BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial selain sebagai mahluk pribadi/individu, dimana manusia selalu ingin berinteraksi dengan sesama manusia lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial selalu bersama-sama dan kelompok-kelompok.
Di dalam suatu kelompok masyarakat, apakah masyarakat kota, desa, modern ataupun primitif, bahkan masyarakat yang lebih besar selalu dijumpai aneka macam peraturan-peraturan yang merupakan petunjuk hidup bagi setiap individu bagaimana ia harus bertingkah laku dalam pergaulan sehari-hari dalam masyarakat. Kedisiplinan sangat diperlukan di dalam kehidupan, baik pribadi maupun kelompok atau organisasi. Disiplin yang berintisari ketaatan atau kepatuhan kepada ketentuan-ketentuan, aturan-aturan atau kelaziman yang berlaku, adalah salah satu faktor penting dalam usaha mencapai tujuan tertentu.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan bagian dari masyarakat umum yang dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas pembelaan negara dan bangsa. Selain itu ABRI dibatasi oleh undang-undang dan peraturan militer sehingga semua tindak tanduk perbuatan yang dijalani juga harus berlandaskan pada undang-undang dan peraturan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang berat dan amat khusus maka TNI di didik dan dilatih untuk mematuhi perintah-perintah ataupun putusan tanpa membantah dan melaksanakannya dengan tepat, berdaya guna dan berhasil guna.
Dengan semakin tingginya tingkat kesadaran hukum masyarakat maka seluruh prajurit Tentara Nasional Indonesia yang kemudian disingkat dengan TNI harus semakin hati-hati dalam bertindak maupun berbuat agar tidak melakukan perbuatan yang dapat melanggar norma hukum yang berlaku.
Negara Republik Indonesia (RI) adalah negara hukum, yang berarti setiap penduduk, pejabat penguasa aparatur negara termasuk anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) tunduk dan taat pada hukum yang berlaku dalam tingkah laku sehari-hari baik didalam maupun di luar dinas.
Perbuatan/tindakan dengan dalih atau bentuk apapun yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) baik secara perorangan maupun kelompok yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum, norma-norma lainnya yang berlaku dalam kehidupan atau bertentangan dengan peraturan kedinasan, disiplin, tata tertib di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada hakekatnya merupakan perbuatan/tindakan yang merusak wibawa, martabat dan nama baik Tentara Nasional
Indonesia (TNI) yang apabila perbuatan/tindakan tersebut dibiarkan terus, dapat menimbulkan ketidaktentraman dalam masyarakat dan menghambat pelaksanaan pembangunan dan pembinaan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Setiap anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus tunduk dan taat terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi militer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer (KUHDM), dan Peraturan Disiplin Militer (PDM) dan peraturan-peraturan lainnya. Peraturan hukum Militer inilah yang diterapkan kepada Tamtama, Bintara, maupun Perwira yang melakukan suatu tindakan yang merugikan kesatuan, masyarakat umum dan negara yang tidak terlepas dari peraturan lainnya yang berlaku juga bagi masyarakat umum.
Pompe menyebut 2 kriteria hukum pidana khusus yaitu orang-orangnya yang khusus maksudnya subyeknya atau pelakunya. Contoh hukum pidana militer dan yang kedua ialah perbuatannya yang khusus. Contoh hukum pidana fiskal untuk delik-delik pajak.[1]
Salah satu tindak pidana yang sering dilakukan dalam lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tindak pidana desersi. Adapun tindak pidana desersi ini diatur dalam pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang berbunyi :
1. Diancam karena desersi, Militer :
Ke-1, yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya, dihindari bahaya perang, menyeberang ke musuh atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu;
Ke-2, yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa ijin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari;
Ke-3, yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa ijin dan karena tidak ikut melaksanakan sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintah.
2. Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.
3. Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana penjara maksimum delapan tahun enam bulan.
Untuk penyelesaian tindak pidana dalam lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) diperlukan adanya peraturan guna mencapai keterpaduan cara bertindak antara para pejabat yang diberi kewenangan dalam penyelesaian perkara pidana di lingkungan TNI. Oleh karena itu, dikeluarkan Surat Keputusan KASAD
Nomor : SKEP/239/VII/1996 mengenai Petunjuk Penyelesaian Perkara Pidana di Lingkungan TNI AD, sebagai penjabaran dari Skep Pangab Nomor : Skep/711/X/1989 tentang penyelesaian perkara pidana di lingkungan ABRI.
Penyelesaian perkara pidana yang terjadi di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia melewati beberapa tahap/tingkatan sebagai berikut :
1. Tingkat penyidikan
2. Tingkat penuntutan
3. Tingkat pemeriksaan di persidangan
4. Tingkat putusan
Tahapan-tahapan tersebut di atas hampir sama dengan tahapan penyelesaian perkara pidana di Peradilan Umum, hanya saja aparat yang berwenang untuk menyelesaikan perkara, yang berbeda. Jika dalam peradilan umum yang berhak menjadi penyidik adalah anggota Kepolisian Republik Indonesia atau pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi :
1. Penyidik adalah :
a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
2. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Sedangkan di peradilan Militer yang mempunyai hak menjadi penyidik adalah “pejabat yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap anggota TNI dan atau mereka yang tunduk pada peradilan Militer” yaitu Polisi Militer sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang tata peradilan militer.
Dalam hal terjadinya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI, maka Polisi Militer wajib melakukan tindakan penyidikan sesuai dengan tata cara dan prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997.
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997
Hak penyidik pada
1. Para Ankum Terhadap anak buahnya (Ankum)
2. Polisi militer (POM)
3. Jaksa-jaksa Militer di lingkungan Peradilan Militer (Oditur Militer)
Keputusan PANGAB Nomor : Skep/04/P/II/1984/tanggal 4 April 1984 tentang fungsi Penyelenggaraan ke POM di lingkungan ABRI (Skep/711/X/1989).
Dengan demikian Polisi Militer adalah salah satu tulang punggung yang menegakkan norma-norma hukum di dalam lingkungan ABRI. Sesuai fungsi Polisi Militer yang merupakan fungsi teknis, secara langsung turut menentukan
keberhasilan dalam pembinaan ABRI maupun penyelenggaraan operasi Hankam. Selain itu untuk meningkatkan kesadaran hukum, disiplin dan tata tertib yang merupakan syarat utama dalam kehidupan prajurit yang tercermin dalam sikap perilaku, tindakan dan pengabdiannya maka diperlukan adanya pengawasan secara ketat dan berlanjut yang dilakukan oleh Polisi Militer.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka penulisan dalam penulisan skripsi ini memilih judul : “TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang permasalahan, maka dikemukakan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) melakukan tindak pidana desersi?
2. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana desersi yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
C. Tujuan Penelitian
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan penulisan skripsi tidak terlepas dari keinginan untuk memperoleh suatu hasil yang memuaskan, maka tujuan yang hendak dicapai dapatlah dikatakan penting. Oleh karena itu penulisan skripsi ini, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mencari dan menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana desersi yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh TNI dalam menanggulangi tindak pidana desersi di lingkuntan TNI.
D. Metode Penelitian
Sebelum melaksanakan penulisan, maka terlebih dahulu penulis akan mengambil langkah-langkah yang dapat menunjang penulisan ini, dengan melakukan penelitian.
Langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sumber Data
a. Data primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya atau dari hasil penelitian yang penulis lakukan di lapangan.
b. Data sekunder
Yaitu data yang penulis peroleh dengan mempelajari literatur-literatur, artikel-artikel dan hasil penelitian para sarjana yang ada hubungannya dengan permasalahan yang akan dibahas.
2. Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan cara :
a. Penelitian lapangan (field research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan di tempat obyek yang akan penulis teliti.
b. Interview (wawancara)
Yaitu metode pengumpulan data dengan tanya jawab secara lisan kepada pihak yang berwenang dibidangnya, untuk memberikan keterangan yang diperlukan sesuai dengan permasalahan yang sedang penulis teliti, dimana dengan wawancara ini diharapkan penulis dapat memperoleh data-data yang dapat dipertanggungjawabkan.
c. Mengajukan daftar pertanyaan (questionare)
Yaitu metode pengumpulan data dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
3. Analisis Data
Dalam penelitian ini analisa datanya menggunakan metode diskriptif analisis, yaitu suatu model analisis data yang digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai permasalahan dengan berlandaskan pada teori dan menerangkan dengan menggunakan rangkaian kata yang sesuai untuk menggambarkan data yang diperoleh di lapangan.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, agar memudahkan dalam mempelajari serta memenuhi materi atau isi dari tulisan ini, maka penulis akan menuangkan secara garis besar sistematika bab demi bab sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini penulis terlebih dahulu mengemukakan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan judul antara lain, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Desersi
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan mengenai tinjauan secara umum tentang tindak pidana desersi. Hal ini meliputi pengertian tindak pidana, macam-macam tindak pidana desersi, dan dasar hukum dari tindak pidana desersi.
Bab III : Tindak Pidana Desersi yang Dilakukan Anggota TNI dan Upaya Penanggulangannya
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan faktor-faktor penyebab tindak pidana desersi, dan upaya-upaya penanggulangan tindak pidana desersi di lingkungan TNI.
Bab IV : Penutup
Sebagai penutup dari pembahasan skripsi ini maka penulis akan menyimpulkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya kemudian mencoba untuk mengemukakan saran-saran dalam usaha menyelesaikan masalah yang timbul.
[1] Perkembangan Hukum Pidana Khusus, DR. Andi Hamzah, SH. Ragunan. 1991. hal. 1.