarang atau dibatasi dalam hal melakukan perbuatan hukum yang sah, seperti peraturan pailit, dan sebagainya.[19])
Sedangkan objek hukum perjanjian adalah prestasi dari perjanjian itu sendiri baik secara sepihak atau secara dua pihak. Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti ada.[20])
Adapun yang menjadi objek hukum dalam perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan ini adalah pemasangan Site akuisisi (Sitac), civil mekanikal elekstrikal CME), dan penyambungan PLN Crash Program untuk beberapa lokasi Base Transceiver Station (BTS) di berbagai daerah di Indonesia. Dimana Main con (PT. Boer Properti Indonesia) sebagai penerima kontrak dari PT Excelcomindo Pratama Tbk dan PT Laras Surya Mandiri (Investor) sebagai penyedia tenaga ahli dan penyandang dana.
Di dalam hukum tidak saja manusia (orang) yang dapat menjadi subjek hukum, tetapi badan-badan hukum dapat juga sebagai subjek hukum. Berkenaan dengan subjek hukum dan kecakapan mengenai para pihak, dikemukakan oleh Hardijan Rusli sebagai berikut : [21])
“Bila membahas tentang kecakapan untuk membuat suatu perjanjian maka hal ini sama dengan membahas tentang subjek hukum, karena subjek hukum adalah sesuatu yang dapat melakukan perbuatan hukum atau menjadi pihak/subjek dalam hubungan hukum atau apa saja yang cakap (berkapasitas) untuk membuat perjanjian”.
Tidak cakap membuat perjanjian menurut Pasal 1330 KUHPerdata adalah sebagai berikut :
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang sudah ditaruh di bawah pengampuan
3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan tertentu.
Dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri tersebut tentunya tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan, ada kalanya para pihak tidak memenuhi kewajibannya, memenuhi kewajiban tidak sebagaimana mestinya ataupun memenuhi kewajiban tetapi sudah lewat waktu yang diperjanjikan, kondisi demikian disebut dengan wanprestasi.
Wanprestasi juga termasuk kedalam akibat hukum perjanjian disamping tuntutan ganti rugi atas perbuatan wanprestasi tersebut. Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “Wanprestatie”, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena Undang-undang[22])
Berkenaan dengan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) R. Setiawan mengemukakan sebagai berikut :
“Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi, dan jika tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan yang memaksa maka debitur dianggap melakukan ingkar janji. Ada 3 (tiga) bentuk ingkar janji, yaitu :
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Terlambat memenuhi prestasi.
3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.[23])
Adapun hukuman atau akibat-akibat yang tidak baik dari debitur yang lalai ada empat macam dikemukakan R. Subekti sebagai berikut :
1. Membayar kerugian yang diderita oleh debitur atau dengan singkat (ganti rugi)
2. Pembatalan perjanjian atau dinamakan pemecahan perjanjian
3. Peralihan resiko
4. Pembayaran biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim (kepengadilan).[24])
Menurut Abdulkadir Muhammad ingkar janji membawa akibat yang merugikan bagi debitur, karena sejak saat tersebut debitur berkewajiban mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat daripada ingkar janji tersebut. Dalam hal debitur melakukan ingkar janji, kreditur dapat menuntut :
1. Pemenuhan perikatan
2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
3. Gantirugi
4. Pembatalan persetujuan timbal balik
5. Pembatalan dengan gantirugi[25])
Sehubungan dengan ganti rugi, dalam KUHPerdata yang diatur dalam pasal 1243 KUHperdata berbunyi sebagai berikut :
“Penggantian biaya ganti rugi bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetapi melalaikan, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya”.[26])
Hardijan Rusli mengemukakan bahwa perngertian biaya ganti rugi dan bunga ini disebut sebagai ganti rugi, atau dalam bahasa Inggris disebut Remedies.[27])
Tapi tidak semua kerugian dapat dimintakan penggantian. Undang-undang dalam hal ini mengadakan pembatasan, dengan menetapkan hanya kerugian yang dapat dikira-kirakan atau diduga pada waktu perjanian dibuat (te voorzien) dan yang sungguh-sungguh dapat dianggap sebagai suatu akibat langsung dari kelalaian di berhutang saja dapat dimintakan penggantian. Dan jika barang yang harus diserahkan itu berupa uang tunai, maka yang dapat diminta sebagai penggantian kerugian adalah bunga uang menurut penetapan undang-undang, yaitu yang dinamakan “moratoire interesten”menurut huruf “bunga kelalaian”) yang berjumlah 6 proses setahun, sedangkan bunga ini dihitung mulai tanggal pemasukan surat gugat.[28])
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap penelitian dan penulisan ilmiah, mempunyai tujuan yang diinginkan dari dilakukannya penelitian tersebut, oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan site akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri;
2. Untuk mengetahui substansi perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan site akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri;
3. Untuk mengetahui pengaturan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan site akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri ?
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan bagi Civitas Akademi Universitas Islam Riau, khususnya pada Fakultas Hukum UIR Pekanbaru.
2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan kepada para mahasiswa hukum, untuk meneliti masalah-masalah yang sama dan berkaitan dengan hukum perjanjian pengelolaan.
3. Memberikan masukan dan referensi kepada para pihak yang melakukan perjanjian.
4. Dapat menambah ilmu pengetahuan hukum pada diri penulis pribadi, khususnya tentang hukum perjanjian kerjama pembiayaan pekerjaan.
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Adapun jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah obervational research dengan cara survei yaitu penulis melakukan penelitian langsung ke lokasi penelitian yaitu di Kantor PT Boer Properti Indonesia dan PT Laras Surya Mandiri. Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang memberikan gambaran atau penjelasan yang jelas mengenai pelaksanaan perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan Site Akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri.
2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini adalah PT Boer Properti Indonesia dan PT Laras Surya Mandiri dengan alasan dalam perjanjian kerjasama pembiayaan pekerjaan Site Akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri terdapat penyimpangan-penyimpangan yang perlu dilakukan penelitian lebih mendalam.
3. Populasi dan Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah Direktur Utama PT Boer Properti Indonesia berjumlah 1 orang dan Direktur Utama PT Laras Surya Mandiri berjumlah 1 orang. Disebabkan karena jumlah populasi relatif sedikit maka penulis menjadikan seluruh populasi sebagai responden yaitu sebanyak 2 orang yang ditentukan dengan cara sensus.
4. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden berdasarkan hasil wawancara dengan responden yaitu :
1. Direktur PT Boer Properti Indonesia
2. Direktur Utama PT Laras Surya Mandiri
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh untuk mendukung penelitian berupa penelitian kepustakaan (library research) guna mendapatkan teori-teori dan pendapat ahli atau tulisan-tulisan dari buku-buku dan literatur serta peraturan perundang-undangan mengenai perjanjian.
5. Alat Pengumpul Data
Guna mempermudah dalam pengumpulan data dalam penelitian ini, maka alat pengumpul data yang dipergunakan hanya wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara teknik wawancara secara langsung dengan responden. Wawancara ini penulis ajukan kepada Direktur Utama PT Boer Properti Indonesia dan Direktur Utama PT Laras Surya Mandiri.
6. Analisis Data
Setelah data terkumpul, kemudian data tersebut dikelompokan menurut jenisnya berdasarkan masalah pokok penelitian, selanjutnya data dari hasil wawancara tersebut disajikan dalam uraian kalimat yang jelas dan sederhana serta mudah dipahami. Lalu data dianalis dengan menghubungkan kepada pendapat para ahli atau peraturan perundang-undangan dalam pengambilan kesimpulan secara induktif.
[1])Pasal 1 Perjanjian Pembiayaan Pekerjaan Site Akuisisi (Sitac) PT Excelcomindo Pratama Tbk antara PT Boer Properti Indonesia dengan PT Laras Surya Mandiri.
[2])R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1986, hal. 291.
[3])Ibid.,hal. 304
[4])Wirjono Prodjodikoro, Azaz-azaz Hukum Perjanjian, PT Bale Bandung, 198, hal. 9.
[5])W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hal. 492.
[6])Ibid., hal. 136
[7])Ibid., hal. 50.
[8])Ibid., hal. 240.
[9])A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 7.
[10])M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni Bandung, 1986, hal. 6.
[11])R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op.cit.,hal. 282.
[12]) R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op.cit.,hal. 307.
[13]) R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Loc.Cit .
[14])R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 1983, hal. 17.
[15])A. Qirom Syamsuddin Meliana, Op.Cit., hal. 12.
[16])Kin’s Tatang. S., Tanya Jawab Hukum Perdata I, Armico Bandung, 1980, hal. 11.
[17])Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 94.
[18])M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 10.
[19])Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Sumur Banding, 1985, hal. 20.
[20])Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1983, hal. 103.
[21])Haridjan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hal. 74.
[22])Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 20.
[23])R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Putra A. Bardin, Bandung, 1999, hal. 17.
[24])R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1985, hal. 45.
[25])Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 18.
[26])R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op.Cit., hal. 292.
[27])Haridjan Rusli, Op.Cit., hal. 34.
[28])R. Subekti, Op.Cit., hal. 149.